Bernard segera mendekat pada Mikael. "Apa yang sudah kau lakukan dengan Kelly?"
"Kami hanya mengelilingi taman sembari berbincang sebentar. Kau tidak perlu khawatir aku melakukan tindakan yang tidak-tidak," kata Mikael.
"Aku sudah mengamatimu sejak lama, terutama setelah tahu kau memotret Kelly diam-diam. Apa kau memang menyukai Kelly?"
Mikael seketika terdiam. Ia memang menyukai Kelly sejak pandangan pertama dan pesona wanita itu sangat sulit dihilangkan hingga detik ini.
"Aku memang menyukainya. Aku bahkan berniat untuk menjadikannya sebagai istriku."
"Kau memiliki kemampuan dalam bertarung, tapi kau payah dalam urusan asmara. Jika kau memang menyukai Kelly, kau seharusnya mengatakan ketertarikanmu padaku."
"Situasinya sangat tidak pas saat itu. Aku harus fokus menjaga Tuan Xander dan memastikan keamanannya.”
"Apa yang akan kau lakukan jika aku melarangmu menyukai Kelly?" tanya Bernard dengan sorot tajam.
"Kau bisa melarangku untuk dekat dengan Kelly, tapi kau tidak bisa melarangku untuk menyukainya. Aku adalah pemilik dari hatiku. Jika aku tidak mengendalikan hatiku sendiri, maka orang lain juga tidak akan bisa mengendalikannya."
Bernard menatap tajam, mengepalkan tangan erat-erat. "Kelly adalah putriku satu-satunya. Dia sangat terpukul saat kehilangan ibunya dan kakeknya. Aku tidak mengizinkannya untuk sembarang dekat dengannya, terlebih sampai menjadikannya seorang istri. Aku tahu masa lalumu dan aku tahu masa lalu ayahmu Miguel. Kalian adalah perpaduan yang cocok."
"Aku tidak akan menampik jika aku memiliki masa lalu yang buruk, tapi aku akan mengusahakan masa sekarang dan masa depan yang lebih baik."
"Kau bicara seolah Kelly menyukaimu dan akan menerimamu."
"Meski aku tidak bisa bersama Kelly, aku harus tetap melanjutkan hidupku.”
Bernard teringat dengan Mikael yang melindungi Kelly dari tembakan. Ia menganggap jika hal itu adalah aksi penyelamatan biasa, tapi nyatanya tidak sesederhana yang ia pikirkan.
"Jauhi, Kelly. Aku sudah mempersiapkan pria lain untuk Kelly. Pria itu jauh berkali-kali lipat lebih baik darimu. Fokuslah pada tugasmu."
"Aku mengerti."
Bernard melenggang pergi, melirik Mikael sekilas. "Aku tidak butuh perkataan, tapi butuh bukti yang nyata darimu, Mikael. Kau masih harus membuktikan jika kau pantas aku percaya untuk menjaga Kelly."
Mikael berjalan mengelilingi taman. Meski terlihat tegar tanpa menunjukkan rasa sakit sedikit pun, ia tidak bisa berbohong jika hatinya terasa sakit.
Mikael menyentuh dadanya. "Aku benar-benar lemah. Aku merasa sakit karena penolakan, tetapi baik-baik saja karena sebuah tusukan benda tajam."
Mikael berhenti di sisi danau, menatap pantulan dirinya. Ia diam selama beberapa waktu, menikmati keheningan di sekelilingnya dan keramaian dalam hati dan pikirannya.
Mikael melihat pantulan beriak di atas permukaan air. Ketika air kembali tenang, pantulan bulan seakan berubah menjadi wajah Kelly.
Mikael menggeleng. "Aku pasti sudah gila. Kenapa hal ini bisa terjadi padaku?"
Mikael menatap keramaian di kediaman utama. Ia kembali teringat dengan ucapannya pada Dalton. "Sebuah keluarga kecil sudah lebih dari cukup bagiku."
Di tempat berbeda, Darren tengah membantu Nexa membereskan beberapa kotak. Meski sudah berkali-kali ditolak, ia tetap melakukannya.
"Aku bisa melakukannya sendiri. Pergilah dan lakukan pekerjaanmu sendiri," kata Nexa tak acuh.
Darren tertawa. "Kau sangat ketus padaku sejak pertama kali bertemu. Aku sudah menjalankan tugasku. Tidak masalah jika aku membantu. Lagipula aku tidak hanya membantumu, tapi aku juga membantu yang lain."
