Setelah menyelesaikan urusannya, Zain segera pulang. Entah mengapa ia merasa cemas memikirkan Zara jika ia meninggalkan gadis itu terlalu lama. Walaupun kelurganya memperlakukan Zara dengan baik tapi Zain merasa Zara belum siap menerima kelurganya untuk hidup bersama dengan mereka.
Zain membuka ponselnya untuk menghubungi Zara namun ia baru ingat kalau ia belum memilliki nomor kontak gadis itu.
"Sial ...!" umpat Zain dalam perjalanan menuju rumahnya.
Setibanya di rumah, ia buru-buru turun dan berlari menuju tangga. Nyonya Ami yang melintas menegur putranya.
"Zain, tunggu nak...!" Zain menghentikan langkahnya.
"iya mah, ada apa?"
"Tadi Zara pamit mau pulang ke rumahnya karena ada yang ingin dia ambil dirumahnya," ucap nyonya Ami.
"Apakah mama tahu nomor kontak Zara?" tanya Zain.
"Astaghfirullah. Mama lupa memintanya nak. Apakah kamu tidak punya nomor kontaknya? Atau hubungi saja orang terdekatnya mungkin mereka punya nomor Zara," saran nyonya Ami.
Zain tersenyum. Kenapa dia bodoh sekali tidak meminta nomor kontak Zara pada pengacara Gunawan. Zain melanjutkan langkahnya. Ia ingin membersihkan tubuhnya dan menjemput Zara. Ia ingin mengajak Zara makan di luar agar hati istrinya itu terhibur.
Beberapa menit kemudian, Zain sudah masuk lagi ke dalam mobilnya. Mendung tampak bergayut diatas langit sana. Zain menambah kecepatan mobilnya agar ia bisa bertemu Zara sebelum hujan turun.
Kepala pelayan melihat mobil Zain langsung menyambut tuan baru mereka." Selamat sore tuan..!" sapa bibi Vera sambil melihat ke dalam mobil.
"Sore bibi. Apakah Zara ada di dalam?" tanya Zain.
"Nona Zara tidak ke sini tuan. Saya pikir dia datang bersama tuan," sahut bibi Vera.
"Astaga. Bukankah dia ke sini dari tadi siang? Itu yang dikatakan mamaku, bibi. Katanya dia ingin mengambil sesuatu di rumahnya," ucap Zain.
Bibi Vera langsung menebak." Mungkin nona Zara mampir ke makam. Aku akan menghubunginya," ucap bibi Vera.
"Percuma bibi, aku sudah menghubunginya berkali-kali tapi tidak diangkat. Itulah sebabnya aku buru-buru ke sini," ucap Zain.
"Nona Zara tidak akan mengangkat nomor yang tidak ia kenal. Hidupnya terlalu lurus dengan penuh aturan yang dibuat almarhumah nyonya dulu padanya," jelas bibi Vera lalu menghubungi Zara.
"Hallo nona Zara. Kamu di mana, nona?" tanya bibi Vera.
"Makam bunda. Tapi di sini hujan deras, Zara tidak hafal jalan keluar. Zara berteduh di bawah pohon di tengah pemakaman. Zara takut bibi. Petirnya serem banget," tutur Zara membuat Zain yang mendengar itu langsung panik. Ia berlari keluar dan melihat hujan baru saja turun dengan begitu derasnya.
Mobil Zain melesat cepat menuju pemakaman yang tidak jauh dari perumahan Zara. Kabut gelap di luar sana cukup menyulitkan Zain melihat ke arah pemakaman ketika mobilnya melintas di area pemakaman itu.
"Ya Allah. Di mana Zara?" Zain segera turun sambil membuka payungnya. Ia berteriak sekeras mungkin memanggil nama istrinya namun hujan deras menenggelamkan suaranya.
"Zara. Kamu di mana?" pekik Zain sambil mengingat arah makam ibu mertuanya. Zara yang sudah tahu kalau dirinya di jemput Zain segera berlari menuju ke arah suaminya.
"Om, aku di sini," ucap Zara melangkah cepat menuju Zain. Karena tidak hati-hati Zara akhirnya terjatuh. Melihat istrinya terjerembab, Zain segera menghampiri Zara yang sudah kelihatan olehnya. Gadis itu akhirnya basah kuyup karena payung terbang terbawa angin saat terlepas dari tangannya.
Layaknya anak kecil, Zara menangis kesakitan. Ia tidak bisa berdiri karena kakinya keseleo.
"Zara. Kamu tidak apa-apa?" tanya Zain panik.
"Kaki Zara sakit om hiks.. Hiks..!"
"Ya udah, aku gendong ya," tawar Zain.
"Nanti baju om basah," ucap Zara tidak enak hati.
"Tidak apa. Yang penting Zara tidak kesakitan saat jalan. Kakinya harus segera diobati," ucap Zain.
