Bab 4

Pagi itu, gedung pernikahan keluarga Biancardi berubah menjadi lautan cahaya dan kemewahan. Halaman luasnya dipenuhi rangkaian bunga putih dan merah anggun, sementara para pekerja sibuk menata kursi tamu yang berlapis kain satin.

Kamera-kamera dari media lokal maupun internasional sudah bersiaga, karena pernikahan antara keluarga Biancardi dan Kaelith bukan sekadar pesta keluarga, ini adalah peristiwa bisnis yang diperhatikan dunia.

Di balik pintu kamarnya, Helena berdiri kaku. Gaun pengantin rancangan eksklusif keluarganya sendiri membalut tubuhnya dengan sempurna. Cantik, anggun… tetapi hatinya hampa. Cermin besar di depannya memantulkan sosok seorang pengantin yang seharusnya bukan dirinya.

Ketukan terdengar di pintu. Ibunya masuk, wajahnya dipoles rapi dengan senyum palsu yang penuh tekanan.

“Helena, semua orang sudah menunggu. Jangan buat keluarga kita malu.”

Helena mengangguk perlahan, meski dalam dadanya bergemuruh protes yang tak pernah bisa ia ucapkan.

Di sisi lain, keluarga Kaelith sudah tiba. Mobil hitam panjang berhenti di depan gerbang, dan dari dalam keluarlah Lucian, ditemani dua adiknya: Sabrina dan Alfred.

Sabrina, dengan gaun biru langit yang berkilau, menautkan lengan pada Lucian sambil berbisik, “Kau yakin bisa melalui ini? Semua orang akan melihatmu.”

Lucian menatap lurus ke arah gedung pernikahan, wajahnya tenang tapi matanya kosong. “Aku tidak punya pilihan, Sabrina.”

Alfred, adik bungsu yang selalu blak-blakan, mendengus. “Ini gila. Kita semua tahu Helena bukan Amara. Bagaimana kau bisa berdiri di altar dengan orang yang bukan pilihanmu?”

Lucian berhenti sejenak, menoleh pada adiknya. “Karena ini bukan hanya tentang aku. Ini tentang keluarga kita. Tentang warisan, reputasi, dan semua yang sudah dipertaruhkan.”

Sabrina menunduk, menyembunyikan rasa iba yang menumpuk. Ia tahu, kakaknya itu sedang berjalan menuju pernikahan yang penuh luka.

Di ruang utama, para tamu dari berbagai negara mulai berdatangan. Pebisnis dari Eropa, perancang mode dari Paris, investor properti dari Dubai, bahkan bangsawan kecil dari Asia ikut hadir. Lampu kristal raksasa menggantung, berkilau memantulkan cahaya emas yang membuat suasana semakin mewah.

Bisikan-bisikan terdengar di antara para tamu:

“Apakah benar yang menikah itu adik Amara?”

“Katanya Amara sakit, tapi entahlah…”

“Yang penting, aliansi bisnis mereka tetap terjaga.”

Helena melangkah ke pelaminan dengan tangan gemetar, digandeng ayahnya. Jantungnya berdegup keras setiap kali sorot mata tamu jatuh padanya. Ia merasa semua orang bisa melihat bahwa ia hanyalah pengganti, bayangan dari seseorang yang hilang.

Di ujung altar, Lucian berdiri tegap. Wajahnya dipoles dengan senyum tipis, tapi tatapan matanya dingin, kosong, penuh luka.

Saat mata mereka bertemu, Helena merasa dunia berhenti sesaat.

Mereka berdua tahu: ini bukan pernikahan yang lahir dari cinta. Ini adalah panggung megah untuk dua keluarga besar, Biancardi dan Kaelith, dan mereka hanyalah pion yang dipaksa bermain di dalamnya.

Musik orkestra lembut mengisi ruangan megah, denting piano berpadu dengan gesekan biola. Helena duduk di kursinya di pelaminan, dikelilingi bunga mawar putih dan lilin-lilin kristal yang berkelip. Ia berusaha tersenyum di hadapan tamu yang berbisik-bisik, meski jantungnya seakan hendak pecah.

Lucian duduk di sampingnya, tubuhnya tegap, wajahnya tenang.tapi Helena bisa merasakan jarak yang tebal di antara mereka. Seolah ada dinding tak kasatmata yang memisahkan.

Ketika pandangannya tanpa sengaja menyapu ke arah pintu belakang ruangan, Helena membeku.

Di sana, berdiri seorang pria muda dengan jas hitam sederhana. Sorot lampu tidak banyak menyentuhnya, membuat sosoknya samar, seolah sengaja memilih bersembunyi dari keramaian. Namun Helena mengenalnya.

Rafael. Sahabat terdekat Amara sejak kecil.

Helena hampir tidak percaya. Rafael tidak pernah disebut akan hadir di pernikahan ini. Apalagi sejak Amara menghilang, Rafael pun seakan ikut lenyap dari peredaran, tak bisa dihubungi, tak muncul di lingkaran sosial manapun.

Sekarang, ia berdiri di sudut ruangan, diam, hanya menatap ke arah Helena. Tatapannya bukan marah, bukan pula sedih. Lebih seperti… campuran dari sesuatu yang tak bisa diartikan: rahasia, peringatan, dan mungkin… tuduhan.

Helena menggigit bibirnya. Kenapa dia ada di sini?

Tubuhnya menegang, jemarinya menggenggam erat lipatan gaun pengantin. Pikiran berlarian: apakah Rafael tahu di mana Amara? Apakah dia datang untuk menghentikan pernikahan ini? Atau… apakah dia menyimpan sesuatu yang lebih gelap?

Ia mencoba mengalihkan pandangan, tapi tatapan Rafael menempel seperti bayangan, membuatnya sulit bernapas.

Lucian sempat menoleh padanya, alisnya sedikit berkerut. “Kau baik-baik saja?” tanyanya pelan, cukup untuk Helena dengar.

Helena buru-buru mengangguk, meski hatinya bergemuruh. “I-iya…”

Namun di dalam dirinya, pertanyaan yang lebih besar membara. Jika Rafael ada di sini, apakah itu berarti Kak Amara… juga ada di suatu tempat, masih hidup?

...***...

...Like, komen dan vote....

...💙💙💙...

Terpopuler

Comments

Nyx

Nyx

Jangan-jangan hilangnya Amara ada hubungannya dengan Rafael😌

2025-09-10

0

olyv

olyv

nexttt thorrr

2025-09-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!