Pertaruhan

Ruang perang di penthouse Isabella berdenyut dengan energi yang berbeda. Ketegangan erotis dan negosiasi berbahaya beberapa jam lalu telah menguap, digantikan oleh fokus setajam laser dari sebuah operasi militer. Peta holografik kota kini meredup, digantikan oleh denah arsitektur Hotel Caspian yang kompleks. Di layar utama, wajah Bianca "Ghost" Moretti terpampang, matanya yang dihiasi eyeliner gelap menari-nari di antara barisan code yang ia ketik dengan kecepatan kilat. Isabella berdiri seperti seorang jenderal, tangannya bersedekap, mengamati semua dengan intensitas diam. Marco, si banteng setia, berdiri di sudut, kehadirannya seperti sebuah jangkar besi yang menenangkan.

Dan di tengah semua itu, berdiri Leo.

Ia bukan lagi Leo sang Chef yang tangannya berlumuran tepung. Ia adalah konduktor dari orkestra baru yang mematikan ini. Dua orang berdiri di hadapannya, mendengarkan setiap katanya dengan perhatian penuh. Mereka adalah "alat" yang ia minta. Si Kembar, meskipun bukan saudara sedarah, kekompakan mereka melegenda di dunia bawah tanah. Riko, seorang pemuda ramping dengan senyum licik dan gerakan seperti musang. Di sebelahnya adalah Maya, wanita dengan rambut cepak dan mata elang yang dingin, setiap otot di tubuhnya adalah definisi dari efisiensi yang terkendali. Mereka adalah spesialis infiltrasi, mantan perampok dan praktisi parkour perkotaan yang direkrut Isabella karena keahlian unik mereka.

"Aku ulangi," kata Leo, suaranya tenang namun bergema dengan otoritas yang mengejutkan semua orang, termasuk dirinya sendiri. "Tujuan kita bukan kekerasan. Tujuan kita adalah penghinaan. Kita tidak mencuri, kita mengganti."

Ia menunjuk ke sebuah gambar 3D dari sebuah brankas di layar. "Menurut intel Bianca, ini adalah ruang penyimpanan VVIP Hotel Caspian. Di dalamnya, Viktor menyimpan peralatan pribadinya untuk permainan malam ini. Dua puluh set kartu kasino premium, masih tersegel. Dan yang terpenting, lima koper berisi cip poker keramik yang dibuat khusus untuknya, masing-masing dengan logo keluarga Rostova."

Riko menyeringai. "Jadi kita hanya perlu masuk, ambil barangnya, dan pergi? Terlalu mudah, Chef."

"Bukan mengambil, Riko. Mengganti," koreksi Leo. Ia membuka sebuah koper aluminium di atas meja. Di dalamnya, tersusun rapi, ada dua puluh dek kartu yang identik dan lima set tumpukan cip poker yang juga berlogo Rostova. Itu adalah hasil kerja kilat dari salah satu kontak terbaik Isabella. "Ini adalah 'hadiah' kita."

Maya mengambil satu dek kartu, memeriksanya dengan teliti. "Terlihat identik."

"Terlihat, ya," kata Leo. "Tapi kartu-kartu itu memiliki lapisan tipis yang hanya bisa dilihat di bawah sinar UV. Lebih penting lagi, urutannya sudah diatur. Di setiap dek, kartu-kartu bernilai tinggi seperti As dan King sengaja dikelompokkan bersama dalam jumlah yang tidak wajar. Ini akan menciptakan permainan yang kacau, penuh dengan bad beat dan kemenangan yang mustahil, cukup untuk membuat pemain paling berpengalaman pun curiga."

Kemudian ia mengambil sebuah cip poker palsu. "Dan cip ini. Beratnya 0,5 gram lebih ringan dari aslinya. Tidak akan terasa oleh orang biasa. Tapi bagi para penjudi profesional yang memegangnya selama berjam-jam, perbedaannya akan terasa seperti bisikan di alam bawah sadar. Selain itu,"Leo tersenyum tipis" cip ini dilapisi polimer bening yang akan bereaksi dengan panas dan minyak alami dari tangan. Setelah satu jam, cip ini akan meninggalkan noda kebiruan yang sangat samar di ujung jari siapa pun yang memegangnya."

