Azthar.# Tetangga julid.

Azmi berjalan disuatu tempat asing yang tampak seperti sebuah mesjid lama, ini aneh dan ia belum pernah berada ditempat itu namun ia terus berjalan mencari sesuatu yang ia sendiri tak tahu apa itu.

Dari jauh ada selembar kain sutera yang menggantung indah, dibelakang kain itu ada sosok yang tak ia lihat wajahnya karena tertutup oleh kain indah tersebut. Anehnya ia menghampiri sosok tersebut, entah kenapa ada rasa ingin mengetahui sosok tersebut.

Ia terus melangkahkan kakinya, mendekati sosok tersebut yang kian dekat dengannya. Saat ia membuka kain sutera yang menggantung itu matanya membola karena ia tahu betul siapa sosok tersebut.

"Pak Athar," pekiknya.

Azmi terbangun dari mimpi panjangnya, dengan nafas ngos-ngosan lalu ia meraih uap angin sebanyak mungkin. Bisa-bisanya ia bermimpi bertemu dengan bapak dosen yang menyuruhnya membuat makalah itu.

Habis makan apa ia semalam? Sampai bisa bermimpi bertemu dengan dosen killer seperti pak Athar. Wajahnya emang ganteng tapi sikapnya gak seganteng mukanya.

"Azmi, bangun! Sudah subuh," suara ibunya terdengar dibalik pintu kamarnya sambil mengetuk pintu.

"Iya, uma," sahut Azmi dari kamarnya.

Dengan malas ia beranjak dari ranjangnya, melangkah kekamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selanjutnya ia melaksanakan ibadah subuh, tak lama hanya sebentar setelahnya ia menggerakkan badannya sejenak dihalaman belakang rumah.

Seorang laki-laki yang umurnya jauh lebih tua dari Azmi mengawasinya, ia tersenyum sambil mengunyah bakwan yang digenggamnya terus menyeruput sedikit kopi susu yang masih mengepul asapnya.

"Gimana kuliahnya, Ami. Gampang?" tanya lelaki itu sambil memasukkan sisa bakwan ke mulutnya.

"Dosennya rese, a. Cuman gegara tebar pesona aja Ami dihukum bikin makalah," jawab Azmi.

"Bagus itu, dari pada disuruh ngang-kang," ujar kakaknya Azmi sambil terkekeh pelan.

"Belajar yang bener, jangan tebar-tebar pesona. Kamu itu sudah susah masuk kesana pikirannya oppa oppa kalau gak gégé gégé, siapa sih mereka sampe bikin kamu klepek-klepek?" geram kakaknya.

Azmi menyudahi aktivitasnya, ia duduk dikursi disebelah kiri kakaknya hanya terhalang meja bundar diantara mereka. Ia mengambil bakwan diatas piring dan memakannya, ia menikmatinya dengan tenang.

"Inget! jangan tebar pesona terus, nanti aa jodohin kamu sama bujang lapuk, kaya si kamila. Dia juga dosen berkarat calonnya, mau kamu," ujar Kakaknya Azmi sambil tersenyum lalu menyeruput kopinya.

Azmi memanyunkan bibirnya, pikirannya sudah membentengi diri soal dosen-dosen yang berkarat.

"Amit-amit," ucap Azmi menatap kakaknya yang kepanasan karena sedang menikmati kopinya.

Terlintas-lah pikiran setan untuk menjahili kakaknya yang masih meniup-tiup gelas yang berisi kopi itu. Bibirnya tersenyum sambil mengunyah bakwan dalam mulutnya.

Azmi berdiri, saat kakanya mulai menyeruput saat itulah ia menekan kasar gelas kopi yang dipegang sang kakak hingga belepotan dimulutnya dan tumpah ke kaos oblong kakaknya.

Setelahnya Azmi segera kabur, "A Azzam juga bujang lapuk bujang berkarat!" terdengar suara tawa gadis itu.

Lelaki itu mengipasi mulut dan dadanya yang kepanasan akibat kopi susunya yang tumpah oleh tangannya, ia dibuat kesal oleh ulah sang adik yang sudah masuk kedalam rumah.

"Dasar adik durhaka!" umpat Azzam.

Seperti itulah kedekatan Azmi dan Azzam setiap hari, kakak beradik yang umurnya berjarak sepuluh tahun itu sudah seperti anjing dan kucing tiap bertemu. Jika tak ada salah satunya rumah sederhana itu sangat sepi.

Tak banyak orang yang menghuni rumah dengan dinding tembok dan atap seng itu, hanya tiga orang karena sang ayah sudah meninggal saat Azmi dibangku SMA.

