Dari sebuah gang kecil terlihat seorang pemuda desa yang begitu disiplin dalam setiap langkah, selalu peduli terhadap setiap orang, selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Walau bukan keturunan orang kaya, tapi di Sekolah selalu dapat ranking pertama semenjak kelas I SD. Banyak orang memuji atas kepandaiannya, otaknya cemerlang, rajin beribadah, tidak suka bermalas-malasan seperti anak yang lain. Dia adalah Marta Bakrun, putra dari pasangan Ibu Sukesih dan Bapak Mulya. Hanya saja semenjak tiga tahun lalu Bapak Mulya meninggal dunia. Ia hanya hidup dengan Ibunya sebagai pembantu rumah tangga atau lebih kerennya disebut asisten. Sambil mengayuh sepeda , ia rupanya terburu-buru, sampai sepedanya hampir masuk selokan.
" Hati-hati Run, warandala-warandala," kata pak Samin yang latah.
" Maaf pak, buru-buru," jawabnya sambil terus mengayuh sepeda.
Akhirnya sampai juga ia di tempat penitipan sepeda. Di situ sudah ada Heri, Restu dan juga Lukman, sahabat sejak kecil dan sekarang satu Sekolah.
" Wah wah wah.....rupanya mau jadi pembalap motoGP ya Run," tanya Restu.
" Apa , moto GP , kecil itu mah, cemen amat, aku mau jadi pembalap dunia akhirat," kata Marta Bakrun.
" Sudah , tuh mobilnya ," kata Heri sambil mengajak temannya naik.
Mereka akhirnya naik mobil elf, maklum di kampung mereka angkutan umum cuma mobil itu. Kurang dari satu jam, mereka sampai juga di tempat tujuan yaitu SMAN 1 Citeri. Sebagai siswa yang teladan, Marta Bakrun selalu sopan dan supel. Ia berjalan menuju kelasnya bersama Restu, sementara Heri dan Lukman beda kelas. Beberapa menit kemudian bel berbunyi, maka masuklah mereka ke kelas masing-masing. Kebetulan jam pelajarannya Olah Raga, jadi saat itu Marta Bakrun segera mengganti pakaian dengan seragam olah raga. Dua jam pelajaran sudah berlalu, mereka kembali ke kelas untuk belajar yang lain.
Hal seperti itu setiap hari dijalani oleh Marta Bakrun yaitu Sekolah. Hingga akhirnya sampai juga dia lulus Sekolah dengan prestasi yang memukau, juara kelas, peserta ujian tertinggi nilainya, juga beberapa prestasi yang lain. Kini setelah lulus Sekolah, Marta Bakrun bekerja membantu Ibunya berjualan lauk. Tiap hari ia ke pasar membonceng ibunya. Lalu begitu dapat barang belanjaan kemudian ia membantu Ibunya memasak.
Suatu hari kebetulan Marta Bakrun sedang duduk di teras rumah, datanglah Restu mengendarai sepeda motor butut, rupanya baru pulang kuliah.
" Hai, Run , lagi banyak kerjaan nggak, bantu aku dong," kata Restu.
" Bantu apa sih ? " tanya Marta Bakrun.
" Ini Run, ada tugas dari kampus suruh rangkum makalah, kamu bisa nggak, cuma nulis doang kayak menyalin gitu lah ," jelas Restu.
" Kapan Tu ?" tanya Bakrun.
" Ya sekarang Run, masa nanti sih, aku ajak kamu kan sekarang, ya sekarang dong," jawab Restu.
" Oooh kirain nanti nunggu kamu punya cucu," kelakar Bakrun.
" Bu....aku mau bantu Restu dulu ya," kata Bakrun sama ibunya.
" Iya....hati-hati," jawab ibunya dibalas anggukan oleh Bakrun dan Restu.
" Mari Bu," kata Restu.
Setelah sampai di rumah Restu, Bakrun lalu membukakan pintu gerbang, maklum anak orang terpandang, namanya juga Restu. Baru dua tiga langkah, ibunya Restu keluar.
