Alex Curiga

Keesokan harinya ketika Happy atau sekarang sebut saja Elizabeth, terbangun, dia berharap semua yang terjadi padanya hanyalah mimpi dan dia bisa kembali ke apartemen mungilnya. Namun, dia kecewa karena ternyata dia masih berada di dunia ciptaannya sendiri.

Meskipun Elizabeth tidak merasa baik-baik saja, dia harus menghadapi saja semuanya dan berusaha mencoba untuk melewati dunia novel buatannya ini. Dia berpikir, mungkin setelah cerita ini selesai, dia akan bisa kembali ke dunianya sendiri.

Elizabeth kembali berpikir, meskipun dia tidak melakukan apa pun sebagai tokoh penjahat dalam cerita ini, maka pasti wanita lain akan melakukan hal yang sama kepada sang protagonis wanita karena sang pangeran mahkota sangat populer di kalangan wanita yabg memperebutkan nya.

'Mungkin aku lebih baik menghindari tokoh utama wanita dan menunggu hingga cerita ini berakhir dengan dia dan pangeran bisa bersama.' pikir Elizabeth.

Dia lalu menoleh ke arah Alex dan bertanya, "Hari apa sekarang?"

Alex menjawab pertanyaannya.

"Ini tanggal 20 Januari, Nona."

"Tahun?" Tanya Elizabeth lagi.

"1746 Nona." Jawab Alex.

'Setahun sebelum dewasa!' ucap Elizabeth dalam hati.

Dalam latar dunia novel ini, usia enam belas tahun adalah masa kedewasaan yang berarti Elizabeth hanya tinggal menunggu setahun lagi sebelum cerita dimulai.

Elizabeth merasa perutnya berdebar-debar, membayangkan bagaimana dia bisa menyaksikan kisah cinta yang telah dia ciptakan sendiri. Dia merasa sudut bibirnya melengkung ke atas, tetapi segera dia cegah, mengingat Alex masih ada disana.

Meskipun dia bahagia, dia tahu apa yang akan terjadi pada peran antagonis dalam kisah ini yang sekarang diperankan oleh dirinya sendiri.

Setahun setelah menginjak usia enam belas tahun, dia akan dibunuh. Agar hal itu tidak terjadi, dia tidak perlu mengubah alur cerita. Melainkan dia hanya perlu mengubah sosok dirinya yang merupakan sosok Elizabeth yang jahat menjadi baik dan membujuk Alex untuk tidak membunuhnya.

Dengan memikirkan hal itu, Elizabeth diam-diam menghibur dirinya sebelum beralih ke Alex.

"Alex!" Seru Elizabeth.

"Ya, Nona?" Balas Alex.

"Apa kau sudah makan?" Tanya Elizabeth lagi.

Alex menatapnya, bingung dengan perilakunya yang berbeda. Elizabeth tersenyum sambil menunggu dengan sabar sampai Alex menjawab.

Setelah jeda yang lama, akhirnya Alex menjawab,"Ya, Nona. Saya bangun pagi, jadi saya sudah sarapan terlebih dahulu."

'Ah, masuk akal juga...' gumam Elizabeth dalam hati, bertanya-tanya apa lagi yang bisa dia katakan, tetapi Alex malah mendahuluinya.

"Mengapa Anda tiba-tiba bertanya, Nona?" Tanya Alex.

"Aku cuma penasaran, soalnya kalau kamu belum makan, aku pasti nanya kamu mau makan bareng aku atau tidak..." Ucap Elizabeth.

Jawabannya membuat Alex semakin bingung karena cara bicaranya juga berbeda.

Melihat Alex yang tidak membalas pertanyaannya, Elizabeth meraba-raba jarinya sebelum berbicara sekali lagi.

"Ayo... ayo kita keluar?" Ajak Elizabeth.

Mendengar usulannya, Alex tersentak dan mengangguk sebelum membungkuk.

"Kalau begitu, saya akan menyiapkan kereta untuk Nona." Ucap Alex.

Elizabeth cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Ma... maksudku taman, ya, ayo kita pergi ke taman!" Seru Elizabeth.

Alex mengedipkan matanya pada Elizabeth sebelum mengangguk.

"Oh begitu, maaf atas kesalahpahaman ini Nona" Ucap Alex.

Dia terisak dalam hatinya.

'Aku ingin pulang...'

Keduanya keluar dari kamarnya dan berjalan menuju taman. Elizabeth tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada taman itu. Taman itu sungguh indah, warnanya begitu hidup dan cerah, namun tak pernah tampak bertabrakan.

Elizabeth bisa merasakan betapa tukang kebun di rumah ini begitu peduli dan merawat bunga-bunganya.

'Aku salut padamu tukang kebun!' seru Elizabeth.

Dia mulai berjalan-jalan di taman, mendapati semuanya tampak menarik. Happy sebenarnya tidak pernah menulis persis seperti apa rumah tokoh antagonis Elizabeth dalam novelnya, selain mengatakan bahwa rumah itu begitu indah sehingga orang-orang yang berkunjung pun selalu berusaha untuk tinggal lebih lama karena keindahannya.

'Gak pernah menyangka semuanya akan seindah ini..' gumam Elizabeth lirih pada dirinya sendiri.

Dia lalu mengusap jarinya pelan pada bunga-bunga itu. Kemudian dia merasakan sesuatu menyentuh jarinya. Elizabeth menunduk dan menyadari bahwa dia telah menusuk dirinya sendiri dengan duri. Darah mengucur deras, tetapi tidak parah karena hanya duri.

"Nona, Anda baik-baik saja?" Tanya Alex sambil mengeluarkan sapu tangan dari saku dada jaketnya.

Alex hendak menyeka darah dari jari Elizabeth ketika dia secara naluriah mengisap jarinya. Elizabeth tidak merasa risih dengan darah itu, tetapi dia pun menyadari betapa terkejutnya Alex dengan tindakan yang dia lalukan barusan. Dia pun menyadari apa yang telah dia lakukan tanpa sadar.

'Sial...' umpatnya dalam hati.

Dengan cepat, dia mengeluarkan jarinya dari mulutnya dan tersenyum gugup.

"Eh, ayo kita kembali ke dalam dan bersihkan luka ini," kata Elizabeth, mencoba mengalihkan perhatian Alex ke hal lain.

Sebelum Alex sempat membalas ucapannya, dia sudah lari kembali ke dalam, mengutuk dirinya sendiri dalam hati karena begitu bodoh dan melakukan kebiasaan yang tidak dilakukan seseorang dalam dunia novelnya ini terutama keturunan bangsawan sepertinya.

Seorang pelayan kemudian membantunya membersihkan lukanya dan memasang plester kecil.

Dia menggumamkan "terima kasih" kecil dan melihat raut terkejut di wajah pelayan itu.

Setelah itu, sepanjang hari dia memutuskan untuk tidak keluar kamar dan memusatkan seluruh pikirannya. Dia harus merencanakan lebih jauh ke depan tentang apa yang harus dia lakukan selanjutnya, kalau tidak, dia akan benar-benar mati sesuai dengan isi novel yang ditulisnya.

Alex tidak berdiri terlalu jauh atau dekat dari Elizabeth, jarak mereka pas. Elizabeth duduk di mejanya, mengambil beberapa lembar kertas, sebuah pulpen, dan menuliskan pikirannya di sana. Karena Elizabeth adalah pencipta dunia ini, jadi dia tahu latar dan sejarahnya. Dia menuliskan semua yang dia ketahui dan ingat di kertas, termasuk setiap karakter yang dia ciptakan dan latar belakang mereka.

Dia tak perlu khawatir Alex akan melihat dan mencoba membacanya karena bahasa di sini berbeda dengan yang dia tulis. Setelah selesai menulis semuanya, dia menatap kertas itu sebelum mengangguk puas, lalu memasukkannya ke dalam laci mejanya. Dia bangkit dan meregangkan tubuhnya sebelum melihat ke luar jendela.

Matahari tampak terbenam, dengan perpaduan warna jingga, kuning, dan merah, menciptakan gradasi warna ombre yang indah di langit. Elizabeth mengagumi pemandangan sejenak sebelum Alex berkata bahwa dia akan keluar untuk menyiapkan air mandi untuknya.

Sambil mengangguk, Elizabeth bergumam, "Terima kasih."

Alex tak berkata apa-apa dan membungkuk, meninggalkan kamarnya. Ketika pintu tertutup, Elizabeth menghela napas panjang, bahunya merosot. Baru sehari dan dia sudah merasa sangat lelah. Dia merasa telah menganggap remeh hidupnya sebelum datang ke dunia novel ini.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!