"Assalamualaikum Bang," ucap Nilam begitu panggilan Bintara tersambung.
"Kamu di mana Dik?" Bintara bertanya setelah membalas salam dari Nilam.
"Baru mau berangkat kerja. Abang sendiri di mana?" Nilam balik bertanya.
"Masih di apartemen. Rencananya besok Abang pulang ke Jakarta," jawab Bintara.
"Kangen kak Novia ya?" Nilam membalas penjelasan Bintara dengan menggoda kakaknya itu.
Bintara tersenyum kecut di seberang sana mendengar godaan adiknya. Dulu mungkin Bintara akan merindukan istrinya itu, apalagi sejak Novia memutuskan untuk menetap di Jakarta. Tapi sekarang rasa rindu itu hilang karena perbuatan Novia sendiri.
"Abang ingin bertemu kamu." Bintara menegaskan tujuannya pulang ke Jakarta.
"Kangen Nilam ceritanya nih," balas Nilam yang mengira Bintara bercanda, pulang ke Jakarta untuk bertemu dengannya.
Namun jawaban Bintara selanjutnya yang mengatakan, "Iya, Abang kangen adik abang yang cantik dan baik hati ini. Jadi, .... Abang tidak ingin kamu disakiti." Membuat suasana hening sesaat.
"Ada yang ingin Abang bicarakan. Besok siang kita bertemu di tempat biasa." Bintara kembali bicara setelah hampir saja dia salah bicara. Untung saja Bintara segera tersadar dengan ucapannya.
Nilam mengangguk menjawab ucapan kakaknya itu, meskipun Bintara tidak melihatnya. Jika seperti ini, Bintara biasanya akan membicarakan sesuatu hal yang penting.
Nilam jadi penasaran, apa yang akan Bintara bicarakan dengannya besok? Entah mengapa Nilam merasa kakaknya itu mengetahui apa yang terjadi dengan rumah tangganya.
Pertanyaannya, dari mana kakaknya itu tahu? Nilam tidak pernah memberitahu keluarganya tentang hubungannya dengan Angga yang tidak baik-baik saja. Nilam menutup rapat bagaimana sikap dan perlakuan suaminya itu selama mereka menikah, termasuk pada mama Ratih dan Nurma kakaknya.
Nilam hanya membagi keresahannya tentang sikap Angga pada Sisil sahabatnya. Bintara tidak mungkin mengetahui hal tersebut dari Sisil, karena mereka tidak saling kenal.
Bintara menutup panggilannya setelah memberitahu tujuannya menghubungi Nilam. Matanya menatap laut biru yang terhampar luas. Apartemen milik perusahaan yang Bintara tempati berada di daerah teluk Sumatra bagian Selatan.
Bintara suka sekali berdiri di balkon apartemen yang dia tempati ini. Bintara bisa menatap hamparan laut biru ditemani Novia, sambil menikmati secangkir kopi dan sarapan yang dibuatkan istrinya itu.
Rumah tangganya menurut Bintara baik-baik saja selama ini. Meskipun pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi Bintara bisa menerima Novia dengan sepenuh hati.
Namun sayang, rupanya Novia masih belum bisa menerima Bintara sepenuhnya. Bintara tidak menyangka keinginan Novia untuk menetap di Jakarta karena ada maksud yang berbeda.
Kesenangan Bintara menatap laut terganggu oleh suara dering smartphone miliknya. Sahabat Bintara yang menghubungi kakak Nilam itu.
Sementara Nilam masih saja memikirkan permintaan Bintara yang mengajaknya bertemu besok siang. Karena sedikit melamun, Nilam tidak sengaja menabrak salah satu kendaraan milik wali murid yang parkir saat berbelok ke area parkir sekolah.
Nilam segera menepikan kendaraannya, lalu dia bergegas turun untuk menghampiri kendaraan yang dia tabrak. Sebagai guru, Nilam harus menjaga sikap dan etika yang baik. Dia yang salah, dia harus meminta maaf dan ganti rugi kerusakan kendaraan tersebut. Sialnya, kendaraan wali murid tempat Nilam mengajar kebanyakan kendaraan mewah. Seperti kendaraan yang baru saja dia tabrak ini.