" Wah....ada Bakrun juga, kamu kuliah dimana Nak ?" tanya ibu itu.
" Saya tidak kuliah Bu, saya cuma bantu ibu saja, kasihan nggak ada yang bantu, yang penting nanti bisa diajak kerja sama Restu," jawab Bakrun.
" Oooh...ya sudah sini masuk Nak, bantuin Restu ya supaya dapat nilai bagus," kata ibu Restu sambil menyapu.
Kedua sahabat itu masuk ke kamar, di situ tampak beberapa tumpukan buku juga lembaran kertas yang berantakan, di atas meja tampak laptop yang terbungkus kain, semua di ruang itu tampak berdebu.
" Ini sih tempat buaya Tu, bukan tempat orang," celoteh Bakrun.
" Sembarangan, ini tempat king kong Run, semenjak aku kuliah nggak ada yang berani masuk, kecuali tikus, lalat ama kecoa," sahut Restu.
" Iya lah, orang yang nungguin juga nggak ingat kamarnya, malah yang diingat cuma bakso Tasik, ama gorengan doang," kata Bakrun.
Sambil membersihkan kamar itu, Ibu Restu membawa dua gelas es teh sama satu piring kue.
" Silahkan dinikmati ya Nak, Ibu belum beli lauk, nasi sih ada cuma lauknya belum ada Nak," kata Ibu Restu sembari meninggalkan kamar Restu.
Di kamar itu, setelah semuanya beres dan sedikit lebih rapih, keduanya mulai menulis tugas, sementara alunan musik menemani suasana damai.
Tepat pukul 20.00, Restu mengeluarkan sepeda motor dari garasi rumah, tampak Ibu dan Bapak Restu menemani mereka keluar rumah, setelah berpamitan motor itu melaju menuju rumah Marta Bakrun.
Kedua sahabat sejak masih Sekolah selalu menjalani persahabatan dengan baik, sehingga mereka selalu berbagi rasa. Setelah Restu kembali pulang, Marta Bakrun membantu Ibunya yang hanya seorang janda, Ibu Bakrun begitu peduli dengan anaknya, membuat Bakrun selalu ingat akan semua kebaikan Ibunya itu.
" Sudah selesai kerjaan si Restu Nak ?" tanya Ibunya.
" Sudah Bu, cuma tugas kecil saja, nanti kalau udah lama kuliah, pasti banyak tugas," kata Bakrun.
" Memangnya Restu kuliah ambil jurusan apa ,Nak ?" tanya Ibunya.
" Ekonomi Bu, dia punya niat mau kerja di Bank, kalau udah lulus nanti," jawab Bakrun.
" Sudah malam Nak, tidurlah biar Ibu membereskan semuanya, kamu tidur saja ya....besok kerja lagi bantuin Ibu," tutur Ibunya.
" Iya Bu, saya tinggal dulu ya Bu, mau tidur," seloroh Bakrun.
Malam itu Bakrun membaringkan tubuhnya di kasur kecil yang hanya muat satu orang. Dirinya teringat masa-masa waktu sekolah, begitu bersemangat penuh harapan, namun dengan kondisi keluarga seperti yang ia rasakan, tidak mungkin ia memaksakan diri untuk kuliah. Dengan begitu ikhlas, kini ia harus menghadapi sebuah kenyataan yang dirasakan menjenuhkan dan membosankan.
Terbersit dalam angan bahwa ia harus bekerja demi menghidupi diri nya dan Ibunya. Dalam lamunan yang terus terbayang, lama juga dirinya merenung, mata pun terpejam dan lelap pula tidurnya malam itu.
Pagi yang cerah seakan membawa sebuah harapan baru, saat itu Bakrun sedang mengayuh sepeda butut peninggalan ayahnya yang setiap hari selalu membawa berkah, begitupun dengan kondisi sekarang, sepeda itu juga yang membuat dirinya bertahan hidup, walau hanya sebatas mengantar dan menjemput Ibunya berjualan lauk dan makanan ringan serta minuman es teh.