Zara mengangguk lalu mengangkat tangannya dan Zain sigap menggendong istrinya itu dengan berkoala. Keduanya sama-sama tidak mengenakan payung.
"Om, payungnya ketinggalan," ucap Zara saat mereka sudah menjauh dari area pemakaman menuju mobil.
"Biarkan saja payung itu untuk penjaga makam. Hitung-hitung buat amal aja," ucap Zain.
"Om, enak juga mandi hujan. Dulu Zara kecil suka mandi hujan. Sekarang mandi hujannya sambil digendong sama om," ucap Zara memeluk tubuh kekar Zain.
"Kamu masih ingin mandi hujan atau pulang?" tawar Zain.
"Emangnya boleh om? Tapi kaki Zara sakit jadi nggak bisa lari-lari ditengah hujan," ucap Zara.
"Ya sudah. Lain kali aja mandi hujannya. Sekarang kita pulang ya....!" ajak Zain dan Zara mengangguk.
Setibanya di dalam mobil Zara malah kedinginan. Zain mematikan AC mobil lalu mengambil handuknya untuk Zara. Ia juga memiliki baju ganti di koper kecilnya. Zain mengusap handuk itu ke wajah Zara.
"Jilbabnya dibuka aja ya...! Nanti kamu masuk angin," ucap Zain.
Zara berpikir sebentar untuk mengolah permintaan Zain. Ia ingat kalau Zain pernah berkata mereka adalah suami istri jadi boleh saling lihat.
"Tapi nggak buka baju kan om?" tanya Zara polos.
Zain hampir tersedak mendengar ucapan istri tulalitnya itu. Bagaimanapun juga ia adalah lelaki normal." Buka jilbab aja..!" Zain membantu Zara membuka hijab panjang Zara dan dalam sekejap wajah Zara tampak sangat cantik dengan rambut yang digulung menyisakan anak rambut yang menghiasi wajahnya yang mulus.
Zain menatapnya tak berkedip sambil mengusap leher jenjangnya Zara. Namun tangannya terhenti saat melihat baju Zara yang basah menjiplak bagian dada Zara membuat hatinya makin tidak tenang. Miliknya dibawah sana makin langsung menegang.
Menyadari diperhatikan suaminya, Zara langsung menepuk lengannya Zain."Ih, om mesum lihat-lihat dada Zara," ucap Zara kembali tulalit.
Ucapan Zara membuat kepalanya Zain yang tadi pening menahan gairah langsung turun drastis.
"Tutup dadamu dengan handuk. Ayo kita pulang, sayang..!" ucap Zain membuat Zara merasa senang.
"Om ini panggil aku sayang. Apakah dia benar sayang sama aku? Berarti sama seperti bunda, mama dan semuanya pada panggil aku sayang. Berarti Om ini sayang juga sama aku," batin Zara merasa bahagia.
"Om, Zara mau ke rumah Zara boleh?" tanya Zara hati-hati.
"Kamu mau kita menginap di rumah kamu?" tanya Zain.
"Emangnya om Zain mau nginap di rumah Zara?" tanya Zara.
"Tentu saja sayang. Ayo kita ke sana..!" ajak Zain lalu melajukan mobilnya lebih cepat karena jalanan cukup lengang ketika hujan deras seperti saat ini.
Zara mencium pipi Zain spontan karena terlalu bahagia membuat Zain tertegun dengan mata terbeliak saking excited pada sikap Zara yang polos namun ia suka karena Zara melakukannya tulus.
Setibanya di mansion mewah itu keduanya turun disambut oleh bibi Vera." Ya Allah nona, tuan. Kenapa kalian menjadi basah seperti ini?" tanya bibi Vera.
"Zara tadi jatuh di pemakaman. Kakinya terkilir jadi digendong sama om Zain, bibi," jelas Zara yang tidak berani melangkah sehingga Zain harus menggendong tubuh istrinya itu lagi.
"Kamu harus mandi dulu baru kakimu aku urut. Di mana kamarmu?" tanya Zain dan Zara mengarahkan tangannya ke kamarnya.
Zain begitu kaget desain kamar Zara bak seorang putri kecil dengan nuansa pink dan ungu muda.
"Ya Allah, ini bocah kenapa kekanak-kanakan begini?" batin Zain yang harus mencium aroma permen mintz di kamar itu.
"Sepertinya aku sedang kembali ke negeri dongeng," batin Zain yang lansung membawa Zara ke kamar mandi.
"Aku yang akan memandikanmu ya. Sekarang buka bajunya..!" titah Zain membuat Zara terperanjat.
"Hah...? Dimandiin sama om? Ko om berubah jadi mesum begini?" gumam Zara melotot pada Zain yang harus memutar bola matanya jengah.
"Astaga. Kenapa aku harus menikah dengan bocah tulalit seperti ini?" geram Zain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
⧗⃟ᷢʷ§𝆺𝅥⃝©⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ ⍣⃝🦉ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
hahaha
2025-10-23
1