Tak ada lagi yang sama dari hubungan pernikahan Melati dan Mas Kalingga. Ada jarak yang memang sengaja dibangun oleh Melati dan memang sudah seharusnya rumah tangga mereka berakhir. Bukan menjadikannya istri pertama, dia tidak menginginkannya sama sekali.
Senyum pada wajah Melati hampir sirna kalau saja tidak ada dua malaikat yang selalu menanti senyumnya seperti mentari. Melati pun terpaksa bertahan pada posisinya karena kesehatan Sakura yang sepertinya akan susah untuk stabil.
Semua masih disiapkan Melati, mulai dari pakaian untuk ke kantor dan santai di rumah. Menghidangkan makaman dan minuman kesukaan Mas Kalingga serta menemaninya.
"Pekerjaanku sudah selesai," Melati segera meninggalkan meja makan setelah selesai mencuci perlengkapan makan bekas suaminya.
Mas Kalingga mengikutinya sampai ke kamar, langkahnya terhenti saat melihat Melati merapikan sofa untuk tempat tidurnya.
"Kenapa tidur di sana, Mel?."
"Mas Kalingga tahu jawabannya." Melati duduk dengan dada yang bergemuruh, tidak pernah ada ketenangan di dalam sana. Semuanya sudah hancur dan sedang menikmati setiap kesakitannya.
Langkah kaki Mas Kalingga menuju Melati dan dia ikut duduk di sisi Melati. Pria itu menundukkan pandangannya, menatap jari manis Melati yang tidak lagi memakai cincin pernikahan.
"Pernikahan kita tidak akan berakhir hanya karena kamu tidak mengenakan cincin nikah kita, Mel."
Mata berkaca-kaca Melati menoleh Mas Kalingga yang masih menatap jari manisnya.
"Aku merasanya pernikahan kita sudah berakhir saat Mas Kalingga menikahi Viola. Karena sejak awal aku tidak mau menjadi yang pertama. Jadi tolong segera jatuhkan talak padaku, Mas." Suara dan bibir Melati sama-sama gemetar, walau ini sangat menyakitkan tapi harus siap dihadapinya.
Air matanya pun jatuh, tak kuasa menjalani bab terpahit dalam hidupnya.
" Maaf, Mel, tapi Mas tidak akan pernah menjatuhkan talak padamu. Mas tidak sanggup kehilanganmu dan anak-anak kita."
"Mas Kalingga egois."
Tubuh Melati yang bergerak naik turun itu dibawa masuk ke dalam pelukan Mas Kalingga. Walau tidak mengurangi rasa sakit Melati tapi pelukan itu selamanya akan ada untuk Melati.
Melati sudah jauh lebih tenang namun tetap tidak mau tidur satu ranjang dengan suaminya. Dan Mas Kalingga tidak mempermasalahkannya selama Melati tetap menjadi istrinya. Dia ikhlas dan tidak akan memaksa Melati untuk melakukan kewajiban yang satu itu. Dia berusaha memahami.
Pagi-pagi sekali Mas Kalingga sudah ditelepon oleh Ibu yang meminta Mas Kalingga segera ke rumah Viola. Istri keduanya itu sudah menghidangkan makanan kesukaan Mas Kalingga.
Mas Kalingga hanya mampu menatap Melati tanpa kata tapi Melati diam tidak akan pernah melarang pergi atau meminta pria itu untuk tetap berada bersama mereka. Sebab semuanya sudah berubah dan hal itu sangat menyakitkannya, tak bisa mengatakan kebenaran itu pada anak-anak yang sangat menyayangi mereka berdua.
"Papa mau ke mana?," tanya Sakura yang baru ikut bergabung di meja makan.
"Iya, sarapan Papa saja masih utuh."
"Nini mau ke Dokter, jadi Papa harus mengantarnya." Hanya kebohongan yang dijadikannya alasan karena kalau jujur akan melukai hati anak-anaknya terutama Sakura. Dia ingin tetap Sakura sehat dan kuat.
"Biarkan Papa pergi," perintah Mama mereka sangat halus dan kedua anak itu mematuhinya.
Tak ingin mengecewakan Melati dan anak-anaknya, Mas Kalingga kembali duduk lalu menghabiskan makanan yang sudah dibuatkan Melati. Benar saja, sebelum Mas Kalingga keluar rumah dia mendapatkan senyum lebar dari kedua putrinya.
Itu sudah lebih dari cukup baginya.
Mas Kalingga sudah tiba di rumah Viola, dia langsung duduk di antara Ibu dan wanita masa lalu yang kini menjadi istrinya.
"Viola sudah sibuk sejak pagi buta menyiapkan makanan kesukaanmu," Ibu yang sangat berantusias.
"Aku bawa ke tempat kerja saja," Mas Kalingga menatap makanan sebanyak itu berlebih dia sudah makan di rumah.
"Makanlah dulu, Kalingga, kamu tidak menghargai usaha Viola." Di sini Ibu yang sangat marah.
"Tidak apa-apa, Bu, kalau Mas Lingga mau membawanya ke kantor untuk makan siang." Viola paham pasti Mas Kalingga sudah makan sarapan yang dibuatkan Melati.
"Tidak! Kalingga harus makan walau sedikit. Istri sudah masak itu harus dihargai apalagi Viola harus berangkat pagi juga untuk bekerja. Kamu antar Viola itu baru ke kantor."
Mas Kalingga tidak ada lagi membantah, dia memakan hidangan Viola dan tetap membawanya untuk makan siang. Lalu mereka berangkat bersama seperti perintah Ibu.
Seharusnya mereka bisa bahagia dengan lepas, status mereka sudah suami istri, sudah saling memiliki tapi kenapa seperti masih ada tembok tebal yang menghalangi keduanya untuk bersikap biasa.
Terlebih bagi Mas Kalingga, cinta yang dulu begitu besar dan bahkan masih ada sampai detik ini untuk wanita itu nyatanya tidak serta merta membuatnya benar-benar sangat bahagia bisa memilikinya.
"Aku seperti orang asing bagimu, ya?." Viola memecah kesunyian di dalam mobil saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.
"Dulu, kamu pergi secara tiba-tiba. Dan sekarang, kamu datang dan menjadi istriku juga dengan tiba-tiba." Masih fokus dengan kemudi.
"Sudah ribuan kali aku meminta maaf padamu, aku melakukan itu demi aku yang sekarang dan aku tetap masih menjaga kesucianku seperti janji kita dulu untuk menikah."
"Sekarang sudah tidak sesederhana dulu."
"Apa karena ada Melati?."
Mas Kalingga diam, jawaban yang cukup menyakitkannya karena bisa saja posisinya sudah terganti wanita itu.
"Semua ini bukan kebetulan semata, Lingga, bisa saja aku jodoh yang tertunda untukmu dan tidak menutup kemungkinan jika aku jodoh dunia akhiratmu."
Mas Kalingga tidak lagi bicara sampai menurunkan Viola di depan rumah sakit. Viola belum beranjak dari sana, menatap mobil Mas Kalingga yang masih terlihat matanya.
"Selamat pagi, Dokter Viola."
Viola menoleh pada orang yang menyapanya.
"Selamat pagi, Dokter Langit." Sambil tersenyum.
"Mobilnya sudah tidak terlihat lagi."
Viola tersenyum lalu mereka mulai berjalan.
"Bagaimana keadaan Ibu Dokter Viola?."
"Sudah sembuh."
"Pria yang tadi?."
Langkah kaki Viola terhenti dan menatap Dokter Langit.
"Kalingga, suamiku."
Dokter Langit tersenyum. "Jadi hanya karena pria itu Dokter Viola memilih jomblo selama meraih gelar Dokter?."
"Iya, hanya karena pria itu. Aku sangat mencintainya."
"Terlihat jelas di mata Dokter Viola."
Keduanya sama-sama tersenyum lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Terus wanita yang Dokter Langit cintai, bagaimana?."
"Yang aku tahu dia sudah bahagia dan memiliki dua putri yang cantik-cantik."
"Dokter Langit tidak seberuntung aku." Viola tertawa.
"Dokter Viola benar, tapi aku ikut bahagia untuknya."
"Dokter Langit sangat berjiwa besar menerima kebahagiaan orang yang dicintai."
Dokter Langit hanya tersenyum.
Mereka pun berpisah karena ruangan praktik mereka berbeda.
Dokter Langit mengeluarkan foto dari dalam laci kerjanya yang paling bawah. Dia menatap seseorang yang sampai detik ini pun masih dicintainya tapi tidak seberuntung Viola yang kembali bisa bersama cintanya. Dia harus meratapi kebodohannya karena telah meninggalkannya demi mengejar gelar Dokter.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Wanita Aries
Oalah Dr langit pny perasaan sama melati
2025-10-06
0
R⁸
pede amat 😒
2025-10-20
0