Aku Kekasih Halalmu • Teka-teki Tanpa Aba-aba

Setelah mata kuliah pertama-nya selesai pada pukul sebelas lewat beberapa menit, sekarang Hana sudah berada diperpustakaan Universitas Mandala. Ada beberapa buku yang harus dicarinya untuk dijadikan referensi tugas, tetapi memang dia yang salah tempat, alhasil perempuan itu hanya menghabiskan waktunya dengan membaca sebuah novel yang sudah ia ambil sebelumnya. Ia membaca sambil bertopang dagu.

Hal ini dikarenakan buku yang ia cari tidak ada di sini, dan harusnya perempuan itu mencarinya di perpustakaan Fakultas ataupun perpustakaan prodi. Buku-buku tentang PAUD memang sangat sulit untuk dijumpai, disebabkan prodi PG PAUD baru akhir-akhir ini mulai diperbincangkan. Sehingga untuk referensi masih disiapkan oleh Universitas ataupun dosen-dosen PAUD.

Hana duduk seorang diri karena Nengsih tidak pernah ingin ke perpustakaan. Tidak hanya malas, perutnya lebih penting dibanding tugas yang akan dikumpul minggu depan.

“Selagi masih bisa SKS, ngapain sekarang?” menjadi pegangaan Nengsih selama menjadi seorang mahasiswa.

Well, ngomong-ngomong soal Nengsih, perempuan yang bernama lengkap Nengsih Ayuningtyas itu berasal dari Bandung, Jawa Barat. Tidak sesuai namanya yang terdengar ayu, elegan, anggun, dan tentunya manis. Nengsih sangat tomboy dan tidak ada anggun-anggunnya.

Nengsih kebetulan kuliah di jurusan Keguruan, mengharuskannya menggunakan rok. Jika tidak, maka ia tidak akan sudi mengenakannya. Rambutnya selalu dicepol, Hana bahkan berani jamin jika Nengsih jarang menyisir rambutnya kalau bukan sedang ada kelas. Kaki yang tidak pernah lepas dari sepatu. Tidak seperti perempuan lain yang akan memilih mengenakan flat shoes.

Gelang hitam yang tidak lepas dari pergelangan tangan dan wajah yang sama sekali tidak pernah tersentuh sama yang namanya make-up.

“Hubungan lo sama Galang masih jalan?”

Tiba-tiba fokus Hana untuk membaca novel hilang. Perempuan itu tiba-tiba teringat pertanyaan nengsih soal hubungannya dengan Galang.

“Maksud lo?” Hana nampak tidak mengerti kenapa Nengsih tiba-tiba menanyakan perihal hubungannya.

Nengsih mengedikkan bahunya. “Nggak maksud apa-apa. Gue cuma nanya doang. Kan, lo udah lumayan lama sama Galang. Jadi, wajar, kan, gue nanya kayak gitu?”

“Tapi ini bukan lo yang bakalan nanya-nanya begini,” kata Hana.

Nengsih memilih tidak menjawab dan fokus pada ponselnya. Sedangkan Hana masih menatap teman dekaatnya itu dengan kening mengkerut.

“Lo … nyembunyiin sesuatu?”

Nengsih kembali menatap Hana saat login mobile legend tinggal menunggu war. Perempuan itu menampilkan senyum manisnya. “Tahu atau enggaknya gue tentang sesuatu, kalau itu menyangkut lo sendiri, mending lo aja yang langsung tahu atau orang yang bersangkutan yang ngasih tahu lo. Karena, gue yakin manusia kalau udah jatuh cinta, perkataan orang lain bagaikan pasir diatas batu yang diterpa angin ribut. Nggak bakalan ada yang nyangkut.”

Hingga kelas pertama usai dan Hana yang sudah ada diperpustakaan, omongan Nengsih masih terbayang oleh-nya. Tidak hanya papa-nya saja yang mengundang teka-teki untuknya, Nengsih juga ikut memberikan teka-teki yang membuatnya semakin pusing. Lagi pula, tumben sekali manusia seperti Nengsih itu berbicara seperti tadi?

***

Jarak antara perpustakaan utama dengan Fakultas Hana cukup jauh. Setelah selesai membaca –walaupun hanya membaca novel dan lebih banyak kepikiran soal omongan Nengsih, Hana keluar dari perpustakaan dan menuju ruang kelasnya. Karena jam sudah menunjukkan pukul 1 untuk mata kuliah berikutnya.

Matahari yang terik menemani perjalanan Hana menuju kelas. Flat shoes hitam, kaus kaki semata kaki, rok dasar bergaya span, tank top hitam, dan cardigan rajut putih menunjang penampilannya ke kampus hari ini. Serta rambut yang dibiarkan tergerai dan totebag.