Keheningan melanda ruangan. Bianca berhenti mengetik sejenak, menatap Leo dengan kekaguman. Marco mengangkat alisnya. Ini bukan sekadar balas dendam. Ini adalah mahakarya perang psikologis.

"Rencana permainannya," lanjut Leo, beralih ke peta. "Riko, Maya, kalian akan masuk melalui atap gedung sebelah. Dari sana, ada jembatan servis. Bianca akan menonaktifkan sensor tekanan di sana selama tiga puluh detik. Cukup waktu untuk kalian melintas. Setelah itu, kalian masuk ke saluran ventilasi utama. Bianca akan memandu kalian."

"Ruang VVIP ada di lantai 42. Dilindungi oleh dua penjaga dan selusin kamera," kata Riko, menyebutkan tantangannya.

"Di situlah bagianku," sela Bianca dari layar. "Saat kalian berada lima meter dari koridor ruang penyimpanan, aku akan memulai loop rekaman CCTV selama lima menit. Semua kamera di koridor itu akan menampilkan rekaman kosong dari lima menit sebelumnya. Para penjaga tidak akan melihat apa-apa dari monitor mereka. Aku juga akan mengirimkan sinyal frekuensi rendah yang akan mengganggu komunikasi radio mereka untuk sementara, jadi mereka tidak bisa melapor."

"Lima menit," gumam Maya, matanya berkilat. "Waktu yang sangat sempit."

"Kalian adalah yang terbaik. Lima menit lebih dari cukup," kata Leo, menanamkan kepercayaan diri. "Masuk, buka brankas, Bianca akan memberimu kodenya, lakukan pertukaran, dan keluar melalui rute yang sama. Jelas?"

Si Kembar mengangguk serempak, wajah mereka kini serius dan fokus. Mereka mengambil koper berisi peralatan palsu itu.

Isabella, yang sedari tadi diam mengamati, akhirnya angkat bicara. Ia berjalan mendekati Leo, tatapannya menusuk. "Ini adalah pertaruhan besar, Leo. Aku mempertaruhkan reputasiku pada sebuah rencana yang terdengar seperti lelucon. Jika ini gagal..."

"Ini tidak akan gagal," potong Leo, kepercayaan dirinya mengejutkan Isabella. "Karena kita tidak menyerang kekuatannya. Kita menyerang kelemahannya. Dan kelemahan terbesar seorang tiran adalah keyakinan bahwa ia tidak terkalahkan."

Isabella menatapnya lama, lalu senyum predator yang berbahaya itu kembali tersungging di bibirnya. "Kalau begitu, jangan mengecewakanku, Alkemisku." Ia berbalik ke arah timnya. "Berangkat."

Satu jam kemudian, ruang perang itu telah berubah menjadi pusat komando yang sunyi dan menegangkan. Di layar utama, sebuah hitung mundur digital besar berwarna merah menunjukkan 00:05:00. Di layar-layar yang lebih kecil, Bianca menampilkan berbagai sudut pandang, rekaman CCTV hotel, denah ventilasi yang bergerak, dan dua titik hijau yang mewakili Riko dan Maya.

Leo berdiri di depan konsol utama, di samping Isabella. Ia bisa merasakan ketegangan wanita itu, bahunya yang sedikit kaku, buku-buku jarinya yang memutih saat ia menggenggam sandaran kursi. Kehadiran Leo yang tenang tampaknya menjadi satu-satunya penyeimbang di ruangan itu.

"Mereka sudah di posisi, di atas jembatan servis," lapor Bianca. "Sensor tekanan aktif. Aku akan mematikannya dalam tiga... dua... satu... Sekarang!"

Di salah satu layar, sebuah ikon gembok berubah menjadi hijau. Dua titik hijau di denah melesat cepat.