"Bu guru cantik." Seorang gadis kecil turun dari kendaran yang Nilam tabrak.
Gadis kecil itu bernama Adela, murid Nilam yang cukup dekat dengan Nilam. Dan panggilan kesayangan Adela untuk Nilam adalah bu guru cantik. Nilam tidak terkejut melihat Adela yang keluar dari kendaraan mewah itu. Salah satu murid yang terkenal kaya, keluarganya pun sebagai donatur tetap di yayasan tempat Nilam mengajar.
"Hai Adela sayang, Assalamualaikum." Nilam membalas panggilan muridnya itu.
Tak lama kemudian, seorang pria dewasa turun dari kendaraan yang Nilam tabrak. Pria itu masih bicara dengan seseorang lewat panggilan telepon.
"Daddy sini!" Suara Adela yang memanggil pria itu membuat Nilam dengan ayah Adela saling pandang.
Baru kali ini Nilam bertemu ayah Adela. Selama ini Adela hanya ditemani nenek dan pengasuhnya saja saat datang ke sekolah atau pulang sekolah. Nilam tidak menyangka, pagi ini Adela diantar ayahnya. Seorang pria tampan dengan postur tubuh yang tinggi dan, "Sempurna," gumam Nilam dalam hati.
"Pantas saja Adela sangat cantik, ayahnya saja setampan ini." Nilam kembali membatin.
Sedetik kemudian Nilam beristighfar "Astaghfirullah." Nilam sadar dia salah. Matanya sudah melakukan dosa dengan memperhatikan ayah Adela, pria yang bukan mahramnya.
"Daddy, ini bu guru cantik yang sering dibicarakan oma," ucap Adela mengenalkan Nilam pada ayahnya.
Pria itu hanya mengangguk. Nilam pun membalas dengan menangkupkan kedua tangannya. "Perkenalkan Saya Nilam, guru kelas Adela. Saya minta maaf atas kelalaian Saya yang tidak sengaja menabrak kendaraan Bapak. Saya akan bertanggung jawab dengan mengganti rugi kerusakan pada kendaraan Bapak."
Ayah Adela tidak menjawab. Dia memeriksa bagian kendaraan yang Nilam tabrak. Nilam ikut memeriksa, ada goresan yang dia buat di kendaraan mahal itu. Tidak terlalu besar, tapi cukup merusak pemandangan untuk mobil mewah milik ayah Adela.
"Lain kali hati-hati, jangan sampai ada korban yang lainnya," ucap ayah Adela pada Nilam. Lalu pria itu bicara dengan Adela "Daddy harus kerja sekarang," ucapnya.
"Iya Daddy. Dela masuk sama bu guru cantik saja," jawab Adela.
"Adela, nama bu guru bukan Cantik." Nilam mengingatkan muridnya itu.
"Dela tahu, tapi bu guru sangat cantik," balas Adela. "Iya kan, Daddy?" Anak usia empat tahun itu beralih pada ayahnya.
"Cantik." Ayah Adela setuju dengan ucapan putrinya.
"Pak, bagaimana dengan ganti rugi kerusakan kendaraan Bapak?" Nilam bertanya karena dia merasa urusan dia menggores kendaran ayah Adela belum selesai.
"Bu guru Cantik tidak perlu ganti rugi."
Nilam terkejut mendengar jawaban ayah Adela. Nilam tidak ingin berhutang budi, dia tetap harus bertanggung jawab atas kesalahannya.
Belum sempat Nilam membalas ucapan ayah Adela, pria itu sudah lebih dulu bicara. "Saya permisi dulu Bu Guru Cantik." Pria itu berjalan menuju pintu kendaraannya bagian belakang.
Nilam ingin protes dengan nama panggilan yang disematkan ayah Adela. Namun, lagi-lagi Nilam kalah cepat. Karena sebelum masuk ke dalam mobil, ayah Adela kembali bicara pada Nilam. "Titip Adela," ucapnya.