Saat itu dalam perjalanan membawakan jualan Ibunya, Bakrun berpapasan dengan seorang wanita muda berpakaian putih biru. Tampak di mata Bakrun, gadis itu begitu anggun, dengan penampilan yang sedehana juga tanpa polesan, wajah yang begitu alami, mempesona bagi diri Bakrun. Tampak gadis itu tersenyum lembut melihat Bakrun. Biar bagaimana pun, Bakrun adalah lelaki yang dibilang tampan dan seperti keturunan orang kaya.
Sambil matanya tak berkedip, Bakrun menyapa gadis itu.
" Mau Sekolah Neng," sapa Bakrun dengan sapaan pendek.
" Iy Kang," jawab gadis itu.
" Nggak lah, mau cari kodok di pengkolan," kelakar teman si gadis itu.
Terdengar suara cekikikan mereka sambil melanjutkan langkahnya ke Sekolah.
Setelah mengenal gadis walau belum mengetahui namanya, tapi Bakrun merasa dirinya paling hebat di antara teman-temannya. Siang itu Bakrun mengayuh sepeda bututnya untuk menjemput Ibunya berjualan keliling. Seperti biasa , ia menunggu di sebuah pos ronda. Selang beberapa lama, dari jalan sebelah kiri, terlihat seorang bapak-bapak membonceng seorang perempuan, rupanya suami istri.
Bapak itu berpakaian necis lagaknya seorang bos, pakai topi mewah kaya koboy, bersepatu, juga memakai arloji di tangannya. Sementara si perempuan yang dibonceng itu memakai kebaya, rambut disanggul ibarat seorang sinden di pentas wayang. Sepeda bapak itu melaju dengan kecepatan sedang, tapi tidak disangka di depannya itu ada Polisi tidur. Otomatis kagok juga, mau ngerem sudah tidak mungkin, kalau tidak di rem bisa terbang itu sepeda.
Karena kagok maka bapak itu terpaksa ngerem sepeda, nggak tahunya, sepeda itu lompat tak terkendali. Perempuan yang dibonceng sudah pasti jatuh, nah...begitu kejadian itu Bakrun juga nggak nyangka akan ada musibah justru malah diam. Ia menyaksikan kejadian naas itu. Perempuan tadi terjatuh dengan posisi duduk, rasa sakit sudah pasti, yang jadi masalah justru sanggul perempuan itu lepas dan menggelinding seperti roda mobil, perempuan itu berteriak....
" Sanggulku....sanggulku.....itu tolong sanggulku....ambilkan.....hey....ambilkan sanggulku.....", teriaknya sambil merengek.
Sementara si bapak tadi , tak terkendali dengan sepedanya, justru sepeda itu melompat dan melenting menuju kebun pisang. Di situ sepeda tadi terhenti di antara dua pisang, dan si bapak tadi bergelantungan di tandan pisang sambil kakinya mencari pijakan.
" Tolong.....tolong....tolong....ambilkan tangga atau kursi....tolong...," pintanya.
Bakrun melihat hal itu malah ketawa sampai hampir menangis, yang lebih herannya justru sanggul yang menggelinding tadi menabrak tali karet yang lagi dibentangkan anak-anak main lompatan. Sanggul tadi justru terpental lagi dan menggelinding lagi menuju jalan perempatan, di situ ada beberapa anak main bola, melihat ada yang menggelinding ke arah seorang anak, maka ditendanglah sanggul itu dan menuju ke arah lain.
" Waduuuuuuuuh....sanggulku malah ditendang, dasar kurang asem tuh anak-anak," kata perempuan tadi.
Bakrun yang melihat kejadian itu malah semakin terpingkal-pingkal, sampai ia mau tersungkur. Melihat Bakrun mau jatuh, perempuan itu berkata ;
" Hey....dongo....rasain ya mau jatuh, itu sanggulku.....tolong ambilkan sanggulku....." rengek perempuan itu.