Nexa mengembus napas panjang, merasa lega ketika Darren meninggalkannya. "Apa yang sebenarnya dia inginkan dariku? Dasar pria menyebalkan!"
"Minumlah! Minuman ini akan menghilangkan rasa lelahmu." Darren memberikan segelas minuman pada Nexa.
"Aku tidak haus. Walaupun aku haus, aku bisa mengambilnya sendiri." Nexa mengabaikan sodoran minuman Darren. Ia berjalan menuju sebuah meja dan sialnya minuman sudah habis.
"Dasar menjengkelkan." Nexa kembali ke tempatnya semula.
Darren tertawa, menyodorkan kembali gelas minuman. "Apa pun yang sudah ditakdirkan menjadi milikmu akan tetap jadi milikmu."
Nexa terpaksa mengambil minuman, memutar bola mata. Wanita itu memunggungi Darren, meneguk minuman perlahan.
Satu per satu para pengawal meninggalkan area gudang.
Nexa menghadap Darren. "Berhentilah menggangguku. Kau sudah bertindak di luar tugasmu dengan mendatangi gudang ini.
Jika atasanmu atau bahkan Tuan Govin tahu kau bertindak di luar tugasmu, kau akan mendapatkan hukuman berat, tak peduli kau pengawal baru atau bukan.”
"Aku sudah memperhatikan Govin cukup lama. Dia tidak terlihat seperti orang yang kejam. Dia justru terlihat seperti orang bisu."
Nexa seketika menutup mulut Darren, mengawasi sekelitar. "Pelankan suaramu."
Darren cukup terkejut. "Apa yang terjadi?"
Nexa segera melepaskan tangan pada mulut Darren. "Kau akan mendapatkan masalah besar jika sampai menghina Tuan Govin. Dia adalah orang kepercayaan Tuan Sebastian, Tuan Samuel dan Tuan Xander. Para pengawal tunduk dan patuh padanya.”
"Baiklah, aku tidak akan menjelekkannya lagi."
Nexa mengembus napas panjang, merapikan kotak-kotak hingga sejajar. Ia berjalan keluar gudang dengan langkah cepat.
Darren segera mengikuti dari belakang.
"Kau menilai Tuan Govin lebih banyak diam karena Tuan Govin melihatmu sebagai cucu dari mendiang Tuan Evan, bukan melihatmu sebagai bawahannya. Setiap tempat dan situasi akan memiliki respons berbeda."
"Jangan mengikuti lagi. Kau membuatku kesulitan." Nexa melenggang pergi.
Darren melambaikan tangan.
Nexa melirik Darren. "Kenapa Darren tidak mengejarku?"
Kira segera menarik tangan Nexa. Ia mengintip kedekatan sahabatnya itu dengan Darren sejak tadi. "Hei, Darren tampaknya suka padamu. Bukankah ini pertanda bagus untukmu?"
Nexa terus berjalan. "Kenapa kau bisa berkata seperti itu?"
"Kau mengatakan jika kau sedikit iri pada Lizzy. Sekarang, kau dipertemukan dengan pria yang tertarik padamu."
"Darren bukan tipeku. Dia mendekatiku karena dia hanya penasaran. Dia juga terkesan sedang bermain-main denganku." Nexa duduk di kursi, menatap Darren yang tengah berbincang dengan Kelly.
"Kau harus memberi Darren kesempatan. Aku pikir Darren adalah pria yang tepat untukmu."
"Kenapa kau bisa berpikir begitu? Kau dan aku baru mengenalnya kurang dari dua hari."
"Untuk itulah kau harus mengenalnya. Jika dia pria buruk, tidak mungkin dia menjadi salah satu pasukan Tuan Xander sekarang."
"Aku tidak ingin membahasnya lagi."
"Baiklah. Sebaiknya kita beristirahat. Besok, kita memiliki pekerjaan penting."
Malam terus larut, tetapi keceriaan di dalam rumah justru terus berlanjut.
Xander berbincang panjang lebar dengan Morgan, Donald, Garrick, dan yang lain.
"Hidupmu sangat sempurna saat ini, Alexander. Kau memiliki segalanya dalam genggamanmu,” kata Donald.
Xander memang merasa demikian. Kehidupannya yang buruk sudah berganti menjadi kebahagiaan yang luar biasa. Meski begitu, ia tahu bahwa segala sesuatu memiliki masanya sendiri. Kebahagiaan dan kesengsaraan seperti dua sisi koin yang kapanpun bisa berbalik.
Akan tetapi, Xander ingin menikmati semua momen ini dengan sebaik-baiknya.
