Agatha mengangkat satu alis, matanya menyipit menatap sosok di hadapannya.
Aroma nikotin menyengat hidungnya, membuatnya tanpa sadar mengibaskan tangan di depan wajah. “Kamu merokok?”
Larast hanya mendengus, tidak menggubris. Ia mencoba melewati Agatha, bahunya sengaja menyenggol siswa di depannya itu. “Cih, bukan urusan, loe!”
Namun, Agatha tidak membiarkannya lolos. Ia mencengkram pergelangan tangan Larast, menahannya dengan kuat. “Aku ingin bicara, dengarkan.”
“Apa mau, loe? gertak Larast, matanya memicing tajam. Mengamati judogi yang dikenakan siswa di depannya sekarang.
“Loe, loe … Aku Agatha ..” Agatha berpikir sejenak, “Aries, namaku Aries kamu tahu, kan?” Dengan terbata-bata Agatha mengubah namanya sesuai masa sekarang.
Larast mendengus geli,“Nggak nanya.” Ia memasukkan jari telunjuk ke hidung, mengupil dengan santai seolah siswa yang terang-terangan memperkenalkan namanya sebagai Aries tidak ada di sana.
Agatha mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi.
“Sudah?” tantang Larast, wajahnya mendekat dengan senyum mengejek.
Dengan cepat, Agatha mendorong kening Larast dengan jarinya.
“Pantas saja dia seperti ini.” Sepasang mata Agatha menelusuri tubuh Larast, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia melihat plester luka di sana-sini, memar yang samar terlihat di balik seragamnya.
Larast menyeringai, salah mengartikan tatapan Agatha. “Dasar mesum!” Tanpa aba-aba, ia melayangkan tendangan ke arah lutut Agatha.
Beruntung, insting seorang kapten Judo menyelamatkannya. Agatha mengangkat kaki, menangkis serangan Larast dengan mudah.
Larast kembali mencondongkan wajahnya, nyaris menempel pada wajah Agatha. Matanya menelusuri setiap inci. Lalu, sebuah kilatan memori terbesit. Tentang Turnamen Judo yang pernah Larast lihat. Sosok yang lincah, kuat, dan tenang di atas matras. Jantungnya berpacu liar. Tidak mungkin, batin nya bergejolak. “Dia... siswa itu?”
“Kau…” Suaranya tercekat, nyaris tak terdengar.
“Apa?” Agatha mengangkat dagunya.
“Kau yakin, kau Aries?”
“Iya, Aku Aries,” Agatha mendorong kening Larast untuk kedua kalinya, “Jangan terlalu dekat.”
“Apa kamu selalu bersikap seperti ini?”
“Bagaimana jika guru tahu? Kamu merokok di sekolahan … lalu, pikirkan kesehatanmu. Kamu ingin mati muda hanya untuk asap?”
Omelan Agatha membuat jantung Larast berdebar tak terkendali. Sensasi aneh menjalar di sekujur tubuhnya, membuatnya bertindak tanpa berpikir panjang. Ia sedikit berjinjit, mendekatkan bibirnya ke bibir Agatha yang selama ini ia kagumi.
Cup.
Kecupan singkat itu mendarat tanpa peringatan, membuat Agatha membeku di tempatnya.
Matanya membulat karena terkejut, otaknya seolah berhenti berfungsi. Ia tidak menyangka Larast akan melakukan hal seperti ini.
“Kan loe udah diem, minggir!” ujar Larast, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia menyenggol bahu Agatha dan melewatinya, berusaha menjauh secepat mungkin.
Sedangkan Agatha masih terpaku, syok dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
Otaknya serasa error, tidak mampu memproses apa yang baru saja terjadi. Ia hanya bisa menatap punggung Larast yang semakin menjauh.
Begitu Larast menghilang dari pandangannya, Agatha baru tersadar. "Eh ...!"
Cuh!
Cuh!
Cuh!
Agatha menyeka bibirnya dengan kasar, berusaha menghilangkan jejak ciuman Larast yang tanpa permisi.
“Dasar gadis tidak waras!” gerutunya kesal. Tangannya masih terus mengusap-usap bibirnya, seolah tidak rela.
Dia kemudian bergegas kembali ke ruang ganti, melepaskan judogi dan menggantinya dengan seragam sekolah. Pikirannya masih kacau setelah kejadian di gudang dan kecupan tak terduga itu.
“Kemana aja, bro?” Sebuah tepukan di pundaknya membuat Agatha tersentak.
Ia menoleh dan mendapati Reza berdiri di belakangnya. Alisnya mengernyit. Memori tentang perselingkuhan Reza dengan istrinya di masa depan menghantamnya, membuatnya enggan berurusan dengan sahabatnya itu.
Reza memutar bahunya perlahan, meringis kesakitan akibat demonstrasi yang mereka lakukan di gymnasium tadi.
“Ries, emang gue ada salah sama lu?” tanyanya, mencoba mencari tahu penyebab kekesalan Agatha yang dilampiaskan padanya saat latihan tadi.
“Udah, aku mau balik dulu,” jawab Agatha singkat, berusaha menghindari percakapan lebih lanjut.
“Nggak bareng aku?” tanya Reza, heran karena biasanya mereka selalu bersama.
“Nggak,” jawab Agatha tanpa basa-basi, lalu meninggalkan ruang ganti.
Agatha berjalan menyusuri koridor kelas yang mulai sepi, pikirannya berkecamuk.
'Bagaimana bisa ia terjebak kembali ke masa lalu? Dan yang lebih penting, bagaimana caranya ia bisa kembali ke masa depan?'
