Desa

Chiara memutuskan untuk pergi ke sebuah desa sebagai tempat pelariannya. Desa yang merupakan tempat tinggal Neneknya yang sudah meninggal. Nenek dari pihak Ibu yang sudah meninggal saat dia masih SD kelas 1. Setelahnya Ibu Chiara yang bernama Erica Sukatemi memilih pindah ke luar kota bersama suami dan anaknya. Lagi pula di sana tidak ada sanak saudara lagi.

"Setidaknya di sini aman. Warga juga mungkin udah nggak mengenali aku. Mana warga di sini orangnya baik-baik. Ayah dan Ibu pasti takkan menduga jika aku ke sini sehingga mereka tidak bisa membantu Mas Julian mencari keberadaanku," gumam Chiara penuh keyakinan.

Fiuhh...

"Udaranya segar sekali," ucapnya setelah sampai di Desa Sumber Sari.

Setelah melewati 8 jam perjalanan, akhirnya Chiara sampai di Desa ini. Pepohonan rindang membuat cuacanya tak terlalu panas. Chiara berjalan dengan langkah ringan untuk memulai hidup baru di Desa ini. Bahkan Chiara bersenandung riang, seakan bebannya hilang seketika.

"Permisi, Bu." sapa Chiara pada Ibu-Ibu yang sedang istirahat di gubuk dekat sawah.

"Nduk, cari siapa? Bukan orang sini ya? Mukanya bening banget kaya orang kota. Atau kesasar?" tanya salah satu ibu-ibu yang ada di sana, Ibu Aisiyah.

"Hmm... Saya Chiara, Bu. Orang yang mau tinggal di rumahnya almarhumah Ibu Julaiha," jawab Chiara sambil tersenyum lebar membuat semuanya menatap penasaran.

"Ini siapanya Ibu Julaiha? Setahu kami, rumah itu sudah lama kosong karena anaknya pindah ke kota. Dari ketua RT juga tidak ada pemberitahuan kalau rumah itu akan ditempati," tanya Ibu Aisiyah dengan tatapan menyelidik.

"Mau cari tempat sembunyi karena hamil di luar nikah ya? Wah... Jangan main-main di Desa kami ya," seru ibu-ibu lainnya yaitu Ibu Sumiyem dengan tuduhannya.

Melihat perut besar Chiara, mereka langsung berpikiran buruk. Biasanya Desa adalah tempat untuk bersembunyi dari hal-hal seperti itu karena dianggap aman. Padahal belum tentu karena di Desa mereka masih mengutamakan adab. Yang mencemarkan nama baik Desa, sudah pasti akan diusir.

"Benar, jangan-jangan kamu tinggal di sini sama pacar atau malah jadi istri simpanan? Makanya disembunyikan," seru ibu-ibu lainnya membuat Chiara sedikit panik.

"Sebentar, Ibu-ibu. Saya sedang tidak bersembunyi dan hamil di luar nikah. Suami saya meninggal makanya memutuskan untuk tinggal di Desa ini. Mertua mengusir saya setelah suami meninggal. Ini bukti kalau saya sudah menikah," ucap Chiara sambil mengambil fotocopy buku nikah di dalam tasnya.

Raut wajah Chiara yang polos dan sendu membuat Ibu-ibu di sana terlihat iba. Drama yang dimainkan Chiara sepertinya berhasil. Mereka memeriksa fotocopy buku nikah itu dengan seksama dan memang terbukti asli. Ibu Aisiyah langsung memeluk Chiara dengan erat sambil mengusap punggungnya. Ia menguatkan Chiara agar tetap kuat demi anaknya.

"Kamu boleh tinggal di sini. Mungkin bisa langsung ijin sama ketua RT dulu. Kebetulan rumah saya di sampingmu nanti tinggal," ucap Ibu Aisiyah dengan senyum lembutnya.

"Benar. Kalau perlu, kita bantu kamu balas dendam sama mertuamu itu. Kami bersedia melakukan demo di depan rumahnya," ucap Ibu Sumiyem dengan semangat.

"Tidak perlu, Ibu-ibu. Terimakasih sudah mengijinkan saya tinggal di Desa ini. Saya sudah dapat ijin dari anak pemilik rumah untuk tinggal di sana," ucap Chiara dengan sedikit berbohong.

"Baiklah. Apa perlu kita antar? Khawatirnya nanti malah nyasar," ucap Ibu Aisiyah penuh perhatian.