Setelah lulus sekolah abu-abu, Azmi tak bisa melanjutkan kebangku perkuliahan karena Azzam belum bekerja dan ekonomi keluarga menurun. Tapi sekarang ia sudah bisa melanjutkan ke universitas karena bantuan kakaknya, sedangkan ibunya sudah biasa berdagang gorengan dan nasi kuning depan rumah.

Teras rumah mereka sudah ramai sejak ibu Jamilah berjualan, kadang jam delapan sudah habis dibabat para tetangga sambil bergosip tentang artis atau juga berita tentang hari ini.

"Milah, nasi kuningnya masih ada?" tanya bu Mira kakak ipar dari ayah Azmi, ibunya kamila.

"Habis, teh. Besok aja, tadi ada yang borong," jawab ibunya Azmi itu.

"Oalah, aku kehabisan rupanya. Ya udah deh, aku pesen bakwan sama pisang gorengnya," ujar Bu Mira.

"Ngomong-ngomong, selamat ya teh. Karena sebentar lagi mila mau kawin, sama dosen lagi. Ih, saya iri," ucap tetangga yang sama-sama beli gorengan diwarung bu Jamilah.

"Iya, dong. Kebetulan suami saya itu dekat sama pejabat dan orang-orang sukses, makanya saat ada yang besanan saya setuju aja, karena nih dia itu kerjanya dosen udah punya rumah, mobil, gajinya gede. Kalau ditolak kan Sayang," ujar bu Mira berbangga diri, karena sudah membuat para tetangganya iri.

Bu mira memainkan rambut poninya agar tangan yang penuh gelang emas itu bisa dilihat para ibu-ibu tetangga, katanya itu pamer kekayaan ala ibu sosialita.

Memang benar, nyatanya mereka takjub melihat gelang-gelang yang melingkar ditangan kiri dan kanannya bu Mira. Para tetangga itu sampai kepanasan melihat keadaan bu Mira yang hidupnya enak karena suaminya seorang anggota DPR.

Berbeda dengan bu Jamilah yang fokus menggoreng dan melayani pembeli lainnya.

"Makasih, bu," ucap bu Jamilah setelah menerima uang hasil penjualan gorengannya.

"Milah, kamu gak mau anakmu aku cariin jodoh juga. Siapa tahu bisa naikin derajat keluarga?" ujar bu Mira masih pamer level sosialitanya yang mengenal para pejabat itu.

"Iya tuh, bu. Azmi kan sudah dua puluh tahun, sudah pas lah buat berumah tangga. Biar gak jadi beban keluarga," ujar tetangga, merendahkan bu Jamilah tapi ibunya Azmi itu hanya tersenyum saja mendengar kata hinaan yang menganggap anaknya beban tersebut.

"Gak, teh. Azmi masih mau kuliah belum mikirin soal nikah," jawab bu Jamilah dengan sopan menolak.

"Alah, setinggi apapun pendidikan wanita ujung-ujungnya pasti jadi ibu rumah tangga. Disuruh bikin sambel sama ngulek aja kudu pinter, pendidikan tinggi-tinggi itu gak bisa jadi jaminan anakmu bisa sukses," hina bu Mira merendahkan adik iparnya dan juga keponakannya.

"Iya betul, lagi pula sarjana saja susah cari kerja. Kalau Azmi ketuaan udah kagak laku entar," timpal ibu tetangga yang lain.

"Iya, bener tuh. Laki-laki itu lebih suka yang masih muda, masih polos. Kalau Azmi belum menikah lama-lama jadi perawan tua," sambung yang lainnya.

Azmi yang tak sengaja mendengar obrolan dibalik dinding hanya bisa diam dan menggerutu, melihat mereka tersenyum menghina dan merendahkan keluarganya. Itu hidupnya tapi mereka malah repot-repot mengomentarinya seperti tak punya kerjaan saja.

Padahal ia minta makan juga enggak, apalagi numpang hidup. Tapi uwa-nya dan para tetangga nya hobi banget julid-in keluarganya yang hidupnya lebih miskin dari mereka dan membanding-bandingkannya dengan Kamila, anak dari uwanya itu.

"Aku do'ain, kamila nikahnya gak jadi," gumam Azmi dengan kesalnya menatap tajam uwa-nya dan para tetangganya itu.

Terpopuler

Comments

Erna Fadhilah

Erna Fadhilah

iya nanti calonnya mila akhirnya nikahnya sama kamu ya mi 😁😁😁

2025-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!