Xander menoleh ke jendela, mendapati Bernard dan Darren tengah berbincang di dekat lampu taman. Keduanya tampak begitu serius.
"Alexander, kau harus menceritakan perasaanmu menjadi seorang ayah di depan kami." Morgan menarik Xander ke tengah ruangan.
Bernard dan Darren berjalan meninggalkan taman, memasuki ruangan.
Bernard mengunci pintu. "Darren, aku ingin memberitahumu sebuah rahasia penting, rahasia yang sudah dijaga oleh mendiang kakekmu selama ini."
Darren mendadak tegang. "Rahasia apa itu, Ayah."
Bernard mengawasi sekeliling. "Dengarkan aku baik-baik. Ini perihal tempat istimewa yang hanya diketahui oleh mendiang kakekmu ketika dia berada dalam pertempuran berpuluh-puluh tahun lalu. Tempat itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa negara Vistoria, Havreland, dan Lytora mencarinya."
"Tempat itu menyimpan harta karun berupa peninggalan dari masa lalu. Harganya sangat fantastis jika diuangkan. Mendiang kakekmu sengaja membiarkan benda-benda itu tetap berada di tempat itu. Sayangnya, salah satu prajuritnya sempat melihatnya keluar dari suatu gua dan mendengarnya berbicara mengenai benda antik."
"Kabar itu tersebar cepat pada para prajurit hingga terdengar oleh tentara lawan. Pemimpin lawan menyuap tentara Vistoria untuk menunjukkan tempat itu. Untungnya, mendiang kakekmu mengetahuinya dan menyelamatkan benda-benda antik itu."
"Mendiang kakekmu memberitahuku beberapa petunjuk mengenai tempat benda-benda antik itu tersimpan sekaligus gambaran dari benda-benda antik itu.”
"Ayah, bagaimana kita bisa memastikan bahwa benda-benda antik itu masih berada di tempatnya?" tanya Darren, "bukankah penting bagi kita untuk memastikan benda-benda itu tetap berada di sana?"
"Mendiang kakekmu pernah berkunjung ke tempat itu sekitar dua puluh lima tahun lalu dan melihat bahwa benda-benda itu masih berada di sana. Dalam obrolanku bersama mendiang kakekmu, aku baru mengetahui jika benda antik itu berjumlah lima dimana sebagian mungkin saja sudah berada di tangan sebuah keluarga dan sisanya masih berada di tempat itu."
"Kita sudah bergabung dengan kelompok Alexander. Semua tindak-tanduk kita tidak akan lepas dari pengawasan mereka."
"Itulah salah satu alasan kenapa mendiang kakekmu meminta kita bergabung dengan pasukan Alexander. Kita memiliki tempat yang aman untuk berlindung sekaligus menjaga kerahasiaan tempat itu. Selain pemerintah ketiga negara, banyak keluarga yang memang mengincar benda itu. Kita tidak akan menang melawan mereka."
"Aku mengerti, Ayah.”
"Kau harus menjaga rahasia ini dengan nyawamu sebagaimana mendiang kakekmu menjaga rahasia ini. Jika suatu saat aku tewas, kau yang akan menjaganya dan meneruskan penjagaannya pada anakmu."
"Aku hanya memberitahumu mengenai rahasia ini. Aku sama sekali tidak memberi tahu Kelly. Ini adalah tugas bagi setiap penerus keluarga."
Malam semakin larut. Keramaian di ruangan utama perlahan usai. Semua kembali ke tempat masing-masing untuk beristirahat.
Xander memasuki kamar, tersenyum saat melihat Lizzy tengah menidurkan putranya. Sampai saat ini, ia masih tidak menyangka dengan kebahagiaan ini. Akan tetapi, setelah dilihat saksama, ia melihat ada air yang membasahi pipi Lizzy.
"Apa yang terjadi? Kau menangis?" Xander bergegas mendekat.
Lizzy buru-buru menyeka tangis, tersenyum. "Aku baik-baik saja. Aku hanya teringat dengan mendiang ayahku. Dia pasti akan sangat bahagia jika tahu dia memiliki cucu.”
"Besok, kita akan pergi untuk menziarahi pusaranya. Dia pasti akan sangat senang mendengar ceritamu." Xander memeluk Lizzy dari samping.
Xander menyentuh jemari kecil putranya. "Terima kasih sudah hadir untuk melengkapi hidupku, Alexis.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Suris
Good.. Lanjut thor... /Good/
2025-09-16
0