~~~
Setiap orang ada masanya. Setiap masa ada orang nya. People come and go.
~~~
Satu minggu kemudian......
Hari ini adalah hari keberangkatan Ellen ke Jakarta. Barang-barang yang akan Ellen dan bundanya bawa pun sudah siap dan juga sudah diangkat keatas mobil yang nanti akan membawa barang-barang mereka.
"Ellen, udah siap sayang?." Tanya bunda Dian. Menghampiri Ellen yang sejak tadi berdiri di teras rumah. Matanya menatap kearah jalan didepan rumah. Menunggu sang sahabat yang menjelang keberangkatannya ini belum kunjung datang.
"Udah bun." Ellen celingak-celinguk mencari keberadaan Zean.
"Belum datang Zean nya?." Tanya bunda Dian. Dia tau Ellen pasti menunggu sahabat nya itu.
Ellen menggeleng lesu. "Belum bun, mungkin Zean nggak bakal datang."
"Atau mau di susul aja kerumah nya? Bunda tungguin kok." Bunda Dian mengusap lembut rambut putrinya itu.
"Nggak usah bun. Kalau Zean mau ketemu Ellen sebelum pergi, pasti dia datang. Ellen udah kasih tau kok kalau hari ini kita mau berangkat." Ucap Ellen. Meski bilang tak mau, tapi Ellen sangat berharap kalau Zean akan datang. Ini pertemuan terakhir mereka, nggak mungkin kan Zean nggak datang?
"Yakin? Nggak nyesel nih?." Tanya bunda Dian memastikan.
"Nggak bun. Kita berangkat sekarang aja." Ucap Ellen. Berjalan lesu masuk kedalam mobil yang didalamnya sudah ada Arya yang menunggu.
Bunda Dian tau kok kalau putri kesayangannya itu menaruh hati dengan sahabatnya itu. Ellen memang tipikal anak yang menceritakan apa saja dengan bundanya.
"Ya udah ayo, kita berangkat sekarang. Mas Arya udah nunggu di mobil."
Mendapat kabar kalau Ellen dan bunda Dian akan pulang ke Jakarta, Arya sangat antusias, dan dia sendiri yang menjemput mereka ke kampung.
"Nggak dateng nih pangeran nya?." Tanya Arya, begitu Ellen dan bunda Dian sudah masuk kedalam mobil.
"Nggak." Jawab Ellen sambil cemberut.
"Jangan manyun dong. Mungkin dia lagi sibuk." Ucap Arya. Melihat anak majikan yang sudah dia anggap sebagai adik sendiri itu dari kaca spion mobil.
"Sibuk apaan. Dia tau Ellen mau pergi hari ini, kenapa nggak luangin waktu nya." Ucap Ellen dengan nada kesal.
"Benar kata mas Arya. Mungkin Zean ada urusan yang nggak bisa ditinggal." Ucap bunda Dian dengan nada keibuan nya.
"Tau deh bun, Ellen kesel sama Zean." Ellen menyilangkan tangan nya di dada. Memalingkan wajah melihat kearah kaca jendela mobil.
"Tuh orang nya datang noh." Arya menunjuk kearah depan mobil. Terlihat disana seorang laki-laki tengah berlari kearah mereka. Dan memang itu adalah Zean.
"Buruan turun." Ucap Arya.
"Nggak mau. Siapa suruh datang telat." Ternyata Ellen masih merajuk.
"Ellen, sayang nggak boleh gitu. Itu Zean nya udah nungguin kamu." Ucap bunda Dian memberikan nasehat.
"Iya iya..." Ellen akhirnya mau turun menemui Zean. Dengan bibir yang manyun beberapa centi.
"Maaf aku telat datang." Ucap Zean begitu Ellen turun dari mobil.
"Kamu lupa aku pergi hari ini?." Tanya Ellen kesal.
"Nggak Len. Mana mungkin aku lupa." Ucap Zean lembut. Zean memang tak pernah bisa ngomong dengan nada keras dengan Ellen.
"Trus kenapa telat?." Tanya Ellen dengan mata yang berlinang.
"Aku nyiapin ini buat kamu." Zean mengeluarkan sebuah gelang dari sakunya.
"Gelang?."
"Iya, suka nggak?." Zean memasangkan gelang itu di pergelangan tangan Ellen.
"Kamu beli atau buat sendiri?." Tanya Ellen, kini sudah senyum lagi.
Segitu doang ngambek nya Len?
"Buat lah. Biar ada effort nya. Kita couple-an." Zean menunjukkan gelang yang sama yang ada di pergelangan tangan nya.
"Jaga baik-baik ya. Ini gelang persahabatan kita." Ucap Zean.