"Lintasan aman. Tiga puluh detik berlalu. Sensor kembali aktif," kata Bianca. "Mereka masuk. Sekarang di sistem ventilasi utama, menuju ke bawah menuju lantai 42."

Waktu terasa merayap. Leo memperhatikan titik-titik hijau itu bergerak perlahan melalui labirin saluran yang rumit. Ia bisa membayangkan debu, kegelapan, dan ruang sempit di sana. Satu kesalahan langkah, satu suara yang terlalu keras, bisa menggagalkan segalanya.

"Patroli penjaga di koridor lantai 42. Tiga puluh detik lagi," lapor Marco yang sedang memonitor jadwal keamanan.

"Aku lihat mereka," kata Bianca. "Riko, Maya, berhenti bergerak. Tahan posisi."

Titik-titik hijau itu berhenti. Seluruh ruangan menahan napas. Mereka hanya bisa menunggu, tak berdaya, berharap pada keheningan Si Kembar. Setelah apa yang terasa seperti selamanya, Marco berkata, "Koridor aman."

"Oke, kalian bisa bergerak," kata Bianca. "Kalian berada sepuluh meter dari pintu keluar ventilasi. Tepat di atas titik buta kamera. Bersiaplah. Loop akan dimulai."

Leo menatap Isabella. Wanita itu balas menatap, matanya gelap dan penuh antisipasi. Ini adalah momen krusial.

"Lima menit," kata Bianca, suaranya mantap. "Dimulai dari... sekarang."

Hitung mundur merah di layar utama mulai berjalan: 00:04:59, 00:04:58...

Di layar CCTV, gambar koridor yang kosong tampak normal. Tapi Leo tahu itu adalah ilusi. Di dunia nyata, Riko dan Maya meluncur keluar dari lubang ventilasi seperti bayangan, mendarat tanpa suara di lantai berkarpet tebal. Mereka bergerak cepat ke pintu ruang penyimpanan.

"Kode brankas: 8-1-5-9-2," bisik Bianca ke earpiece mereka.

Riko memutar kenop brankas dengan kecepatan dan keahlian seorang profesional. Terdengar bunyi klik yang memuaskan. Pintu baja yang berat terbuka. Di dalamnya, tersusun rapi, adalah harta karun Viktor.

00:03:42

"Mulai pertukaran!" perintah Leo pada dirinya sendiri, seolah ia berada di sana.

Riko dan Maya bergerak dengan efisiensi yang menakjubkan. Maya mengeluarkan semua dek kartu dan koper cip asli, menyerahkannya pada Riko yang memasukkannya ke dalam tas kosong. Lalu, Riko menyerahkan peralatan palsu dari koper aluminium, dan Maya menatanya kembali di dalam brankas persis seperti posisi semula.

00:02:15

"Sial," desis Bianca. "Ada pergerakan tak terduga. Satu penjaga meninggalkan posnya, berjalan menuju koridor."

Jantung Leo seolah berhenti berdetak. "Berapa lama lagi dia sampai?"

"Satu menit. Mungkin kurang."

00:01:30

"Riko, Maya, percepat!" desak Leo.

Di dalam benaknya, ia bisa melihat mereka bergerak lebih cepat, tangan mereka menjadi kabur. Koper terakhir ditukar. Riko menutup pintu brankas, memutar kuncinya.

00:00:58

"Keluar! Keluar sekarang!"

Mereka melesat kembali ke lubang ventilasi. Maya masuk lebih dulu, Riko menyusul tepat di belakangnya.

00:00:15

Pintu di ujung koridor terbuka. Sosok penjaga muncul. Ia berjalan perlahan, melihat sekeliling.

00:00:05

Riko berhasil menarik kakinya masuk ke dalam ventilasi dan menutup panelnya kembali tanpa suara.

00:00:00

Loop rekaman berakhir. Kamera kembali menampilkan gambar real-time. Koridor itu kosong dan sunyi, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Penjaga itu mengangkat bahu dan kembali ke posnya.

