Koper milik Zara sudah ada di dalam kamarnya Zain. Gadis itu mendekati kopernya lalu membukanya dengan cepat. Zain mengira jika Zara hendak mengambil baju tidurnya namun ternyata gadis itu mengambil boneka kesayangannya yaitu Teddy bear.
"Siapa nama temanmu itu?" tanya Zain memperlakukan Zara seperti anak kecil karena otak Zara tidak bisa diajak berpikir dewasa.
"Milky. Dia sahabat terbaikku," ucap Zara memeluk bonekanya dengan sayang.
"Kenapa dikasih nama cowok?" tanya Zain lagi.
"Karena nama wanita tidak cocok untuknya. Dia bisa menyimpan rahasia dan aku akan berkata apapun padanya tanpa sungkan seperti aku bicara pada Allah saat berdoa," ucap Zara polos.
"Kamu bisa bicara apapun padaku jika kamu mau. Kamu juga bisa jadikan aku temanmu. Aku janji akan jaga rahasia mu," ucap Zain menawarkan persahabatan dengan Zara.
Zara menatap wajah tampannya Zain lalu ia menggelengkan kepalanya." Kamu tidak mungkin menjadi temanku karena kamu tidak akan menerima apapun tentangku," ucap Zara.
"Kenapa kamu berkata begitu?" tanya Zain.
"Karena kamu adalah manusia. Kamu punya amarah, malu dan kecewa. Mungkin juga kamu bisa berbalik jadi pengkhianat. Dan diatas semua itu kamu belum tentu tulus padaku," ucap Zara layaknya orang dewasa yang berpikiran normal.
"Apakah ada yang pernah mengatakan itu padamu?" tanya Zain yang merasa Zara tidak mungkin bisa berpikir sejauh itu untuk menilai seseorang dengan kekurangan yang ia miliki.
"Aku membacanya di salah satu buku pemberian bunda. Orang yang bisa kita percayai adalah diri kita sendiri. Jadi jangan pernah bergantung pada manusia jika tidak ingin hati kita kecewa atas ulahnya," jelas Zara.
Perkataan Zara menyentil Zain yang memang memiliki niat jahat pada gadis lugu yang memiliki kebutuhan khusus itu. Zain menepis perasaan kasihan pada Zara yang pasti sangat kesepian walaupun gadis itu memiliki teman. Namun Zain belum begitu mengenal ketiga teman dekatnya Zara yang dilihatnya di pemakaman tadi sore.
"Baiklah. Itu hakmu untuk memilih teman yang sesuai dengan penilaian mu Zara. Tapi aku suamimu sekarang. Jadi kamu bisa berbagi denganku jika kau mau. Sekarang kamu mandi lalu ganti baju dan kita akan turun makan malam," pinta Zain.
"Terus nanti Zara tidur di mana?" tanya Zara melihat tempat tidur di kamar itu hanya satu.
"Yah kamu akan tidur denganku. Kita ini kan sudah menjadi suami istri. Jadi tidurnya di ranjang yang sama," jelas Zain.
"Tidak mau. Nanti kamu pasti memperkosaku. Lagipula bunda bilang kalau laki-laki dan perempuan itu tidak boleh berada di tempat yang sepi saat berduaan," ucap Zara.
"Ya Allah. Kumat lagi otaknya nih bocah," batin Zain menahan geram.
"Orang yang sudah menikah itu boleh bersentuhan dan berciuman. Tidak dilarang oleh agama maupun negara, Zara. Nanti aku belikan buku khusus untuk hubungan suami istri agar dibaca kamu supaya kamu tahu arti pernikahan kita yang sesungguhnya," ucap Zain lalu membuka koper Zara dan mengeluarkan isinya untuk mengambil baju ganti untuk Zara.
Gadis cantik itu memperhatikan suaminya yang menyiapkan semua kebutuhannya termasuk pakaian dalamnya." Sekarang kamu mandi ya..!" ucap Zain menyerahkan bajunya Zara.
"Ya. Makasih. Di mana kamar mandinya?" tanya Zara yang belum tahu seluk beluk kamar itu.
"Itu...!" tunjuk Zain lalu mengeluarkan baju Zara dan dimasukkan ke dalam lemarinya.
Ia tahu Zara tidak mungkin bisa merapikan barangnya sendiri karena memiliki kekurangan dalam berpikir. Namun sesaat kemudian ia baru ingat kekasihnya Celin.
