Keesokan harinya banyak mobil berjejer rapi yang harganya sangat fantastis terparkir rapih di depan mansion keluarga Riedl.
Ada tuan besar Hattrick dan asisten yang selalu setia mengikuti, beberapa pengawal yang berdiri di depan mansion itu untuk berjaga jaga takut ada musuh yang mengincar anak pertamanya.
"Saya datang untuk menagih janji kalian tentang anaku." Ucapan Hattrick tanpa basa basi.
Cassandra meremas tangan Cassius dengan erat. "Bisa kita mengobrol sebentar?"
Mengangguk pelan, Cassius mengungkapkan ketidak inginannya Hattrick untuk membawa anaknya.
"Anak ku akan tetap ikut bersama ku! Mau kalian setuju atau tidak Saya bisa membawa paksa anak kalian."
"Hak asuh Caren sudah jatuh ke tangan ku kalian tidak akan bisa menghalangiku untuk membawa anakku!" Ucapan Hattrick menyadarkan mereka dan mereka pasrah ketika pelayan membawa anak pertamanya untuk di serahkan kepada Hattrick.
"Biarkan Aku menatap anak ku untuk terakhir kali ini saja" Cassandra mengambil alih gendongan Vio (Caren).
"Sayang, maafin mommy ya, mommy terpaksa memisahkan mu dengan adik adikmu. Mommy menyayangi mu. Mommy harap kamu tidak akan membenciku ketika kamu sudah dewasa nanti" Mengecup pelan dahi mungil Vio di susul Dengan kecupan singkat dari Cassius.
"Maafin Daddy juga tidak bisa mempertahankan mu."
Dengan berat hati Anak perempuan pertamanya di serahkan kepada Hattrick yang sedari tadi melihat adegan haru itu. tapi menurutnya biasa saja.
Vio yang sedari tadi berpura pura tidur membuka matanya ketika dirinya sudah berada di dalam mobil dan di gendong oleh pria yang mengaku sebagai ayah kandungnya.
"Ada apa? Kau lapar?" Tanya Hattrick dengan nada datar.
Vio kembali menutup matanya seolah tertidur tidak memperdulikan pertanyaan yang di lontarkan ayahnya.
"Bayi nakal ini, berani sekali mengabaikan pertanyaan ku."
Hendry Cooper Asisten yang sedang menyetir sesekali melihat dari kaca depan, tersenyum tipis melihat tuannya. Semoga saja dengan kedatangan nona kecilnya bisa menghidupkan hidup tuannya yang suram. doa Hendry dalam hati.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang sesuai permintaan tuannya karena sedang membawa bayi supaya nona mudanya nyaman, di ikuti beberapa mobil yang berjalan di belakangnya mengawal tuan dan nona kecilnya.
Setelah beberapa menit akhirnya tujuan untuk menemui Orang tua tuannya sampai, terlihat mansion besar dengan halaman yang sangat luas.
Di dalam mansion sepasang suami istri paruh baya menunggu kedatangan anaknya yang katanya akan memberi kejutan untuk mereka.
Dari pintu utama pelayan berbaris rapi ketika tuannya melewati mereka para pelayan itu menunduk tanda hormat.
Sampai di ruang keluarga sembari menggendong bayi buntalnya terlihat kedua orang tua itu terkejut dengan yang di bawa anaknya.
"Anak siapa yang kau culik itu hah?!" Ibu Hattrick Maggie Gyllenhaal Van Damme. Berteriak ketika melihat anaknya membawa bayi itu.
Vio yang terkejut membuka matanya lebar.
"Mah, jangan berteriak."
Maggie tersadar ketika teriakannya tadi membuat bayi itu terkejut.
Menghampiri bayi yang di gendong putranya "Berikan bayi itu." Dengan terpaksa Hattrick memberikan bayinya pada Mamanya itu.
Mereka duduk dengan Maggie yang melihat wajah bayi yang di gendongannya.
"Jadi bisa kau jelaskan bayi siapa yang kau bawa ini?" Maggio Napoli Claude Van Damme Bertanya dengan raut datar sesekali matanya melirik bayi yang di gendongan istrinya. sangat cantik. Pikirnya.
"Dia anaku dengan Cassandra." Jawab Hattrick singkat.
"Jadi Cassandra hamil ketika kalian bercerai?"Di angguki Hattrick sebagai jawaban.
Maggie masih fokus dengan cucunya itu, dia sangat bahagia akhirnya bisa menggendong cucu yang di inginkan apalagi cucunya sangat cantik mirip sekali dengan anaknya.
"Kenapa tidak memberitahu kami tentang ini." Tanya Maggio
"Malas" Anak durhaka. Batinnya menggerutu.
Sudahlah melihat istrinya senang diapun ikut senang melihatnya apalagi sudah ada cucu diantara mereka.
Maggie menatap sinis anaknya "Hei! Dasar durhaka jadi ini alasanmu tidak pulang hampir satu tahun huh?!" Hattrick mengangguk malas.
"Sudah sudah." Lerai Maggio
Maggio memanggil beberapa pelayan untuk membeli peralatan bayi dan beberapa lainnya di suruh membersihkan dan merenov kamar Utama untuk Cucunya.
"Clarence Seedorf Lincoln Van Damme, Caren Nama anaku."
"Nama yang cantik."
"Untuk kedepannya Caren akan tinggal di kamar ku." Di angguki oleh Maggio dan Maggie.
Vio sedari tadi diam saja menyimak obrolan orang orang dewasa itu. sesekali tangan Oma barunya mencubit pipi dan mengecup ngecupnya.