Seluruh ruang perang meledak dalam kelegaan yang sunyi. Bianca bersandar di kursinya, mengusap keringat di dahinya. Marco mengembuskan napas panjang.

Isabella menoleh pada Leo, dan di matanya ada sesuatu yang baru. Bukan hanya kekaguman, tapi rasa hormat yang tulus. "Fase pertama berhasil, Alkemis," katanya pelan. "Sekarang, mari kita saksikan pertunjukannya."

Di layar lain, Bianca berhasil meretas kamera keamanan tersembunyi di salah satu detektor asap di dalam ruang poker VVIP. Gambarnya sedikit berbintik, tapi cukup jelas. Ruangan itu adalah lambang kemewahan. Dinding berpanel kayu gelap, permadani tebal, dan di tengahnya sebuah meja poker yang dikelilingi oleh beberapa pria paling berbahaya di Asia. Ada Tuan Tanaka dari Yakuza, dengan setelan jas sempurna dan wajah tanpa ekspresi. Ada Tuan Chen dari Triad Hong Kong, seorang pria tua kurus dengan senyum yang tidak pernah mencapai matanya. Dan di kepala meja, duduklah Viktor Rostova.

Ia adalah raja di istananya. Sombong, percaya diri, menuangkan wiski mahal untuk lawan-lawannya, tertawa dengan suara yang terlalu keras. Ia menikmati setiap detik dari pameran kekuasaannya.

Permainan dimulai. Seorang pelayan membawa masuk peralatan dari ruang penyimpanan. Kartu dan cip baru yang "bersih" dibagikan.

Awalnya, semua berjalan normal. Tumpukan cip berpindah tangan. Beberapa tawa, beberapa gerutuan. Tapi kemudian, Leo dan timnya mulai melihat efek dari sabotase mereka.

Tuan Chen, setelah memegang tumpukan cipnya selama tiga puluh menit, melirik ujung jarinya dengan kening berkerut. Ada noda kebiruan yang sangat samar di sana. Ia menggosokkannya ke serbet, tampak bingung. Di seberang meja, Tuan Tanaka mengalami hal yang sama, namun ia tidak menunjukkan reaksi apa pun selain matanya yang menyipit sepersekian milimeter.

Lalu, kartu-kartu itu mulai menunjukkan sihirnya. Seorang letnan Yakuza mendapatkan four-of-a-kind. Tiga putaran kemudian, salah satu anak buah Chen mendapatkan straight flush. Kemenangan-kemenangan yang mustahil mulai terjadi, membuat alur permainan menjadi kacau dan tidak bisa diprediksi. Para pemain profesional ini mulai saling menatap dengan curiga. Suasana persahabatan palsu itu menguap, digantikan oleh ketegangan yang dingin.

Viktor, yang mengandalkan keahliannya membaca lawan, mulai frustrasi. Ia terus kalah dalam situasi yang tidak masuk akal. Wajahnya yang tadinya santai kini menegang, urat di lehernya menonjol saat ia membanting kartunya yang kalah ke meja.

Puncaknya datang saat Tuan Tanaka, seorang tradisionalis yang memegang teguh kehormatan, sedang mempertimbangkan sebuah call besar. Ia menatap kartunya, lalu ke kartu di tengah meja. Tiba-tiba, ia berhenti. Ia memiringkan kepalanya sedikit, matanya yang tajam menangkap kilau aneh dari punggung kartu yang dipegang oleh dealer. Sebuah tanda. Sangat samar, tapi ada di sana.

Ia tidak mengatakan apa-apa. Ia tidak menuduh. Ia hanya melipat tangannya dengan perlahan, mendorong tumpukan cipnya ke tengah meja tanpa melihatnya, lalu menatap lurus ke arah Viktor. Tatapannya penuh dengan penghinaan yang dingin. Ia lalu bangkit berdiri, membungkuk sedikit pada para pemain lain, dan berjalan keluar ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Letnannya mengikutinya seperti bayangan.

