"Papah, bagun... Papah." Terdengar suara teriakan dari luar kamarku. Ternyata itu suara Mira. "Papah bangun, kita berdua telat." teriaknya lagi membuatku tersadar dari tidurku.
Mataku langsung mendelik melihat jam dinding menunjukan angka 8 pagi.
"Si*lan aku telat!" Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi sedangkan di luar kamar anakku terus saja berteriak memanggil diriku karena mereka berdua juga telat. Biasanya aku tidak pernah telat karena Ratu selalu membangunkan kami semua dan menyiapkan semuanya.
Tugas kami sudah terima beres, tapi kali ini aku benar-benar kelabakan tak tahu harus bagaimana.
Selesai mandi aku langsung membuka lemari, namun Alangkah terkejutnya Aku Tak ada satupun baju kerjaku yang tersisa.
"Loh, di mana baju kerjaku?" Kutelusuri semua lemariku, tak ada satu pun baju kerjaku yang tersisa. Kemana Ratu menyimpan baju kerjaku.
Aku pun langsung keluar kamar untuk menuju kamar belakang. Saat aku hendak menuju belakang. Kedua anakku kembali berteriak.
"Papah, kita berdua telat," rengek Mira.
"Papah juga telat, biasanya mamah bangunin kita semua, tapi dari semalam mamah belum juga pulang."
"Terus kita harus gimana dong?"
"Kalian berdua mandi saja dulu terus siap-siap berangkat," perintahku, tapi kedua anakku hanya diam saling memandang satu sama lain. "Kok malah bengong, sana cepat pakai seragam terus masuk ke mobil."
"Itu, Pah. Masalahnya baju seragam hari ini enggak ada. Istri papah belum cuci baju seragam kita hari ini."
"Apa!" Tanpa basa basi aku langsung berjalan ke kamar belakang. Aku seperti punya firasat buruk.
"Papah mau kemana? Ikut." Kedua anakku langsung berlari di belakangku. Sesampainya di kamar belakang. Benar saja, bajuku dan anak-anak tertumpuk bagai bak gunung yang menjulang tinggi di dekat mesin cuci.
Pakaian kerja dan seragam anakku beberapa hari lalu masih betah di sini tanpa ada yang mencucinya. Begitu juga dengan baju ibuku ikut tertumpuk dengan pakaian kotor.
"Pah, kok seragamku belum di cuci sih? Terus kita berdua pakai apa ke sekolah. Hari ini ada aku sama Clara ada ujian."
aku usap wajahku dengan kasar melihat baju kotor sampai seperti ini, kenapa Ratu tidak mencuci baju seperti biasanya. Gara-gara ulahnya, anakku sampai tidak bisa sekolah karena tidak ada seragam satupun yang bersih untuk mereka pakai.
Di saat kami tengah kebingungan, Ibuku tiba-tiba datang dan menanyakan. "Ini kenapa sih. Pagi-pagi kok sudah ribut-ribut, ibu jadi keberisikan dengar suara kalian bertiga. Ada apa ini?"
"Bu, aku sama anak-anak telat bangun. Aku mau berangkat kerja jadi enggak bisa karena baju kerjaku belum dicuci, seragam anak-anak juga masih kotor," keluhku.
"Iya, Eyang. Baju seragam kami belum dicuci sama istri papah," tambah Clara membuat ibuku terheran-heran.
"Loh, kok bisa sih? Memangnya di mana istri kamu, Ga? Biasanya dia selalu cuci baju kamu sama anak-anak."
"Itu dia, Bu. Masalahnya--"
"istrimu itu benar-benar kurang ajar bisa-bisanya tidak cuci baju suami dan anak-anaknya ibu harus kasih pelajaran sama dia agar dia jadi istri yang tahu diri."
“Loh, Ibu mau ke mana?” tanyaku cepat.
“Ibu mau kasih pelajaran sama istri kamu! Dasar istri nggak tahu diri. Sudah untung dinikahi sama kamu, tapi nggak becus jadi istri!” geram Ibu sambil melangkah ke arah kamar Ratu. Aku pun buru-buru mengikutinya.
Percuma, Bu, marahin Ratu. Orangnya juga enggak ada.