"Aku juga ingin menggendong cucuku." Maggio menggendong Vio dengan lembut seolah takut kalau sedikit keras saja tulang cucunya akan patah.
"Cantik sekali."
"AKU LAPAR." Batin Vio menjerit.
Vio mengambil tangan besar yang berada di perutnya itu dan memasukannya kedalam mulutnya.
"Eh kau lapar?"
"Hendry Tolong ambilkan tas yang ada di dalam mobil." Sementara Hendry mengambil tas yang berisi susu yang sudah di persiapkan oleh Cassandra, mengambil dot Vio untuk di berikan kepada anaknya. supaya tidak menghisap jari kotor Maggio. Hattrick melihatnya sangat iri tapi berhasil di tutupi dengan wajah datarnya tapi tidak di pungkiri tatapan matanya menatap permusuhan papanya.
Maggio merasa di tatap tajam mendongak ke arah anaknya dan terlihat anaknya menatap permusuhan ke arahnya dengan senyum miring dan wajah menyebalkannya mengejek Hattrick yang iri padanya. Maggie yang melihat hanya berdoa dalam hati supaya tidak terjadi keributan karena memperebutkan cucunya.
Hendry datang dengan membawa tas yang lumayan besar lalu mengambil sebotol susu yang sudah tersedia.
"Berikan anak bayi itu padaku."
"Biar papa saja." Hattrick mendengarnya geram tanpa aba aba dirinya langsung menggendong Vio dan berlalu ke lantai atas dan di susul oleh Handry sambil membawa tas berisi perlengkapan bayi itu.
"Kalian ini." Maggie manggelangkan kepalanya pusing melihat kelakuan anak dan suaminya.
"Haha Lihatlah sayang tatapan Datar penuh kecemburuan itu membuatku tergelitik."
***
Setelah kepergian Hendry kini di kamar luas bernuansa gelap itu hanya ada Hattrick sang papa dan Bayi mungil itu yang sedang menyusui dengan dot yang di pegangnya.
Hattrick tanpa mengalihkan pandangannya terus menatap bayi mungil itu, sedangkan Vio yang di tatap seperti itu merasa risih dan rasanya ingin mencolok mata berwarna merah itu tapi karena rasa laparnya mendominasi dia tidak memperdulikannya.
"Panggil aku ayah?" Permintaan tiba tiba keluar dari mulut Hattrick.
"Apa pria ini bodoh? aku bayi baru berumur dua Minggu lebih." Vio menatap aneh ayahnya.
Hattrick yang di tatap begitu hanya diam dan menghela nafas dirinya tidak sabar menunggu anaknya mengucapkan kata ayah untuk pertama kali di mulut mungilnya.
Vio yang merasa kasihan melihat wajah yang menurutnya sedang menampilkan raut sedih melepaskan dot yang di tersumpal di mulutnya dan langsung memegang tangan besar milik ayahnya dan memasukannya ke dalam mulut sembari menatap ayahnya Seolah berkata Tidak usah bersedih kau sangat jelek. Tapi tetap saja tatapan Vio tidak di mengerti Hattrick.
Hattrick merasakan perasaan aneh di hatinya ketika anaknya menghisap jarinya. Seperti perasaan bahagia Hattrick segera menyangkalnya menurutnya itu perasaan biasa seorang ayah terhadap anaknya saja.
"Ada apa dengan tatapan mu itu?"
Vio mengerjapkan matanya lucu, Hattrick ingin sekali mengecup anaknya tapi dirinya merasa gengsi.
Tak lama Mata anaknya perlahan meredup Hattrick yang sudah mempelajari tentang mengurus bayi dengan pelan menepuk punggung mungil anaknya dengan sebelah tangannya.
Melihat anaknya yang sudah terlelap Hattrick mengecup kening, pipi dan hidung mungilnya. Untuk pertama kalinya dirinya bisa tersenyum lebar dengan tulus. Sangat menyenangkan ketika dirinya sudah menjadi ayah, dirinya sempat merasa takut jika anaknya akan membenci dirinya.
Hattrick berjanji akan membahagiakan anaknya yang lebih berharga dari apapun sekalipun harus mempertaruhkan nyawanya.
Dialam bawah sadar Vio dirinya sedang berada di sebuah taman cantik dengan beberapa bunga mawar merah yang beberapa di antaranya berwarna berbeda. Sangat cantik.
Ketika pandangannya asik melihat taman itu tatapannya kini menatap seorang gadis yang sangat cantik sedang menghampirinya.
"Mirip sekali dengan tubuh yang aku tempati, tapi ini versi sudah dewasa. apa ini jiwa asli dari tubuh yang aku tempati?" Gumam Vio.
Gadis cantik Yang mendengar Gumaman Vio tersenyum lembut.
"Benar, Aku jiwa asli dari raga yang kau tempati." Vio menatap diam.
"Aku tidak bisa kembali kedalam tubuhku, jadi aku menarik jiwamu yang memang bertepatan ketika aku meninggal.
"Aku menyerahkan ragaku padamu untuk kau tempati, aku sedikit merasa kasihan dengan kisah hidup mu." Vio diam mendengarkan penjelasan dari jiwa asli yang raganya di tempati olehnya, dengan wajah datar andalannya Vio sedikit tersenyum sinis.
Tanpa memperdulikan senyuman menyebalkan menurut Caren.
"Cari kebahagiaan mu, dan tolong jaga ayah dan keluarga ku." Jiwa itu memudar dan pandangan Vio Menggelap.
Disclaimer: Panggil Vio Caren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments