#2

Mereka mengalami goncangan kesedihan yang dalam untuk kehidupan anaknya. Mereka tak berpikir sejauh ini, bahwa takdir rumah tangga Asha begitu berat.

"Ya Allah. Umi. Ayo, bangun. Jangan duduk di lantai seperti ini." Abi berusaha mengangkat tubuhnya yang lunglai.

"Ataghfirullah, dosa kita apa ya Abi." Umi memengang erat lengan Abi yang menopangnya untuk berdiri.

"Istighfar yang banyak. Kita orang tua yang punya banyak salah dan banyak kekurangan."

"Asha, anak yang baik dan ..."

Sebelum umi melanjutkan ucapannya. Tiga perawat dan dokter yang waktu lalu keluar dari ruang operasi, dia kembali dan berlari menuju ke ruangan tempat Asha yang masih di dalam ruang kritis. Mereka semua menghentakkan tanah dengan langkah panjang dan cepat.

"Ada apa ini Abi ?" dorongan rasa ingin tahu Umi begitu besar karena tim medis menuju ruangan dengan tergesa gesa.

Abi hanya terbengong dengan perasaan yang penuh kecemasan dan tak tenang yang menghantui dirinya.

"Ada apa ini dok, dengan Asha anak saya ?" tanya Umi memberhentikan tangan dokter yang ingin membuka pintu.

"Akan kami beritahu nanti. Pasien dalam kritis, pendarahannya belum berhenti." Dokterpun masuk ke dalam dan mempercepat penanganannya terhadap Asha.

"Ya Allah. Astaghfirullah," ucap Umi memekik keras. Dia memikirkan kemungkinan yang buruk terjadi. Rasa was was menghantui perasaan mereka berdua seperti badai yang tak kunjung berhenti.

Umi memeluk Abi. "Ya Allah Ya Karim. Yang maha pemurah. Selamatkan anakku Asha," pekik Umi pecah dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

Dengan gerakkan yang lembut, Abi menepuk punggung Umi. Untuk memberikan ketengan, rasa nyaman dan tentram di tengah kesedihan yang mendalam. Dia ingin menghilangkan rasa sakit di hati istrinya. Lalu, berbicara dengan suara yang lembut. "Semuanya akan baik baik saja. Asha akan kembali pulih seperti semula."

Saat Abi menenangkan hati istrinya. Tiba tiba dia melihat bayangan hitam terbang yang melesat cepat dan merambat ke dinding dinding dan masuk menembus pintu ruang.

"Astaghfirullah haladzim," sambung Abi dengan kepala yang mendongak ke atas saat melihat bayangan hitam itu.

"Ada yang tidak beres Umi dengan Asha. Firasatku kuat sekali." Abi melepaskan pelukannya.

"Firasat apa Abi ?"

"Tadi Abi melihat ada makhluk bayangan hitam masuk ke dalam ruangan, tidak lama saat dokter dan tim medis masuk tadi."

"Astaghfirullah haladzim, terus kita harus bagaimana Abi ?" semburat wajah kecemasan terlihat pada mereka.

"Banyakin berdIkir Umi. Niatkan untuk kehidupan anak kita."

"Siapa yang punya niat jahat, Astaghfirullah."

"Umi tetap melafalkan ayat Allah dan Abi akan tayamum dan sholat di sini." Dia membuka aplikasi handphone untuk menunjukkan arah kiblat.

Dengan sholat yang penuh khidmat, setiap gerakkan yang dia lakukan penuh dengan keikhlasan. Lalu, dia duduk bersila, mengulang ulang kalimat suci yang penuh makna, suaranya lembut dan penuh keimanan dan ketakwaan.

Dengan kesadaran penuh, Abi mendegar suara rintihan, tawa yang tajam dan memekik hingga telinganya berdengung.

"Astaghfirullah haladzim," ucap Abi saat tahu telinganya bergetar suara keras seperti ada lonceng besar yang berdentang di kepalanya.

Abi melanjutkan lantunan kalimat suci penuh dengan khidmat. Lalu, terdengar tawa yang keras dan tajam membuat bulu kuduk berdiri dan membuat malam semakin sunyi. Membuat jiwa seperti terhisap ke dalam kegelapan dan ketakutan.

Abi berusaha untuk tenang dan memusatkan pikirannya agar rasa takut yang timbul dalam hatinya akan perlahan hilang dan kembali melantunkan ayat dan kalimat suci, surah Yasin ayat sembilan dengan terus menerus tanpa henti, dia semakin lama semakin larut dalam ke khusyuk-an.

Kemudian, mahluk yang berada dalam ruangan Asha, keluar merambat ke dinding dinding yang tiba tiba menggoleng tubuh Abi hingga jatuh terseret sekitar lima langkah. Lalu, makhluk itu menghilang meninggalkan bau anyir.

"Astaghfirullah haladzim." Umi memegang lengan Abi untuk membantunya berdiri dan duduk di sebelahnya.

"Malam semakin panjang Umi. Entahlah, siapa yang mengirim makhluk itu ke Asha ?" imbuh Abi dengan menahan dada yang terasa sangat sakit.

"Lalu, kita harus bagaimana Abi ?"

Karena firasatnya, ada satu makhluk yang masih berada di dekat anaknya. Lalu, Abi terdiam, bukan berati tak dapat menjawab pertanyaan Umi. Dia melipat kedua tangannya seperti sedang dalam keadaan sholat, netranya terpejam dan memusatkan pikirannya sekali lagi lewat berbicara dalam hati, ia melantukan ayat ayat suci.

Kemudian, jiwanya terlepas dari tubuhnya dan berjalan menuju ke dalam ruangan. Dia melihat keadaan Asha di dalam ruangan. Yang di kelilingi oleh dokter dan para staf medis.

"Audzubillah himinnasyaitonirrajim bismillahirrahmanirrahim." Netra Abi tajam menatap sosok hitam tinggi yang melayang di atas tubuh Asha.

Makhluk itu dengan mulutnya yang lebar dan netra yang kosong, tapi mengeluarkan darah hitam yang menetes ke tubuh Asha. Membuat tubuhnya kejang kejang, yang membuat hilangnya kesadaran dan kontraksi otot yang hebat pada diri Asha.

Dengan mengucapkan. "Lailahailallah," Abi mengayunkan tangan kanannya. Wajah mahluk hitam itu menoleh ke arah Abi dan terpental jauh, menghilang dalam rintihan tajam.

Tubuh Asha yang tadinya bergetar tanpa terkontrol, pendarahan yang masih mengalir seperti air, dengan kondisi jantung yang lemah. Sekarang, sudah membaik. Semua sudah kembali normal dan Abi kembali ke tubuhnya, di samping Umi yang sedang menanti Abi dengan cemas.

Masih dengan rasa kuatir, "Abi, Abi." Umi menggoyang goyangkan tubuh Abi agar tersadar.

Kemudian, "Alhamdulillah," ucap Abi yang menoleh ke arah Umi.

"Tenang, Umi. Asha sudah membaik. Sebentar lagi dia akan di pindahkan ke ruang inap."

"Alhamdulillah."

Dan sesuai dengan dugaan Abi. Selang lima menit. Dokter dan para staf medis mendorong ranjang Asha untuk di pindahkan ke ruang rawat inap. Kedua tangan Asha tertusuk jarum infus. Satu tangan memiliki jarum infus untuk menggantikan darah yang hilang, sementara satu tangannya lagi untuk mengalirkan obat obatan agar tak terkena infeksi.

Dalam perjalanan menuju ruang inap. Asha yang masih terbaring dengan wajah yang pucat. Memaksakan diri untuk membuka netranya sedikit, walupun itu terasa tak nyaman untuknya. Namun, suara dan wajah Umi membuatnya tersenyum. Dengan perlahan, Asha membuka mulutnya untuk berbicara pelan, "Umi, Abi. Terimakasih."

Mendengar suara Asha yang pelan tapi jelas. Umi sangat bersyukur karena sudah melewati masa masa kritis.

Di kamar Ruby nomer 603, Asha di tempatkan di ruang yang sepi, tak ada pasien lain di ruangan itu. Hanya Umi dan Abi yang akan menunggunya duduk di samping ranjang.

Bibir kering, kantong netra yang suram, tulang pipi yang sedikit menonjol dan berat badan turun drastis, sehingga urat tangannya terlihat. Membuat Asha terlihat seperti mayat hidup. Baru beberapa jam, tapi keadaan tubuh Asha seperti tak berdaging.

Umi yang melihat keadaan anaknya berusaha untuk menahan air mata dan menguatkan diri. Agar Asha tak terlihat bertambah menderita. Netra Asha sedikit terbuka, dia menyebut nama dan ingin sekali suaminya berada di dekatnya.

"Mas Fajar, mas Fajar di mana Umi ?" Dengan suara yang gemetar. Hatinya sangat merindukan suaminya. Apalagi dia sudah tahu dan merasakan bahwa janin yang di kandungnya mengalami keguguran.

"Iya. Sebentar lagi Fajar datang." tutur Umi. Tak ada yang bisa dilakukan selain berbohong kepadanya.

Terpopuler

Comments

Victor

Victor

🤔😭😭 Akhirnya tamat juga, sedih tapi puas, terima kasih, author.

2025-09-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!