Bab.4

Menjelang sore, semua orang sudah kembali pulang. Kini Daisy dan Vio bisa beristirahat dengan tenang. Pasalnya, sejak keluar dari mobil, tak hentinya anaknya berpindah tangan seolah bayi mungil tersebut adalah piala bergilir.

“Kasihan sekali anak. Bunda, kamu pasti lelah kan, sayang?” tanya Daisy pada Vio. Bayi cantik itu hanya menggeliat, lalu kembali tertidur dengan tenang.

“Uhhh … Menggemaskan sekali kamu. Bunda makin sayang sama Vio. Maafkan Bunda di masa lalu, ya, sayang,” bisik Daisy. Matanya berkaca-kaca setiap kali mengingat luka lama.

Daisy menatap sekeliling kamarnya yang tetap sama, tidak berubah sejak dulu. Mommy-nya selalu merawatnya dengan baik, bahkan di saat ia sendiri sempat berantakan.

Kamu sangat beruntung, Vio. Kamu tidak akan tahu betapa keras kepalanya Bunda dulu. Bunda yang arogan, yang merasa dunia bisa ditaklukkan dengan ego. Tapi lihatlah sekarang … semua runtuh, kecuali dirimu.

Karena mengantuk, Daisy merebahkan tubuhnya bersama Vio dan memeluk erat bayi itu. Hatinya luluh setiap kali mencium aroma manis tubuh mungil putrinya.

Beberapa menit kemudian, Damian masuk ke kamar. Ia membawa banyak hadiah dari keluarga Daisy, lalu tatapannya langsung tertuju pada Daisy yang tengah memeluk Vio dengan nyaman.

Damian meletakkan hadiah-hadiah itu di sudut ruangan, kemudian duduk di tepi ranjang. Matanya lembut, bergantian menatap dua wanita kesayangannya.

“Aku mencintaimu, Daisy. Sangat,” bisiknya, lalu mengecup pipi istrinya penuh kasih. Tangannya terulur, mengelus lembut kepala sang anak.

Tak lama pesan masuk dari Diana, disusul panggilan telepon. Dengan terpaksa, Damian mengangkatnya.

“Damian, kamu sudah pulang dari rumah sakit?” tanya Diana.

“Ya, Ibu. Aku sudah pulang. Kami ada di rumah Daddy Niklas,” ujarnya setelah mengucap salam.

“Nanti malam kamu ke rumah, ya. Sebentar saja. Damian, apa kamu tidak rindu sama Ibu?” suara Diana terdengar dingin.

“Aku rindu. Tapi kenapa Ibu tidak menengok cucu?” Damian menahan nada suaranya.

“Malas,” jawab Diana singkat.

Damian menarik napas panjang. “Bu, bagaimanapun juga dia cucu Ibu. Anak aku.”

“Ibu masih ragu, apa anak itu benar-benar anakmu atau bukan. Damian, jangan mudah dibodohi lagi. Sudah cukup, selama ini kamu bertahan dengan perempuan arogan itu.”

“Bu…”

“Ibu akan jodohkan kamu sama Ivana,” sela Diana tiba-tiba.

Rahangnya mengeras. “Ibu, sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan Daisy.” Tanpa menunggu jawaban, Damian menutup teleponnya.

Daisy terdiam pura-pura memejamkan mata. Ia mendengar semuanya. Hatinya menghangat sekaligus bergetar. Damian benar-benar membelanya, bahkan di depan ibunya sendiri. Air mata menggantung di pelupuk matanya.

Damian … kenapa kamu begitu yakin padaku? Kamu tahu sendiri, aku pernah jatuh ke jurang yang membuat kita hampir hancur. Aku dijebak. Aku … aku bahkan pernah meragukan Vio bukanlah anakmu.

Ingatan itu menyeruak: malam ketika ia terbangun di samping Andreas tanpa busana, dunia seakan runtuh menimpa dirinya. Tidak lama setelah itu ia dinyatakan hamil.

Aku sempat takut, sempat curiga. Tapi perlahan aku sadar, Vio adalah anugerah. Dan setiap kali menatapnya … aku melihat wajahmu, Damian. Matamu, senyummu, semuanya. Ya, dia adalah milik kita. Milikmu dan aku.

Diam-diam Daisy membuka mata, menatap Damian yang sibuk memilih baju. Lalu, Daisy mengecup lembut kening Vio, lalu menatap Damian dengan senyum samar. Hatinya masih diliputi rasa bersalah, tapi juga dipenuhi rasa syukur karena suaminya tetap memilih bertahan.

****

Ivana kembali datang ke rumah Diana. Seperti biasa, tangannya tak pernah kosong—selalu saja ada buah tangan, entah itu barang mahal atau sekadar makanan.

“Tante,” sapa Ivana manis.

“Ana, ayo masuk. Tante seneng banget kamu datang,” sambut Diana dengan wajah berbinar. Tangannya masih memegang gunting tanaman yang kemudian ia letakkan di meja sebelum menarik Ivana masuk.

“Duduk dulu, ya. Tante mau cuci tangan sekalian ambil minum.”

“Iya, Tan,” jawab Ivana tersenyum. Saat Diana berlalu, tatapan Ivana langsung jatuh pada pigura besar yang terpajang di ruang tamu—foto pernikahan Damian dan Daisy. Pandangannya berubah dingin, penuh permusuhan.

“Cih… sebentar lagi aku yang akan berdiri di sisinya,” gumam Ivana, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.

Tak lama kemudian Diana kembali, membawa dua gelas teh hangat dan sepiring kue kering. Obrolan pun mengalir, dari hal-hal ringan sampai akhirnya masuk pada inti tujuan Diana.

“Tante mau ajak kamu makan malam bareng Damian. Kebetulan dia mau mampir ke sini,” ucap Diana, penuh harap.

Mata Ivana berbinar. “Aku akan bantu Tante masak. Aku masak kesukaan Damian, pasti dia senang.”

“Boleh, pasti Damian suka. Kamu kan tahu, Daisy itu nggak pernah masak. Jangankan masak, melayani Damian aja dia ogah-ogahan,” sindir Diana.

Ucapan itu membuat Ivana bersorak dalam hati. Ia meneguk tehnya perlahan, menahan senyum kemenangan yang hampir pecah.

****

Tak terasa malam pun tiba, Daisy sudah makan dan menyusui Vio. Kini sang anak sedang berada di kamar kedua orang tuanya.

“Kamu yakin nggak mau ikut, sayang?” tanya Damian lembut.

“Tidak, lain kali saja. Lagian sebentar lagi kita juga pulang ke rumah sendiri. Ibu kan pasti pengen lebih lama sama cucunya,” jawab Daisy, jemarinya mengusap dada Damian, merasakan degup jantung suaminya yang berpacu lebih cepat.

Ia terkekeh pelan sebelum melanjutkan, “Lagian perutku masih sakit. Nanti kalau Ivana tiba-tiba ngajak aku jambak-jambakan, gimana? Jahitanku bisa kebuka lagi.”

Damian mendelik, separuh jengkel mendengar imajinasi istrinya. “Jangan bercanda, sayang.”

“Maaf, maaf.” Daisy tertawa kecil. “Tapi aku percaya sama kamu. Kamu nggak bakal terbujuk rayuan ulat bulu, kan?”

Pelukan Daisy mendarat di tubuh suaminya. Damian balas memeluk erat.

“Tentu saja tidak. Ada istri secantik ini, kok malah mau dibuang? Mana ada.”

Pujian itu membuat Daisy tersipu. Ia mengangguk kecil, lalu mendorong Damian pelan. “Sudah sana pergi. Cepat pulang, jangan lama.”

Damian tersenyum, mengecup kening lalu bibir istrinya dengan ragu, seolah enggan berpisah. Senyum tipis terbit di wajah Daisy saat pintu menutup.

****

Di ruang tengah, Jasmin menimang Vio sambil melirik putrinya yang asyik menonton drama sambil ngemil.

“Kamu kok nggak ikut?” tanyanya heran.

“Malas, Mom. Aku kan belum sembuh. Lagian kalau sampai emosi lihat Ivana, kalah lah aku. Jahitan aja belum kering ini.” Daisy menunjuk perutnya, membuat ibunya geleng-geleng kepala.

“Eh bisa-bisanya kamu mikirnya ribut sama Ivana.”

“Ya jelas, Mom. Coba deh bayangin. Kalau ada ulat bulu deketin Daddy, Mommy bakal diem aja? Nggak mungkin, kan?” balas Daisy sambil melirik penuh arti.

Seketika Jasmin terbakar semangat. “Jangan kira Mommy lemah! Mommy kuat! Suka makan bayam!” serunya penuh percaya diri.

Daisy langsung tergelak. “Ya ampun, Mom. Lucu banget. Kuat makan bayam.”

“Eh jangan ketawa! Dasar anak durhaka,” Jasmin pura-pura marah.

Tawa Daisy pecah makin keras. Niklas yang mendengar percakapan itu memilih tak ikut campur. Ia tahu betul, kalau dua wanita ini sudah kompak, dirinya bisa jadi sasaran tembak berikutnya.

“By the way, gimana cafe sama toko bunga, Mom?” tanya Daisy setelah reda.

“Baik. Semuanya rame, Zara ngurus dengan bagus,” jawab Jasmin.

Zara—sahabat lama Daisy sejak putih biru—memang orang yang paling tahu lika-liku rumah tangganya.

“Mom…” Daisy mencoba membuka topik baru.

“Tidak boleh!” potong Jasmin cepat.

“Apaan sih, Mom. Aku belum ngomong apa-apa.”

“Sudah jelas, kamu pasti mau minta izin ke cafe sama toko bunga, kan?”

“Hehe… enggak kok, Mom,” Daisy tersenyum kecut.

“Cih, tukang bohong. Selama empat puluh hari kamu nggak boleh keluar rumah, nggak boleh keramas, nggak boleh potong kuku. Titik.”

“Ya Tuhan, Mom. Kolot banget sih.” gumam Daisy, tapi langsung meringis saat tangannya dicubit ibunya.

Perdebatan pun kembali pecah, seperti dulu—Daisy mendengarkan sambil sesekali membantah, dan Jasmin tetap jadi ibunya yang cerewet sekaligus pelindung.

Hayo, siapa yang pernah punya mertua atau ibu kayak Jasmin? Atau jangan-jangan… ada juga yang ngalamin sosok seperti Diana? 👀

Terpopuler

Comments

Asa Asa

Asa Asa

belom pernah hidup serumah sama mertua

2025-09-14

1

Susma Wati

Susma Wati

banyak yang kayak ibu diana,

2025-08-30

1

Mochi 🐣

Mochi 🐣

Kepedean

2025-08-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!