“Terus, cara baliknya gimana?” gumamnya bingung. “Akh... harus mulai belajar lagi buat kuliah, bikin skripsi... Astaga!” keluhnya frustrasi.
Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Ia tersadar bahwa karena ia kembali ke masa lalu, berarti tragedi kebakaran yang merenggut nyawa ibunya belum terjadi.
Bayangan ibunya muncul di benaknya, membuat langkahnya semakin cepat menuju rumah.
“Aku masih bisa melihat Ibuku,” gumamnya, jantungnya berdebar kencang membayangkan pertemuannya kembali dengan wanita yang sangat ia rindukan.
Rasa bersalah yang selama ini menghantuinya perlahan menghilang.
Agatha berhenti di halte depan sekolah, menunggu bus yang akan membawanya pulang.
Bus tiba, Agatha segera naik. Ia tersenyum, menikmati sensasi duduk di kursi empuk setelah sekian lama.
Perjalanan panjang menuju rumah, salah satu hal yang dirindukan saat sekolah.
Bus mulai melaju, namun teriakan seseorang di jalan membuat Agatha menoleh ke jendela.
“Berhenti!” teriak Larast dengan napas terengah-engah, berusaha mengejar bus yang sudah berjalan.
Namun, karena sudah melewati halte, sepertinya sopir enggan untuk berhenti.
Agatha kembali menutup jendela, mengabaikan Larast. “Gadis payah, ngapain aja dari tadi,” gerutunya kesal.
Namun, rasa penasaran mengalahkan egonya. Agatha membuka kembali jendela dan menoleh ke belakang. Ia melihat Larast yang tampak putus asa, berhenti berlari dan menunduk lesu.
“Sepertinya dia gadis yang bersemangat, kenapa ingin mengakhiri nyawanya hanya karena sakit?”
Sesaat, Agatha merasa iba. Tapi ia segera menepis perasaan itu.
“Besok lagi aku akan cari tahu tentang dia,” gumam Agatha. “Sekarang waktunya pulang dan bertemu Ibuku dulu.” Ia menutup jendela dan bersandar di kursinya.
Flashback (POV LARAST)
“Iya, aku Aries.”
Mendengar itu Larast mati-matian menyembunyikan senyum yang hampir merekah di bibirnya.
Setiap kata yang keluar dari bibir Aries bagaikan gema di telinga Larast, mengusik pikirannya.
“Ini tidak terjadi di masa lalu.”
Cup.
Entah dorongan apa, bibir Larast bergerak sendiri, mendarat di bibir Aries.
“Di kehidupan ini, semuanya akan sesuai keinginanku. Aku ingin mengungkapkan perasaanku.” batin Larast
Melihat ekspresi terkejut di wajah Aries, Larast langsung menarik wajahnya dengan panik.
Rasa gugup yang membuncah di tutupi dengan ucapan kasar. “Kan loe udah diem, minggir!” Dibalik itu Jantungnya berdebar tak karuan, nyaris meledak.
Laras segera berlari, meninggalkan Aries yang mungkin saja memaki di belakangnya.
“Ah, apa yang aku lakukan!” Sesampainya di kelas, Larast memukul kepalanya sendiri. Kilasan bayangan saat mencium Aries terus terlintas, membuatnya kesal karena melakukan hal segila itu.
“Tapi, apa sebenarnya yang membuat dia mencari ku?” Larast mencoba keras memikirkan maksud Aries yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya.
Padahal, di kehidupan masa lalunya, dia dan Aries bahkan tak pernah bertatap muka secara langsung.
“Apa dia juga dari masa depan?”
Sebuah pikiran yang menggelitik membuat Larast buru-buru meraih tas.
“Aku harus mencari tahu.”
Namun, saat Larast tiba di depan kelas Aries, keberadaan siswa yang kini membuatku penasaran itu menghilang. “Akh... kemana dia?” Larast menyusuri koridor, matanya menyapu setiap sudut.
Kemudian, dia melihat Aries berlari keluar dari halaman sekolah. Tanpa pikir panjang, Larast mengejarnya, langkahnya menguat, namun tak mampu mengimbangi kecepatan kaki kapten Judo.
Saat tiba di halte, Larast melihat Aries sudah duduk di dalam bus. Nafasnya tersengal, namun dia kembali berlari sekuat tenaga.
“Berhenti!” teriaknya, suaranya serak.
Namun, bus itu tidak berhenti. Yang dia lihat hanya Aries mencondongkan kepalanya keluar jendela, menatapnya dari kejauhan, sebelum bus itu melaju, membawanya pergi.
Flashback Off.
Cerita ini khayalan Author, jadi sekiranya muter-muter gak ngerti skip aja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
🌹Widianingsih,💐♥️
ini Agatha=Aries orang yang sama ?
Lalu dua orang ini sama-sama kembali ke masa lalu ?
2025-09-26
2
𝐇⃟⃝ᵧꕥ 𝐄𝐬𝐭𝐡𝐞⧗⃟ₛᴳᴿ🐅
spasi agak jauh say. dijarak agak panjang biar gak disangka masih satu rangkaian POV dr Aries.
mungkin bisa spasi 3/4 kali.
2025-09-20
0
Avalee
Sekedar saran ya thor. Tolong buat supaya leukimiany larast lenyap. Kasian thor. Kita bisa liat aries aka agatha ini menderita di masa depan. Bikin laras menghadapi apa kek selain sakit asal bisa sama si aries 😭😭😭😭
2025-09-19
0