Tindakannya memicu reaksi berantai. Tuan Chen, melihat apa yang terjadi, tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya seolah baru saja menyaksikan lelucon yang buruk, lalu bangkit dan pergi. Satu per satu, para tamu undangan lainnya mengikuti. Mereka tidak marah. Mereka tidak menuduh. Mereka hanya menunjukkan penghinaan total. Mereka telah diundang ke sebuah permainan suci oleh seorang tuan rumah yang tidak kompeten, yang menyajikan peralatan yang cacat dan ternoda. Reputasi Viktor sebagai pemain besar yang mengontrol segalanya hancur berkeping-keping dalam waktu lima menit.

Akhirnya, hanya Viktor yang tersisa di meja itu. Sendirian. Dikelilingi oleh asap cerutu yang basi dan cip-cip poker palsu yang kini terasa murah dan ringan di tangannya. Ia menatap noda biru samar di jarinya, lalu ke kartu-kartu yang bertebaran. Wajahnya berubah dari kebingungan menjadi kemarahan, lalu menjadi sesuatu yang lebih menakutkan, pemahaman yang dingin. Ia menyadari bahwa ia baru saja dipermainkan dengan sangat telak.

Di ruang perang, keheningan pecah. Bianca tertawa terbahak-bahak, memukul meja dengan gembira. Marco tersenyum lebar, senyum pertamanya malam itu, sambil mengangguk pada Leo.

Isabella bangkit dari kursinya. Ia berjalan perlahan ke arah Leo, matanya berkilauan dengan badai emosi, kekaguman, kelegaan, kemenangan, dan sesuatu yang lebih dalam, lebih panas.

"Itu..." katanya, suaranya rendah dan serak, penuh dengan getaran kemenangan. "...adalah hidangan pembuka yang paling memuaskan yang pernah aku cicipi."

Ia berhenti tepat di depan Leo, menutup jarak di antara mereka hingga hanya tersisa beberapa inci. Ia mengangkat tangannya, menangkup wajah Leo. "Kau telah memberiku kemenangan, Alkemis." Napasnya hangat di bibir Leo. "Sekarang, biarkan aku membayarmu."

Momen itu penuh dengan janji. Janji akan hadiah, akan keintiman, akan penyerahan diri setelah pertempuran yang menegangkan. Seluruh dunia seolah menyusut menjadi ruang di antara bibir mereka.

Tiba-tiba, ponsel pribadi Marco yang terenkripsi bergetar hebat di atas meja. Getaran itu memecah mantra di antara Leo dan Isabella.

Marco mengangkat telepon itu dengan cepat. "Ya." Ia mendengarkan, wajahnya yang tadinya ceria berubah menjadi pucat. "Apa? Kau yakin?" Ia mendengarkan lagi. "Baik. Aku mengerti."

Ia menutup telepon, wajahnya tampak ngeri.

"Ada apa?" tanya Isabella, nadanya tajam, kesal karena gangguannya.

Marco menelan ludah. "Bos, itu Viktor. Salah satu orang kita yang menyamar sebagai pelayan masih di sana. Viktor tidak mengamuk. Dia tidak menghancurkan ruangan."

"Lalu apa yang dia lakukan?"

Marco ragu-ragu sejenak, tatapannya beralih dari Isabella ke Leo, seolah ia enggan menyampaikan berita berikutnya. "Dia... dia tertawa, Bos. Orang kita bilang, dia tertawa terbahak-bahak sendirian di meja itu. Lalu dia melihat lurus ke arah kamera keamanan yang ia tahu telah diretas, seolah menatap langsung pada kita. Dan dia hanya mengatakan satu kalimat ke telepon."

Napas Isabella tertahan. "Kalimat apa, Marco?!"

Marco menatap lurus ke arah Leo, matanya dipenuhi firasat

buruk.

"Dia bilang, 'Aku tahu di mana dapurnya. Bakar habis sampai ke fondasinya'."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!