Setelah sanggul tadi ditendang, sanggul itu menuju ke arah ibu-ibu yang sedang ngerumpi, begitu ada sanggul menuju ke arahnya, ibu-ibu tadi malah bubar, semua lari terbirit-birit, dikira ada tikus atau apalah. Sementara sanggul tadi terus menggelinding dan dari arah depan ada sepeda melaju kencang, orang-orang menjerit dikira akan menabrak sanggul tadi.
Ternyata kaki si pengendara sepeda itu justru menendang sanggul tadi, membuat arah sanggul menuju ke gerobak bakso. Yang melihat sanggul itu malah lari sambil berkata ;
" Ada babi hitam.....tolong...tolong.....itu ke sini," katanya sambil lari masuk ke gang kecil.
Sementara sanggul itu terus menggelinding ke arah tadi, karena takut banyak orang lari, si pedagang bakso tadi menendang sanggul itu dan justru tidak kena, malah si pedagang bakso jatuh terpeleset. Mangkok yang siap diberikan kepada pembeli yang sudah terisi bakso malah menimpah tubuh si pedagang tadi. Merasa panas akhirnya ia menjerit kepanasan.
" Aduuuuuh panas.....aduuuuh...panas ini...gara-gara sanggul....panas", teriaknya.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu merasa terhibur, sampai anaknya ada yang menangis juga tidak sadar, saking lucunya kejadian itu.
Sementara sanggul tadi terus menggelinding, sampai akhirnya terhenti di selokan berisi lumpur. Melihat sanggul tadi jatuh ke selokan, ada temannya Bakrun, si Lukman , di ambillah sanggul itu ke udara, dan begitu jatuh menuju ke pemiliknya. Karena masih teriak-teriak terus, tidak tahu sanggul itu ke arahnya. Dan...di depan perempuan tadi ada Polisi tidur, sanggul itu menabrak Polisi tidur, otomatis meloncat dan begitu terloncat justru pas di wajah perempuan itu.
Saking kagetnya, dikira bukan sanggul, malah si perempuan itu membuangnya dan sanggul itu jatuh pas di atas bapak tadi yang membonceng perempuan itu. Karena kaget, si bapak tadi mengambilnya dan ditendanglah sanggul itu hingga tersangkut di atas pohon.
" Kurang asem semua...dasar....kurang asem....," kata perempuan itu.
Selanjutnya perempuan itu menyuruh beberapa orang untuk mengambilnya. Sementara itu sepeda yang tersangkut di pohon pisang juga sudah diambil juga oleh warga di situ. Kejadian itu membuat lelucon baru, aneh dan aneh.
Sementara itu Bakrun dan Lukman tertawa di pos ronda, keduanya mau menangis, saking lucunya. Tiba-tiba dari arah jalan sana ada seseorang memanggil Bakrun, ternyata orang itu disuruh Ibunya untuk menjemput.
Setelah mengayuh sepeda kurang dari sepuluh menit, sampailah ia di depan Ibunya.
" Kanapa kamu Nak, cengengesan sendiri saja," kata Ibunya kepada Bakrun.
Sementara Bakrun tidak bisa berkata apa-apa kecuali dia makin keras ketawanya. Melihat hal itu , Ibunya sepontan mengambil air putih, lalu dikumur-kumur sambil berdoa dan .....
" Bruuuuuuush ,"
Bakrun disembur oleh Ibunya dan membuat Bakrun kaget setengah mati.
" Ibu ini bagaimana sih, anak sendiri disembur, seperti saya kesurupan saja Bu," kata Bakrun.
" Bukan kesurupan lagi, kamu itu kenapa Nak ?" katanya sambil merasa kawatir atas Bakrun.
Dengan kesal akhirnya Bakrun menaikan barang bawaan Ibunya ke atas sepeda. Ibu dan anak itu berjalan menuju rumah.
Di jalan sambil menuntun sepeda, Bakrun bercerita kejadian tadi soal sanggul. Mendengar cerita itu, Ibunya terpingkal-pingkal sampai kentut keluar saja tidak terasa. Bahkan Ibunya hampir jatuh, untungnya beliau bersandar ke tembok rumah orang.
Setelah sampai rumah, Bakrun menurunkan barang bawaan tadi, dan tanpa disengaja, dirinya melihat gadis kemarin lewat di depan rumahnya.