Nilam merasa aneh dengan sikap ayah Adela. Tapi mau bagaimana lagi, dia yang salah. Bersyukur pria itu tidak marah. Dan lebih bersyukur lagi dia tidak perlu mengganti rugi kecerobohannya dengan uang.
"Daddy Dela tampan ya Bu Guru," ujar Adela.
Nilam menoleh pada gadis kecil itu. "Ayo kita masuk ke kelas," ucap Nilam. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan Adela. Nilam tidak akan menjawab pertanyaan Adela tentang ayahnya.
Adela masuk ke dalam kelas, sementara Nilam kembali ke tempat mobilnya berhenti. Dia harus memarkirkan kendaraannya di tempat parkir khusus guru. Setelah itu, barulah dia menuju ruang guru. Belum juga sampai di ruang guru, Sisil menarik Nilam ke tempat lain. "Daddy Adela kenapa?" tanyanya penasaran.
"Aku tidak sengaja menabrak mobil dia," jawab Nilam.
"Kok bisa?" tanya Sisil terkejut. Nilam itu sangat berhati-hati dalam berkendara. Bisa sampai menabrak pasti ada sesuatu yang sahabatnya ini pikirkan.
"Melamun ya Neng?" Tanya Sisil lagi. Nilam mengangguk, lalu memberitahu Sisil apa yang menyebabkan dia melamun.
"Kakak kamu ingin bertemu, bukannya hal biasa?" tanya Sisil.
"Kami bertemu memang biasa, tapi ucapannya yang tidak ingin aku disakiti, seperti mengarah pada kehidupan rumah tangga aku dan mas Angga."
Tidak ada rahasia antara Nilam dan Sisil. Satu-satunya orang yang tahu bagaimana hubungan Nilam dengan Angga adalah Sisil. Begitupun sebaliknya, satu-satunya orang yang tahu bagaimana kehidupan Sisil yang sekarang menjadi single parent hanyalah Nilam.
"Besok kamu ikut ya, bertemu mas Bintara. Biar kalian kenalan. Mas aku tampan lho," ucap Nilam.
"Suami orang, NILAM!" Sisil mengingatkan sahabatnya itu. Dia memang janda, tapi janda bermartabat. Tidak suka menjadi orang ketiga, karena yang ketiganya itu setan. Sisil manusia tidak mau jadi setan,. Selain itu, Sisil tahu betul bagaimana sakitnya dikhianati pasangan karena ada orang ketiga.
Dari pengalamannya yang pernah diselingkuhi, Sisil menilai sikap Angga terhadap Nilam hampir sama dengan sikap mantan suaminya. Hubungan dia dan mantan suaminya semakin lama semakin dingin. Bicara seperlunya saja, itu pun hanya masalah anak. Mantan suaminya sering pulang malam, meski tidak pernah beralasan keluar kota seperti Angga.
Nilam terlalu baik, masih saja berusaha untuk berpikir yang baik-baik terhadap apa yang Angga lakukan. Sisil menghargai itu, karena bisa saja Nilam benar. Angga tidak seperti mantan suaminya.
Sayangnya apa yang dipikirkan Sisil lebih tepat dari pada apa yang dipikirkan Nilam. Buktinya malam ini Nilam menghabiskan malam seorang diri seperti biasanya.
Nilam melihat jam dinding yang ada dihadapannya. Sudah lewat jam sebelas malam, Angga belum juga kembali. Pesan Nilam yang bertanya pulang jam berapa pun diabaikan Angga.
Mana sempat Angga membalas pesan Nilam. Pria itu sedang sibuk. Bukan sibuk dengan pekerjaannya di kantor karena lembur seperti yang pria itu sampaikan pada Nilam. Angga sibuk memanjakan juniornya dengan Novia.
Tanpa Angga dan Novia sadari, apa yang mereka lakukan malam ini dilihat oleh Bintara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Ila Lee
kn akhirnya nya benda salah mcmna PON tetapi salah bangkai jika di simpan lama2 buat juga 🤣🤣🤣🤣🤣
2025-09-16
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 ᨰ
rasain, serapat apapun menyimpan kebusukan pada. akhirnya akan tercium juga
2025-09-14
1