"Ini malam pertama kita, Kalingga." Viola yang sudah mengenakan gaun kebangsaan kaum hawa saat bersama suami tercinta. Langsung memeluk Mas Kalingga yang bergeming di tempatnya. Menatap keluar jendela yang telah dibukanya.
Saat dia bersama Viola, tidak lagi seperti dulu yang selalu menggebu-gebu. Semuanya hanya tentang Viola, perjalanan cinta pertamanya yang begitu manis dan sangat berkesan. Sehingga meninggalkan memori yang tak akan pernah terhapus.
Namun kini ternyata berbeda, akan selalu ada Melati dan anak-anak yang selalu menempati pikiran teratasnya.
"Bukannya malam ini yang selalu kamu tunggu dari semenjak kita pacaran?. Kamu selalu menahan diri untuk tidak menyentuhku sebelum kita halal. Dan aku masih menjaga kesucianku demi pria yang sangat aku cintai. Yaitu kamu, Kalingga. Aku sekarang telah menjadi milikmu, aku halal bagimu dan kamu boleh menyentuhku sesukamu tanpa ada batas."
Kalingga hanya seorang pria yang memang masih terjebak dalam masa lalunya. Seorang suami baru bagi wanita yang bernama Viola yang merupakan orang lama dalam kehidupannya.
Kalingga hanya bergeming saat tangan Viola mulai melucuti pakaian yang menempel pada tubuhnya. Bukan itu saja, bibir Viola sudah mengecup beberapa titik pada tubuh pria yang telah menjadi suaminya.
Pertahanan Kalingga akhirnya runtuh bersamaan dengan dengan dirinya yang memasuki terdalam dalam tubuh Viola. Dia dan bersama wanita yang masih dicintainya sampai sekarang telah melebur menjadi satu. Kenikmatan tak terbatas dia dapatkan saat ini bersama Viola yang sangat diinginkannya dari sejak dulu.
Terwujud sudah apa yang dirasakannya terhadap Viola, dia bisa memperlihatkan cinta itu saat pelepasan mereka yang terjadi bersama-sama.
"Aku sangat bahagia, Lingga," Viola menaruh tangan pada dada Mas Kalingga.
"Aku mencintaimu dulu, nanti dan sekarang." Viola langsung terlelap dengan posisi memeluk Mas Kalingga. Pria itu mengusap lembut tangan Viola yang memeluknya.
Lalu menurunkan tangan Viola dan dia segera membersihkan diri. Kemudian beranjak keluar kamar, dia akan menghubungi putri sulungnya.
"Kak."
"Papa masih di rumah sakit?."
"Iya, kalian baik-baik saja 'kan?."
"Baik, Pa. Tapi tangan Mama kena air panas jadi jari-jari tangannya ada yang melepuh. Semalam sudah aku obati."
"Mana Mamanya, Kak?. Papa mau bicara."
"Sebentar, Pa." Lili memberikan ponselnya pada Mamanya. "Dari Papa, Ma."
Melati mengambil ponsel dari tangan Lili.
"Bagaimana keadaan Ibu, Mas?."
"Sudah lebih baik, mungkin siang ini sudah boleh pulang."
"Alhamdulillah."
"Bagaimana lukamu?."
Melati diam sambil menatap luka melepuh yang terlihat jelas pada jari tangannya. Tapi luka hatinya karena duga prasangka buruk pada suaminya sangat menggerogoti tubuhnya.
"Mel," panggil Mas Kalingga.
"Nanti kita bicara lagi, Mas, aku harus menyiapkan sarapan untuk anak-anak. Kasihan Lili dan Sakura kalau harus terlambat datang ke sekolah."
"Baik, kita bicara lagi nanti."
Kemudian Melati mengembalikan ponsel pada Lili.
"Papa masih di sana?."
"Iya, tolong jaga Mama dan Sakura untuk Papa, ya, Kak. Kakak juga harus menjaga diri baik-baik."
"Iya, Papa. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Kak."
Mas Kalingga memegang erat ponselnya, ada luka yang tidak bisa bagi pada siapa pun di saat dia juga merasa bahagia bisa bersama Viola.
Sebuah tangan melingkari pinggang sampai perut Mas Kalingga. Tangan siapa lagi kalau bukan tangan istri siri sekaligus istri keduanya.
"Aku ingin mengulang malam panas kita, Lingga," tak meminta persetujuan suaminya iya atau tidak. Wanita cantik itu sudah memposisikan dirinya untuk dimasuki suaminya.
Mas Kalingga menuruti apa yang diinginkannya istrinya karena dia sendiri pun menginginkan. Menikmati istri yang sudah sejak dulu diidamkannya.
*
Mas Kalingga sudah pulang ke rumah namun tanpa Ibunya karena seperti yang sudah dikatakannya pada Melati dan kedua anaknya kalau Ibunya lebih memilih tinggal bersama Viola demi kesehatannya.
Sakura langsung berada dalam pelukan Papa yang sangat dirindukannya.
"Papa tak pulang jantungku terasa berhenti berdetak."
Melati yang ikut mendengar hanya mampu berpegangan pada pinggiran meja. Hatinya terasa dicabik-cabik. Jika selama dua tahun ini dia yang merasa paling tersakiti atas hubungan pernikahan ini. Tapi nyatanya Sakura jauh lebih menderita darinya.
"Papa sudah ada di sini bersamamu, sayang."
Sakura mengangguk sambil memperhatikan wajah Papanya. "Aku sayang Papa."
Kemudian mata Sakura beralih pada Melati yang masih sibuk di dapur. "Aku juga sangat sayang pada Mama."
Melati yang mendengar langsung menoleh pada Sakura sambil tersenyum. "Mama juga sangat sayang sama Sakura, Lili."
"Papa juga, Ma," celetuk Sakura tersenyum.
Melati mengangguk lirih.
"Papa juga sangat sayang, sangat...sangat...sayang pada Mama, Kak Lili dan Sakura."
Sakura tersenyum lebar lalu menghadiahi Papanya dengan sebuah kecupan.
Mas Kalingga ikut bermain dengan Sakura dan Lili bermain di ruang keluarga. Ada beberapa mainan baru yang dibawa Lili dari sekolah sebagai hadiah karena Lili juara lomba satu membaca surat-surat pendek dan artinya.
Kemudian Mas Kalingga meninggalkan kedua putrinya yang semakin asyik bermain. Dia segera ke kamar mencari istrinya, dia mau dan harus bicara jujur pada istrinya mengenai pernikahannya. Sebab dia tidak mau mengecewakan istri dan anak-anaknya semakin dalam.
"Mana luka tanganmu, Mel?," sambil meraih tangan Melati. Mas Kalingga melihat ada beberapa luka melepuh.
"Apa sakit?," meniup luka-luka itu.
"Luka itu tidak sakit sama sekali, Mas. Tapi di sini," Melati menarik tangannya lalu dengan tangan itu dia menunjuk dadanya.
"Di sini yang paling sakit, Mas." Kembali Melati mengatakan itu dan kini memukul dadanya. Matanya sudah basah, sejak kemarin dia menepis tentang apapun tentang suaminya. Tapi setelah melihat beberapa tanda merah pada leher suaminya dia kembali yakin bahwa instingnya sebagai istri tidak pernah salah.
Pada awalnya Melati bergabung dengan Mas Kalingga dan kedua anaknya bermain namun rasa kecewa dan sakit hati membuatnya menjauh pergi dari mereka semua. Matanya menangkap beberapa tanda merah pada leher suaminya, tanda yang tidak pernah sama sekali dibuatnya.
"Maafkan, Mas, Mel. Mas salah dengan menikahinya."
Bibir Melati bergetar dibarengi derasnya air mata yang jatuh menetes. Sumpah demi apapun rasanya sangat sakit sekali. Kejujuran suaminya yang hampir saja membuatnya hilang kendali.
"Tidak ada yang salah dengan pernikahan Mas Kalingga dengan Viola," suara Melati tiba-tiba hilang.
Dia tidak sanggup mengatakan apapun lagi, dia memberikan jalan pada air matanya untuk tetap keluar sampai dia puas. Tidak mau memaksakan hatinya yang terluka untuk menerima keadaan ini. Dia harus merasakannya walau teramat sangat sakit.
"Tolong maafkan, Mas, mengertilah sedikit saja posisi Mas yang merupakan seorang anak dari seorang Ibu yang sekarang sedang sakit-sakitan."
Tak kuasa dengan kata-kata dari suaminya, Melati menutup wajah dengan kedua tangannya. Meredam suara tangis dan suara hati yang kian berontak meminta disuarakan. Ingin membalas kata-kata Mas Kalingga yang sangat melukainya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Mumtaz Zaky
mintaddi mengerti tapi gak mau ngertiin
2025-10-06
0
Jolanda Lengkey
dasar suami egois/Toasted/
2025-10-22
0