"Cuma sebatas persahabatan?." Tanya Ellen.
"Len, maaf aku nggak bisa terima perasaan kamu. Kita cukup sahabatan aja ya." Ucap Zean. Menggenggam tangan Ellen.
"Kamu beneran nggak bisa balas perasaan aku?."
"Maaf Len. Hargai keputusan aku ya."
Meski berat, tapi Ellen tetap mencoba tersenyum. Hari ini perpisahan mereka, nggak mungkin dia meninggalkan Zean dengan air mata. "Ya udah, nggak apa-apa kok. Tapi kamu janji ya, harus terus jadi sahabat terbaik aku."
"Pasti." Zean mengusap lembut rambut Ellen.
"Kalau aku libur kuliah, pasti aku main kesini." Ucap Ellen.
"Iyaa, aku tunggu kamu disini. Kalau ada waktu dan aku ada uang, aku yang nyusul kamu ke Jakarta."
"Boleh minta peluk nggak?." Tanya Ellen.
"Boleh dong." Keduanya saling berpelukan.
Kebersamaan mereka selama tiga tahun ternyata telah berakhir.
Apakah dimasa depan memang Zean yang akan menjadi pemilik hati Ellen, atau ada laki-laki lain yang pantas memenangkan hati putri tunggal Dirgantara itu?
______
Berat rasanya kedua kaki melangkah masuk kedalam rumah yang telah lama mereka tinggalkan. Rumah yang penuh kenangan indah bersama yang tercinta.
Ellen dan bunda Dian berdiri didepan rumah mewah kediaman Dirgantara yang sudah tiga tahun mereka tinggalkan.
Rindu, sedih, haru semua perasaan bercampur aduk.
"Ayo bun." Ellen dan bunda Dian bergandengan melangkah masuk kedalam rumah mewah itu.
Tangan bunda Dian sampai bergetar saat hendak membuka gagang pintu.
Begitu pintu dibuka, tak ada yang berubah. Semua masih sama seperti dulu. Satupun interior rumah tak ada yang berkurang atau pun bertambah, posisi nya pun masih seperti terakhir mereka meninggalkan rumah itu.
Diruang depan, ada sebuah banner bertuliskan Welcome home, dan sudah pasti itu Arya yang menyiapkan.
"Selamat datang lagi dirumah yang penuh kenangan indah ini." Ucap Arya.
"Ini mas Arya yang nyiapin?." Tanya Ellen.
"Iya, tapi mas nggak sendiri. Ada mereka yang bantuin." Ucap Arya. Menunjuk kearah sudut lain ruangan, disana ada dua orang perempuan yang berlari mendekati Ellen.
"Elleeeen......" Dua orang perempuan berlari menghampiri dan memeluk Ellen. Mereka adalah Zelin dan Laura, sahabat Ellen.
"Zelin, Laura.. Kangeeeeen." Mereka bertiga berpelukan melepas rasa rindu.
Selama tiga tahun ini Ellen benar-benar menghilang. Sama sekali tak memberikan kabar kepada teman-temannya yang berada di Jakarta, termasuk Zelina dan Laura.
"Kangen tau. Jahat banget lo, ganti nomer nggak kasih tau kita. Semua sosial media lo juga nggak aktif." Ucap Zelina.
"Tau nih. Emang dikampung sana nggak ada libur sekolah? Sombong banget." Omel Laura.
"Sorry guys. Janji deh, mulai hari ini dan seterusnya gue nggak akan kemana-mana. We will always be together, girls."Ketiga nya kembali berpelukan.
"Sama bunda nggak kangen nih?." Tanya bunda Dian.
"Kangen dong tante, kangen banget banget banget pokoknya." Kini gantian Zelin dan Laura memeluk bunda Dian.
"Tante tau nggak, kita berdua tanya sama mas Arya dimana kampung nenek Ellen, tapi nggak mau kasih tau." Ucap Zelina.
"Iya tan, pelit banget." Ucap Laura.
"Salah sendiri. Katanya sahabat Ellen, tapi kampung nenek nya aja nggak tau." Ucap Arya.
"Ellen nggak pernah bilang." Ucap Laura.
"Iya, benar tuh." Zelin mengangguk.
"Tante tau nggak. Setiap ketemu nih sama mereka berdua, pasti nanyain Ellen mulu. Udah kayak diteror aku." Ucap Arya.
"Nggak apa-apa. Yang penting sekarang bunda sama Ellen kan udah pulang."
Setelah makan bersama, Arya kembali ke kantor dan bunda Dian istirahat dikamarnya. Sementara Ellen dan kedua sahabatnya itu lanjut ngobrol di kamar Ellen. Kamar yang sudah tiga tahun ini Ellen tinggal kan.