"Apa yang harus aku katakan pada Celin kalau dia tahu aku sudah menikah?" Zain terlihat gelisah karena akan mendapatkan masalah dengan kekasihnya Celin yang sudah menjalin hubungannya selama lima tahun. Hanya saja hubungan mereka ditentang oleh kedua orangtuanya Zain karena Celin dan keluarganya selalu memanfaatkan kekayaan putra mereka.
...----------------...
Suasana makan malam itu terasa hangat. Nyonya Ami terlihat sangat senang dengan kehadiran menantu dadakannya. Wajah cantik Zara yang imut dan kelakuannya terlihat kocak menjadi hiburan tersendiri baginya.
"Zara, makanan kesukaan kamu apa sayang?" tanya nyonya Ami melihat Zara agak sedikit malas menyantap makanannya. Mungkin karena gadis itu masih memikirkan kematian ibunya.
"Zara menyukai semua jenis makanan mama," ucap Zara lalu melahap makanannya dengan cepat untuk menjaga perasaan mertuanya.
"Alhamdulillah. Berarti mama bisa masak apa saja untuk Zara," ucap nyonya Ami lega.
Sementara itu Oma Lea membisikkan sesuatu pada cucunya Zain dan terdengar dengan nada mengancam." Sekarang kamu sudah punya istri. Oma harap kamu tinggalkan wanita sialan itu dan fokus pada istrimu," ancam Oma Lea.
"Pernikahan kami hanya sebuah kesepakatan, Oma. Jadi jangan terlalu berharap dengan pernikahan ini," ketus Zain.
"Biasanya jodoh yang disukai oleh Allah lebih awet jalannya daripada pilihanmu sendiri, Zain. Lupakan masalalu dan bangun masa depanmu dengan zara. Yang kamu kira buruk bagimu justru akan lebih banyak menolong mu dikemudian hari," timpal opa Galih.
"Tapi opa, aku hanya ingin memenuhi permintaan terakhir ibunya Zara bukan menjadikan dia sebagai....-"
"Tutup mulutmu Zain...! Jangan diteruskan. Walaupun Zara tidak mengerti apa yang sedang kita bahas saat ini tapi dia akan terluka mendengar kalimatmu selanjutnya," tegas nyonya Ami membuat putranya terdiam.
Zara seakan tidak mempedulikan ocehan kelurga barunya itu. Ia sibuk memakan buahnya sambil memikirkan kecelakaan yang baru dialaminya tadi pagi. Mungkin ia merasa heran dengan keluarga barunya yang tidak peduli dengan kesedihannya saat ini.
"Mama, Zara mau bobo. Zara ngantuk...!" pamit Zara dan Zain segera beranjak dari tempat duduknya untuk menemani istrinya.
Setibanya di kamar, Zara merebahkan tubuhnya tanpa ingin membuka hijab. Zain ikut duduk disampingnya Zara.
"Kenapa tidur pakai hijab?" tanya Zain lembut.
"Aku tidak boleh memperlihatkan rambutku di depan pria yang bukan mahram ku," ucap Zara.
"Kita sudah menikah jadi aku boleh melihat rambutmu bahkan seluruh tubuhmu," ucap Zain membuat Zara yang sudah rebahan kembali terduduk tegak.
"Tidak boleh. Aku tidak mau. Kamu pasti akan memperkosaku," ucap Zara membuat Zain gemas.
"Ya Allah, begini amat ujiannya punya bini bocil spesial," batin Zain. Ia juga malas menjelaskan apapun lagi pada Zara yang belum tentu konek dengan pikirannya.
"Baiklah. Tidak apa kalau tidur dengan jilbab. Mau aku peluk?" tawar Zain.
"Nggak...!" sambar Zara dengan mata melotot marah.
"Baiklah. Berarti aku boleh tidur di sini denganmu?" pinta Zain.
"Yah. Tapi jangan dekat-dekat ya...!" ucap Zara dan Zain mengangguk sambil mengusap kepala Zara yang masih terbungkus jilbab hitam. Zain memperhatikan wajah Zara dengan seksama saat mata gadis itu mulai terpejam karena saat ini posisi mereka saling berhadapan.
"Ternyata bocil ini sangat cantik. Apakah aku harus meninggalkannya suatu hari nanti jika perusahaan ku kembali sukses? Siapa yang akan menjaganya setelah aku menceraikan nya?" batin Zain yang tidak tega melihat wajah Zara yang terlihat masih sangat polos.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
reti
lanjut kak 💕
2025-10-02
2