"Tidak perlu, Bu. Dulu saya pernah ke sini waktu kecil. Sedikitnya masih ingat jalan menuju rumah. Untuk lapor RT, nanti sore saja. Saya akan meminta tolong diantar ke rumahnya," ucap Chiara menolak dengan sopan.

"Baiklah. Kalau butuh sesuatu, bilang sama kami." ucap Ibu Sumiyem membuat Chiara menganggukkan kepalanya.

"Untung Mama pintar akting sedih, jadi kita nggak dikeroyok emak-emak." batin Chiara sambil mengelus perut besarnya dengan lembut.

"Maafin Chiara ya, Mas. Udah bilang sama semua orang kalau kamu sudah meninggal," ucap Chiara sambil meringis pelan kemudian melanjutkan perjalanannya menuju rumah dari Neneknya.

Chiara menghela nafasnya pelan saat melihat rumah di depannya. Tampak kotor karena sudah puluhan tahun tak ditinggali. Beruntungnya halaman di luar rumah terlihat bersih karena tetangga sebelahnya masih mau membantu membersihkannya.

"Semangat menjalani hidup baru, Chiara. Kalau nggak kuat bersih-bersih sendiri, ya minta tolong tetangga dan bayar aja. Untung masih punya duit," ucapnya sambil terkekeh pelan.

***

Brakkk...

Pyarr...

Arghhhh...

"Mama nggak punya hati," seru Julian yang kembali meninju cermin di depannya.

"Chiara, kenapa kamu tinggalin aku? Seharusnya dari awal kamu bilang kalau sedang hamil. Bukan malah ikut saran Mama yang sesat itu," gerutunya yang kini menyalahkan Chiara.

Hahaha...

"Emangnya hamil sendirian enak? Katanya kalau ibu hamil itu sering mual dan ngidam aneh-aneh." Julian terus berbicara dan kadang tertawa sendiri bak orang tak waras.

Saat ini Julian berada di apartemen miliknya. Bahkan darah terus mengucur pada telapak tangannya. Ia frustasi karena sampai malam tiba, Chiara belum juga ditemukan. Tangan yang sebelumnya terluka bahkan belum sempat diobati. Namun luka ditangannya bertambah kembali.

"Julian..." seru Papa Fabio tepat berada di depan kamar milik anaknya dengan raut wajah khawatirnya.

"Pergi, Pa. Temani istrimu yang tak punya perasaan itu," seru Julian yang kini terduduk di pojok kamarnya sambil menenggelamkan kepala pada kedua lututnya.

"Dengarkan Papa dulu. Kamu nggak bisa begini. Kalau Chiara sampai tahu kondisimu begini, dia akan marah dan meminta bercerai darimu." seru Papa Fabio yang sengaja menakut-nakuti Julian.

Brakk...

Pintu terbuka dengan keras. Inilah sifat Julian yang paling tak disukai Papa Fabio. Jika sudah mencintai sesuatu, dia terlalu erat menjaga bahkan tak boleh ada yang melukainya. Hingga membuat emosi Julian sering tak terkendali. Begitu juga saat keluarganya ada yang terluka. Namun paling parah jika itu terjadi pada Chiara.

"Papa jangan ngomong hal yang mustahil. Sekalipun Chiara minta cerai, nggak akan Julian kabulkan." ucap Julian dengan sinisnya.

"Terserah kamu sajalah. Chiara juga pasti capek menghadapi kamu yang suka tantruman begini. Bukannya cari cara biar Chiara cepat ketemu, ini malah melakukan hal bodoh." sindir Papa Fabio sambil melirik sekilas pada luka di telapak tangan anaknya.

Papa Fabio hanya bisa meringis pelan melihat bagaimana keadaan kamar apartemen milik anaknya. Darah dan kaca berceceran, barang-barang semuanya pecah dan jatuh di lantai. Huh... Kepala Papa Fabio rasanya seakan ingin pecah melihat tingkah anaknya yang tak berubah juga.

"Bersihkan badan dan kamarmu ini. Kita cari cara buat menemukan Chiara. Jangan melakukan hal bodoh lagi, Julian." ucap Papa Fabio penuh penekanan membuat Julian menganggukkan kepalanya patuh karena takut dengan ancaman mengenai perceraian.

Terpopuler

Comments

saljutantaloe

saljutantaloe

makin menarik ceritanya thor
semangat thor

2025-09-08

0

tia

tia

semangat update ny thor cerita bagus

2025-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!