"Lo jadi nggak kuliah di kampus kita?." Tanya Zelin.
"Jadi dong. Mas Arya udah urus semuanya, jadi gue tinggal masuk aja." Jawab Ellen.
"Enak banget lo nggak perlu ikut ospek. Tinggal kuliah. Kita kemaren dikerjain habis-habisan sama senior tau." Ucap Laura.
"Siapa suruh kalian kuliah duluan."
"Lo kali yang kelamaan. Lulus sekolah bukannya langsung pulang, malah masih nangkring lo disana." Omel Laura.
"Itu nggak penting. Yang penting, yang harus lo tau, di kampus kita banyak cogan nya. Pasti lo nggak nyesel kuliah disana." Ucap Zelin.
"Cogan aja yang ada di kepala lo. Belajar yang benar." Laura menoyor jidat Zelin.
"Ya ampun Lau. Ini namanya menikmati hidup. Kapan lagi kan kuliah sambil liatin cogan."
"Terserah lo deh Zel. Lo nggak usah dengerin Zelin, Len." Ucap Laura.
"Lebih ganteng dari dia nggak?." Ellen menunjukkan foto Zean kepada sahabatnya itu.
"Siapa nih Len?." Zelin sebagai pemburu cowok-cowok tampan tentu penasaran foto siapa yang ditunjukkan Ellen.
"Sahabat gue selama tinggal disana. Pokoknya dia baik banget sama gue. Nama dia Zean." Jawab Ellen.
"Sahabat atau pacar nih?." Tanya Laura.
"Maunya sih jadi pacar, tapi dia nolak gue."
"What? Ditolak? Seorang Ellen ditolak cowok?." Ucap Zelin heboh.
Kembali mendapatkan toyoran dari Laura. "Suara lo Zel. Ya ampun, heboh banget. Heran gue."
"Namanya juga penasaran Lau. Bisa-bisanya dia nolak Ellen."
"Tau deh gue. Padahal gue udah nurunin ego gue buat nembak dia, eh malah ditolak. Tapi nggak apa-apa deh, yang penting masih bisa temenan." Ucap Ellen
"Trus, dia lo tinggal?." Tanya Laura.
"Ya iyalah. Nggak mungkin kan gue ajak ke sini."
"Tenang Ellen ku sayang. Nggak dapat Zean, masih banyak para cogan di kampus. Lo tinggal tunjuk mau yang mana, pasti mereka langsung tertarik sama lo." Zelin merangkul Ellen.
"Nggak tertarik gue. Gue mau belajar, bukan berburu cowok kayak lo." Ucap Ellen.
"Nggak normal lo berarti."
"Bukan Ellen yang nggak normal, tapi lo yang stress. Kuliah itu belajar bukan cari cowok." Ucap Laura.
"Emang nggak bisa diajak kompromi kalian. Nggak asik."
Ellen tersenyum, ternyata nggak ada yang berubah dari kedua sahabatnya itu. "Zel, lo emang berisik sih. Tapi itu yang buat gue kangen."
"Aaa, Ellen. Jadi terharu deh." Zelin memeluk Ellen.
"Len, besok ke kampus berangkat bareng ya. Biar gue jemput." Ucap Laura.
"Boleh. Gue juga pasti bingung kalau berangkat sendiri."
______
Bunda Dian berdiri disebuah foto besar yang terpajang didinding kamar nya. Foto keluarga kecil mereka.
"Yah, bunda sama Ellen udah pulang. Kita nggak akan ninggalin rumah ini lagi." Bunda Dian tersenyum sambil terus menatap foto itu.
"Ayah pasti bahagia kan disana? Bunda sama Ellen juga bahagia disini. Ada Arya yang akan bantu ayah jagain kita, ayah nggak usah khawatir." Tanpa sadar, air mata mengalir begitu saja.
Setelah puas menatap potret lama keluarga kecil mereka, bunda Dian memilih istirahat. Besok akan menjadi hari yang panjang baginya.
Mulai besok, bunda Dian akan bekerja di perusahaan, membantu Arya. Kedepannya, sampai Ellen siap memimpin perusahaan, bunda Dian lah yang akan membantu Arya.
Bukan hal baru bagi bunda Dian. Karena dia juga berasal dari keluarga ningrat. Sebelum menikah dengan almarhum suaminya, bunda Dian sempat memimpin perusahaan cabang milik keluarga nya sebelum Ellen lahir, dan almarhum suaminya meminta bunda Dian untuk berhenti bekerja.
Sekarang, perusahaan itu dipimpin oleh kakak kandung bunda Dian sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments