Dia

Kalia mengendarai motornya dengan hati lara. Baru kali ini ia menemui seseorang yang sangat begitu angkuh. Kalaupun ia miskin, laku apa hubungannya dengan caci makinya?

Toh, ia tak melakukan kesalahan apapun, sudah jelas wanita itu yang menyerempetnya, tetapi ia yang disalahkan.

Sepertinya itulah kehidupan, siapa yang berkuasa, maka ia yang akan menindas mereka yang dibawah.

Gadis itu terlihat menahan bulir bening yang sudah mengumpul disudut matanya, dan semakin lama ia menahan, maka semakin cepat tertumpah, hingga ia terisak dengan dadanya yang sesenggukkan.

Tanpa terasa, ia sudah tiba didepan grosir langganannya. Lalu menepikan motornya, dan menghapus jejak air matanya yang membasahi pipinya.

Ia menarik nafasnya dengan berat, lalu menghelanya berulang kali untuk menghilangkan rasa sesak didadanya. Ia harus membuang rasa sakit dihatinya, dan tak ada waktu untuk hal itu.

Terlihat deretan toko yang menjual berbagai bahan dan produk. Ia menuju toko sembako, dan membeli beberapa bahan untuk membuat adonan kue, dan beberapa keping bihun sebagai pesanan dari rekannya siswanya.

Setelah menyelesaikan belanjanya. Ia membawa kantong kresek yang berisi tepung, minyak goreng dan sebagainya dengan sangat hati-hati, sebab takut terjatuh, dan pastinya akan berantakan juga rugi.

Braaak

Seseorang menyenggolnya dan membuat barang belanjaannya terhempas keatas lantai teras toko, sehingga membuat beberapa bahan berserakan.

Seketika Kalia tercengang saat menatap bahan dagangannya berserakan. Ia mengangkat wajahnya dan melihat seseorang yang berseragam angkatan darat dengan wajah tampan tanpa dosa menatapnya penuh rasa bersalah.

"Maaf, maaf, aku tidak sengaja, aku akan menggantinya," ucapnya dengan cepat. Ia bergegas mengambil dompetnya, lalu mencari uang cash, tetapi tidak ada selembar uang pun disana, ia lupa menyiapkannya.

"Terlihat ia sangat buru-buru. Lalu mengeluarkan sebuah karth ATM berloga bank swasta dan memberikannya pada Kalia.

"Aku sedang terburu-buru, pakai saja ini, besok aku temui kamu didepan gerbang sekolah." pemuda itu melirik logo sekolah tempat dimana Kalia menimba ilmu. "Kode pin-nya angka berurutan." ia bergegas pergi begitu saja setelah memberikan kartu berbentuk pipih tersebut kepada Kalia.

Kalia yang tadinya akan marah, tiba-tiba terbengong, dan menatap punggung sang pemuda yang bernama Damar, dan itu ia ketahui saat tanpa sengaja membaca nama yang terbordir diseragam depan pria itu.

Damar menghilang diantara kerumunan orang yang berlalu lalang, dan todak lagi terlihat entah dimana.

Kalia memandangi benda pipih tersebut, lalu melirik bahan kuenya yang sudah berserakan. Ingin menolak, tetapi ia butuh untuk membeli pesanan dagangannya esok.

Gadis itu memungut barang yang dapat diselamatkan, dan mengambil uang dari benda pipih tersebut. Ia merasa gugup, sebab baru kali ini memegang kartu tersebut.

Ia pergi ke loket ATM dan iseng mengecek saldonya. Sontak saja ia terkejut melihat jumlahnya, dan ini membuatnya meremang.

Kemudian ia mengambil seperlunya saja, untuk membeli sisa barang yang hancur.

****

Terlihat seorang pria tampan berseragam sedang terburu-buru menuju ruang rapat. Ia sedang ditunggu karena sebagai pimpinan.

Diusianya yang ke tiga puluh, ia sudah mendapatkan pangkat Letnan Kolonel, dan hal itu merupakan prestasi yang membanggakan.

Kali ini, ia ada sebuah pergerakan yang akan mereka susun untuk menyergap para mafia yang telah menyeludup-kan barang haram yang akan dikirim kesebuah kota metropolitan dalam jumlah yang cukup besar, dan tak main-main, jumlahnya mencapai satu ton.

"Selamat sore, Letnan!" sapa para anggota rapat.

"Sore para angkatan!" balasnya dengan tegas, lalu mengambil alih rapat untuk memulai pembahasan mereka.

Meskipun masih muda, namun prestasi yang didapatnya cukup pesat, sehingga mengantarkannya menjadi seorang Letnan Kolonel diusianya yang masih terbilang muda.

Sementara itu, Kalia sudah tiba dirumahnya. Ia membawa barang belanjaannya, dan melihat sang ibu sedang terlihat mengenakan jaket, dan dikanan kiri keningnya terdapat tempelan koyo bernama putih.

"Assalammualaikum, Bu." Kalia menyalim ibunya. Lalu mengecup kening sang ibunda. "Ibu demam ya?" tanyanya dengan rasa khawatir. Ia meletakkan kantong kresek kedapur, lalu kembali menghampiri sang ibunda.

"Ibu sakit?" tanyanya lagi.

"Hanya pusing sedikit," jawab Yatmi. Ia tak ingin membuat gadis kecilnya khawatir.

"Ibu istirahat saja, nanti Kalia yang urus semuanya, lagi pula udah hafal bahan dan resepnya," gadis itu menuntun sang ibunda ke dalam kamar.

"Biar aku kerik," ucapnya dengan cemas.

"Kamu ganti pakaian, ibu baik-baik saja, dan jangan khawatir." Yatmi berusaha tersenyum.

"Tapi panas ibu tinggi banget. Ayo Kalia antar ke berobat," ia mulai memaksa.

"Ibu tiduran saja dulu, nanti juga baikan," tolaknya.

Akhirnya Kalia mengalah, lalu memijat sejenak sang ibu, dan memberikan baluran minyak urut untuk meringankan rasa sakit dikepala sang ibunda.

Perlahan Yatmi mulai memejamkan matanya, dan tertidur.

Kalia bergegas mengemas rumah, lalu melihat waktu yang hampir senja, ia menyempatkan untuk mengerjakan PR, sebab malam nanti akan menyiapkan bahan adonan dagangannya.

****

Malam semakin gelap. Waktu memperlihatkan pukul sembilan malam. Kalia masih sibuk dengan adonannya. Hingga ia mendengar suara sang ibu terbatuk.

"Uhuk,"

Gadis itu bergegas menyudahi pekerjaannya lalu menuju ke kamar dan melihat Yatmi sedang merasakan sesak nafas.

"Bu," pekiknya dengan panik. Ia menghampirinya dengan langkah yang cepat.

"Kita berobat," paksa Kalia.

"Ibu tidak punya uang," jawabnya lirih.

"Pakai kartu bantuan pemerintah," jawabnya lugas. Lalu memaksa sang ibunda untuk pergi ke klinik terdekat.

Yatmi berusaha menolak, tetapi Kalia tak ingin kalah keras dengan keinginannya.

Ia menuju lemari pakaiannya. Lalu mengambil sebuah botol bekas bedak baby yang ia jadikan sebagai alat untuk menabung dan rencananya akan ia pakai untuk membeli sepatunya yang sudah robek.

Namun, kali ini ia membuang semua inginnya, dan mementingkan kesehatan sang ibunda.

Ia menyambar jaket yang menempel didinding, lalu mengenakannya.

Gadis itu memaksa sang ibunda untuk pergi berobat, dan akhirnya tanpa penolakan, keduanya pergi ke klinik.

Setibanya ditempat tersebut, Kalia mengambil nomor antrian, lalu menyerahkan kartu berobat gratis dari pemerintah.

Setelah mendapatkan antrian, ternyata kartu tersebut sudah tidak aktif, dan Kalia harus membayar secara mandiri.

"Kartunya sudah tidak aktif, dan biayanya harus dibayar secara mandiri," ucap seorang wanita yang bertugas sebagai petugas pendaftaran.

Kalia merogoh tas selempang berukuran kecil yang me jadi tempat ponsel dan juga uang miliknya.

"Kenapa bisa tidak aktif, Bu?" tanyanya dengan lirih. Ia was-was jika biayanya cukup besar, uang dari mana ia untuk membayarnya.

"Di cek ke Dokter saja dulu, Mbak. Nanti baru tau biayanya," wanita itu menjelaskan.

Terlihat Yatmi mendengar obrolan keduanya. Ia semakin merasa khawatir, sebab tahu jika puterinya tak memiliki uang.

Kalia menghampiri sang ibunda yang menantinya dikursi antrian dengan wajah yang pucat.

"Sayang, kita pulang saja, ibu sudah sehat," ucapnya berbohong.

"Tidak, ibu harus diperiksa. Jangan fikirkan masalah biayanya, Kalia bisa cari," ucapnya dengan tegas.

Terpopuler

Comments

❤️⃟Wᵃf Yuli a

❤️⃟Wᵃf Yuli a

woww... damar ada disini kamu Lee...@😋jeruk lemon 🍋

2025-08-28

5

⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ

⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ

dah berkuasa, berpangkat, gaji dari rakyat bawah tapi sok petentengan, tuuh orang apa orang2an sawah siiii 😳😳😏😏😏

2025-08-28

2

༄⍟Mᷤbᷡah²_Atta࿐

༄⍟Mᷤbᷡah²_Atta࿐

Wow cerita nya menarik dan seperti lanjut untuk dibaca..

2025-08-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!