Setelah sampai diruang kelas, Hana segera mengambil tempat dan duduk disebelah Nengsih yang tadi melambai padanya. Perempuan itu sedang meminum boba kesukaannya dan menawarkannya pada Hana. Dengan senang hati Hana menyeruputnya, kebetulan sekali ia sangat haus.

“Haus, Bun?”

“Banget.” Nengsih geleng-geleng kepala.

“Dari mana, sih, emangnya?” tanya Nengsih karena ia melihat keringat Hana yang lumayan banyak.

“Perpustakaan.”

“Fakultas atau Prodi?"

Hana menggeleng. “Universitas.”

Nengsih melongo lalu menyentil kening Hana dengan kesal.

“Auh! Apaan sih?!” bentak Hana tidak terima karena perempuan itu tiba-tiba menyentil keningnya yang tentu saja sangat sakit.

Nengsih juga langsung mengambil paksa minumannya yang masih dipegang Hana. “Lo ngadem? Udah tahu nggak ada buku PAUD di sana. Ngapain kesana, hm?”

“Iya. Ngadem. Puas lo!” balas Hana nge-gas.

Nengsih tertawa mendengarnya. “banget,” katanya lalu menyeruput minumannya membuat Hana berdecak.

Mengenai anggota kelas, semua anggota kelas dikelas Hana ini perempuan. Maklum saja, Keguruan apalagi prodi PG PAUD, sangat jarang diminati oleh laki-laki. Meskipun begitu, diangkatan Hana masih ada satu laki-laki, tetapi dikelas yang berbeda.

Semuanya sudah hadir, namun sang dosen belum juga datang. Saat ditanya pun pada ketua kelas, jawabannya ‘belum dibalas sama Ibu’. Jadilah mereka menunggu hingga tiga puluh menit berlalu.

“Riska, gimana? Udah ada kabar belum? Udah lewat dari setengah jam nih, ngantuk banget gue, sumpah,” teriak Lana pada Riska setelah sepuluh menit berlalu, kabar dari dosen masih belum ada.

Riska –ketua kelas yang dipanggil pun menoleh. Ia yang sedang duduk bersama teman-temannya sambil bermain tik-tok pun melirik ponselnya sebentar, dan yang lain ikut menyimak sambil menunggu.

Riska kemudian mengangkat ponselnya. “Belum. Di read aja belum sama Ibu. Kalian sabar, yaa.” Terdengar helaan napas dan decakan dari semua anggota kelas.

“Asem! Dikira nggak capek apa, nunggu!”

“Kuat, kok gue. Kuat. Nunggu doi selama bertahun-tahun aja, kuat. Apalagi ini.”

“Cukup jemuran aja yang digantung, yang ini jangan, deh.”

“Dosen, woi! Dosen! Sabar!”

Begitulah keluhan yang terdengar sebagai bentuk kekesalan mereka ketika masih harus menunggu. Entah berapa lama lagi mereka harus duduk diam diruangan ini tanpa kepastian.

Terlebih Nengsih yang sudah mengeluarkan sumpah serapahnya sejak tadi. Membuat Hana yang mendengarnya hanya bisa tertawa sambil berkata, “sabar, yaa.”

***

Tiga puluh menit kemudian kembali berlalu, tetapi masih belum ada tanda-tanda jika mereka akan pulang. Ada yang bermain ponsel, bercerita, berfoto, berjoget, dan sebagainya. Mereka melakukan hal itu untuk melawan kebosanan yang sudah melanda sejak tadi.

Ting!

Riska yang dari tadi masih asik berjoget tik-tok dengan teman-temannya pun langsung membuka ponsel ketika ada pesan masuk. Saat itu juga setelah membuka dan membaca chat tersebut, sang ketua kelas tersenyum dengan sangat lebar.

Ibu Nina Dosen

Hari ini saya tidak bisa masuk.

Kita ganti hari saja yaa.

Anak saya lagi di rawat.

Riska

Baik, Bu.

Akan Riska sampaikan ke teman-teman ya Bu.

Ibu Nina Dosen

Makasih

Riska

Sama-sama Ibu

“Woi! Ibu nggak masuk. Kita bakalan ganti jadwal!” Riska langsung meneriaki informasi yang ia dapat dan seketika kelas menjadi heboh.

“Gitu dong! Dari tadi kek.”

“Tahu, nih. Malah disuruh nunggu dulu.”

“Udah, nggak usah Bacot. Mending langsung pulang.” Riska segera menyudahi bacotan anggotanya, dan hanya menampilkan cengiran khas gigi rapi pada sang ketua.

Kemudian kelas bubar dan semuanya kembali pada kost dan rumah masing-masing.

***

Terpopuler

Comments

Aerilyn Bambulu

Aerilyn Bambulu

Alur ceritanya keren banget!

2025-09-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!