"Bu, tunggu dulu." Aku mencoba menahan lengan ibuku untuk berhenti, tapi dia terus berjalan ke kamar Ratu.
“Lepas, Ga. Ini enggak bisa dibiarin. Pokoknya Ibu harus marahin dia! Semakin lama, istrimu itu makin ngelunjak, Ga!” Ibu terus bersikeras.
“Tapi… Ratu belum pulang dari kemarin.”
Langkah kaki Ibu langsung terhenti. Ia menoleh ke arahku dengan wajah bingung.
“Maksud kamu apa?”
“Dari kemarin Ratu belum pulang ke rumah, Bu. Aku udah coba hubungi dia berkali-kali, tapi nggak pernah dibalas.”
“Kok bisa? Bukannya kemarin dia bilang sama Mama mau belanja bulanan, soalnya stok di kulkas habis? Habis itu katanya mau jemput anak kamu sekolah.”
"Tapi Ratu memang belum pulang, Bu. Makanya kita semua bingung. Aku mau berangkat kerja, anak-anak mau sekolah. Tapi seragam sekolah sama baju kerjaku enggak ada yang bersih. Semuanya masih kotor dan belum dicuci. Begitu juga baju ibu."
"Istri durhaka, apa ibu bilang. Dari awal ibu enggak sudi kamu menikah sama wanita kampung itu. Sudah keluarganya miskin, banyak hutang. Kakaknya bermasalah, masih saja kamu mau menikahinya. Begini, kan jadinya." Ibu terus saja meluapkan amarahnya padaku karena tidak nurut ucapannya untuk tidak menikahi Ratu.
Habis mau bagaimana lagi, hanya Ratu yang bisa aku jadikan babu gratisan di rumah ini. Kalau sewa Art gajiku bisa habis tanpa punya tabungan. Untung saja ibu Ratu saat itu setuju, walau Ratu terlihat terpaksa menikah denganku.
"Terus sekarang gimana? Anak-anak kamu mau sekolah, kamu juga harus kerja."
Kuhela napasku perlahan agar pikiran dan hatiku tenang. "Hari ini aku tetap kerja, aku akan pakai baju kerja yang kemarin."
"Tapi baju kerja kamu sudah kotor dan bau."
"Terpaksa, Bu. Dari pada aku enggak masuk kerja, kalau aku dipecat gimana? Bajuku tinggal aku kasih minyak wangi saja supaya tidak terlalu bau."
"Terserah kamu saja deh, ibu pusing sama istri kamu itu!" Ibu pun langsung pergi begitu saja.
"Pah?" panggil kedua anakku bersamaan. "Aku sama Clara gimana? Baju seragam kita enggak ada yang bersih," keluh anakku. Aku lupa kalau anakku masih belum selesai dari masalah.
"Kalian berdua hari ini libur dulu ya, tunggu mamah Ratu pulang. Kalau sudah pulang, suruh dia untuk cuci baju kalian berdua."
"Tapi, Pah. Hari ini kami berdua ada ujian."
"Ujian bisa disusul, untuk saat ini Papah belum bisa bantu kalian. Papah harus berangkat kerja supaya tidak dipecat.
...****************...
Hari ini aku benar-benar kacau karena ulah Ratu. Baju kerjaku semuanya kotor dan bau. Bahkan untuk sarapan saja tidak ada, terpaksa aku beli makan di luar untuk mengganjal perut.
Baru kali ini aku tidak sarapan, biasanya sebelum berangkat perut kenyang, baju bersih dan wangi. Tapi hari ini benar-benar sudah kelewata.
Aku kembali mengecek ponselku, siapa tahu Ratu sudah balas pesanku. Tapi sayang, pesanku belum juga dibalas. Padahal aku sudah melontarkan kata-kata kasar dan ancaman. Tapi dia belum juga membalas. Aku yakin saat ini dia pulang ke rumah ibunya.
Awas saja kamu, aku jemput kamu ke rumah ibu kamu! Aku seret kamu untuk pulang ke rumah dan enggak akan aku biarkan kamu keluar rumah.
selamanya.
...****************...
"Ratu enggak ada di rumah ini, kok."
"Hah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments