Keadilan

Layar televisi menyorot headline mencolok: "Pengusaha Arya Kurniawan Tewas Di Kamar Hotel Bersama Dua Wanita." Gambar lokasi yang dipasangi garis polisi di tayangkan berulang, menimbulkan kehebohan di masyarakat. Publik diguncang, sebagian terkejut, menyayangkan akhir hidup seorang pengusaha ternama dengan cara yang begitu memalukan.

Namun, di balik berita yang ramai itu, tersimpan kisah kelam yang jarang diketahui. Beberapa hari sebelumnya, sopir pribadi Arya, Antonio, ditemukan terbujur kaku di pinggir jalan dengan bekas cekikikan di leher. Kematian Antoni tidak pernah diangkat besar-besaran, padahal ia tahu terlalu banyak rahasia majikannya. Dari selingkuhannya hingga penipuan bisnis bernilai milyaran, semua disimpan rampat... Sampai akhirnya nyawa menjadi taruhannya. Kini, teka-teki tentang siapa sebenarnya korban dan siapa pelaku perlahan mulai terkuak.

Di dalam kamar hotel tempat jasad Arya Kurniawan ditemukan, polisi tidak menjumpai satu pun jejak jelas yang bisa di jadikan bukti. Tidak ada sidik jari asing, tidak ada rekaman Cctv yang utuh, seakan-akan semua telah dihapus dengan perhitungan matang. Hanya satu hal tertinggal–sebuah pesan menakutkan di atas kaca, ditulis dengan darah milik Arya sendiri:

"Keadilan Harus Ditegakkan."

Tulisan itu menjadi satu-satunya petunjuk, sekaligus teka-teki yang mengguncang. Tim Detektif dan kepolisian bekerja siang malam, namun hasilnya nihil. Semua kemungkinan terbentur di jalan buntu.

Sang pembunuh terlalu pintar. Setiap bukti lenyap, setiap celah tertutup, meninggalkan kesan bahwa kehadirannya hanyalah bayangan–tak tersentuh, tak terdeteksi. Yang tersisa hanyalah rasa takut, sekaligus tanda tanya besar: siapa sebenarnya sosok yang mengeksekusi pengusaha kaya itu?

•○•

Di kantin sekolah elit, Adelwyn Acadmy layar besar menayangkan berita kematian Arya Kurniawan. Para murid yang biasanya sibuk dengan obrolan ringan kini terdiam, kini menatap serius pada tayangan yang membahas pengusaha kaya yang ditemukan tewas mengenaskan di hotel bersama dua wanita. Suasan berubah hening, beberapa murid berbisik penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak ngeri saat kamera menyorot pesan darah yang bertuliskan.

"Keadilan Harus Ditegakan"

Berita itu jadi topik hangat, mengguncang dinding sekolah yang biasanya hanya di penuhi kabar tentang prestasi, pesta dan persaingan akademik.

"Astaga, gue gak nyangka pak Arya sampai hati bunuh supirnya sendiri. Padahal setia banget orangnya," ucap Vano dengan nada tak percaya, matanya masih terpaku pada layar besar kantin.

"Ya... Begitulah. Takut rahasianya terbongkar. Kasihan pak Anton," timpal Arkan sambil menggeleng pelan.

Vano menghela nafas lalu bersuara lagi, kali ini agak bersemangat. "Tapi gue salut sama si pembunuh itu. Dia bisa bongkar alasan kenapa pak Anton di bunuh. Ternyata majikannya sendiri dalangnya."

Arkan mengangguk setuju. "Iya, gue juga kagum. Dia tahu rahasia pak Arya yang selama ini ditutup rapat. Kayak benar-benar niat ngasih pelajaran."

Belum sempat percakapan berlanjut, Xander datang sambil menaruh nampan makanannya di atas meja mereka. "Serius amat kalian dari tadi," ucapnya ringan.

"Nih, lihat deh beritanya. Lagi heboh banget," kata Vano sambil menunjuk layar.

Xander sekilas menatap ke arah berita yang masih menampilkan wajah Arya Kurniawan. Sesaat, bibirnya terangkat membentuk senyum miring, tapi tak seorang pun dari kedua sahabatnya menyadari.

"Eh, gimana ya reaksi istrinya pak Arya kalau tahu kebenarannya? Selama ini kan dia selalu banggain suaminya yang setia itu," ucap Arkan sambil mendecak.

Vano terkekeh kecil. "Udah pasti malu lah. Apalagi semua orang tau aibnya."

Layar televisi di kantin sekolah itu menampilkan wajah seorang wanita tua dengan mata sembab, jelas terlihat sisa air mata di pipinya. Suaranya bergetar namun penuh keyakinan.

"Terima kasih kepada orang yang telah mengungkapkan kasus ini... dan saya bisa tahu siapa pembunuh suami saya," ucapnya lirih, lalu menarik napas panjang. Tatapannya menajam, seakan bicara langsung pada sang pembalas. "Terima kasih kamu telah menegakkan keadilan pada kaum yang lemah. Kamu mungkin bukan malaikat, tapi bagi saya–kamu penyelamat."

Ruangan langsung hening. Murid-murid yang tadinya ribut mendadak menahan napas, saling melirik dengan rasa penasaran bercampur ngeri.

Xander menatap layar itu lebih lama dari yang lain. Senyum samar muncul di sudut bibirnya, seolah ikut merasakan lega yang terpencar dari wajah istri Pak Anton.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!