" Hey....baru pulang nih," sapa Bakrun.
" Iya kang,....rupanya akang di sini ya rumahnya ?" tanya gadis itu seraya mengajak kenalan sama Bakrun.
" Boleh kenalan nggak," kata gadis itu.
Sambil menyodorkan tangannya , gadis itu menyebut nama dirinya, " Neli...." .
Sementara Bakrun menyebut namanya juga , " Bakrun ".
Hari itu terasa bagi Bakrun sebuah harapan indah ibarat pelangi yang warna warni menghiasi langit tatkala musim hujan, indahnya setiap lapisan pelangi itu, menandakan sebuah tingkatan cinta yang berakhir dengan kebahagiaan, dan berujung dari kenalan tanpa di sengaja, itu benar-benar nyata. Cinta memang buta tapi bagi Bakrun cinta itu nyata. Semangat hidupnya membara dan dalam hatinya begitu menggebu untuk sebuah asa dan cita dari hati yang bernuansa cinta dibaluti oleh pandangan dengan tatapan dalam, hingga benih-benih keinginan hati terwujud dalam sebuah cita-cita demi asmara yang membara, serta menanti dalam setiap kerinduan.
Jelang Subuh, Bakrun sudah bangun dan langsung mandi, lalu membantu Ibunya membereskan dagangan yang siap dijual. Selesai pekerjaan itu dirinya siap-siap ke musholla.
Pulang dari musholla, Bakrun bersama Ibunya pergi untuk berjualan. Seperti biasa, begitu sampai tujuan, ia kembali ke rumah untuk melanjutkan pekerjaan lain, terutama mengambil air dari sumur tetangga. Ia mengayuh sepeda bututnya sambil sesekali menyeka keringat. Begitu masuk gang, bertemu sama Lukman.
" Wah.....rajin amat Run, jam segini udah pulang, nongkrong yuk," ajaknya sambil mengusap rambutnya yang gondrong.
" Nanti aja Man, mau ambil air dulu di sumur tetangga", jawabnya.
" Sekalian ini Run, mau pangkas rambut, banyak yang ngatain kayak kuda poni," celotehnya.
" Oooh....begitu ya, ya udah ayo....kamu bawa gunting ama sisir kan ?" kata Bakrun.
" Bawa dong, udah ada semua," katanya.
Kedua sahabat itu akhirnya menuju pos ronda, sambil memandang ke arah sawah, Bakrun membayangkan dirinya berjalan sama Neli, gadis pujaannya itu. Sementara Lukman melepas kaosnya dan duduk di sebuah bangku.
" Cepat lah Run, bengong aja kayak berang-berang cari makanan," celotehnya.
Bakrun mulai memangkas rambut si Lukman, melihat caranya memangkas rambut, begitu lihai dan teliti. Bagian pinggirnya sudah mulai tampak rapi, lalu mengarah ke belakang telinga. Dengan teliti ia memangkas rambut si Lukman, hasilnya ibarat tukang pangkas rambut profesional. Sedang asyik memangkas rambut, tiba-tiba dari depan gang terdengar suara seperti ada tabrakan.
Dengan spontan, Bakrun menghentikan pemangkasan rambut si Lukman, dirinya segera bergegas ke suara tadi. Benar saja, ada dua sepeda bertabrakan, yang satu membawa rumput, yang satunya lagi seorang perempuan dengan membawa kacang.
Si pembawa rumput tadi posisinya itu di bawah karung rumput dalam keadaan terlentang, dengan mulut menganga, dan kedua tangannya terbuka lebar, matanya merem melek, sementara si perempuan pembawa kacang, posisinya duduk sambil bersimpuh dalam keadaan menangis kesakitan, sikunya lecet, lututnya juga lecet sedikit.
" Ngngngnghaa....sakit ....sakit....tolong sakit.....", kata perempuan tadi.
" Kamu mending masih sakit, saya ini lihat, masih tertindih karung, kakiku terhimpit, malah kamu enak dj atas pahaku," kata si laki-laki tersebut.
" Aduuuuh sakit ini....nggak ada orang lagi, awas ya....kamu akan saya laporkan ke suamiku," kata si perempuan tadi.
" Silahkan......akan saya hadapi suamimu itu, saya tidak takut, biar bagaimana pun posisi saya jalan sepeda ini sudah benar," kata si laki-laki.
" Benar-benar matamu itu tolol, jalan sepeda saja posisinya di tengah jalan, jadi tabrakan nih," gerutu si perempuan.
" Sudah bangun cepat, saya mau bangun ini," kata si laki-laki.
Belum juga bangun muncullah Bakrun yang tadi segera menuju ke tempat itu.
" Walah...walah...walah...rupanya Bi Waskem sama pak Samid yah....kenapa ini ?" kata Bakrun sambil membangunkan mereka.
Mendengar siapa yang disebut tadi, Bi Waskem akhirnya ikut membangunkan pak Samid.
" Waduh....ternyata bapak ya, kasihan pak, kirain siapa pak, waduh suamiku....." kata si perempuan tadi yang ternyata itu suami istri.
" Waduh.....sakit Kem, pahaku sakit ini," rintih pak Samid.
Akhirnya Bakrun setelah membangunkan kedua orang tadi yang merupakan suami istri tersebut, lalu kembali ke pos ronda.
Begitu sampai di pos ronda, Lukman tidak ada di situ, sementara gunting dan sisir masih ada. Bakrun pun mencari si Lukman, soalnya pangkas rambut belum selesai, takutnya disangka orang gila.
Akhirnya Bakrun mengambil sepeda dan mencari Lukman. Satu dua gang belum juga ketemu, lalu dari gang ketiga, terdengar suara teriakan anak-anak juga suara perempuan.
" Orang gila.....orang gila.....tangkap ada orang gila....", teriak suara itu secara beramai-ramai.
" Itu orangnya....hey orang gila....tangkap itu....", terdengar suara Ibu-ibu dari sisi gang tadi.
Bakrun segera menghentikan sepedanya dan menengok ke gang ketiga. Benar saja pikir Bakrun. Di depan sana tampak si Lukman sedang lari dikejar sama anak-anak dan Ibu-ibu.
Melihat itu semua, Bakrun tertawa terpingkal-pingkal, sampai kedua matanya berair.
" Stop....stop...stop....", kata Bakrun sambil kedua tangannya ke atas.
" Ini bukan orang gila, ini Lukman lagi pangkas rambut tapi belum selesai," kata Bakrun kepada para pengejar tadi.
" Gila luh Run, sembarangan aja pangkas rambut belum selesai ditinggal, malah tadi saya kebelet, jadi pulang dulu, nggak tahu nya malah dikira orang gila," gerutu Lukman.
" Ini Lukman ibu-ibu, lagi pangkas rambut ke saya, kebetulan tadi di depan gang ada Bi Warkem sama Pak Samid tubrukan sepeda, eeeeh malah berkelahi tuh suami istri, pada nggak waras," kata Bakrun.
" Ini lagi, anaknya sendiri dikira orang gila," lanjut Bakrun sambil menunjuk Ibu nya Lukman.
" Eh Run, tadi saya lagi masak, lalu mendengar teriakan anak-anak menyebut orang gila, jadi saya ikut lari mengejar, ternyata si Lukman, anakku sendiri, maaf ya Nak," kata ibu nya Lukman sambil membelai rambut Lukman.
Semua yang ada di situ tertawa terpingkal-pingkal.
Kedua sahabat itu kembali ke pos ronda, dan melanjutkan pemangkasan rambut si Lukman.
" Jadi , pak Samid sama Bi Waskem tadi saling tindih begitu Run, " kata Lukman.
" Iya....yang lucunya itu Bi Waskem berada di atas pak Samid, terus kata Bi Waskem katanya mau melapor ke Polisi begitu, terus kata Pak Samid silahkan saja, eh.....pas saya bangunin ternyata keduanya itu saling menatap, nyatanya suami istri, gitu Man," kata Bakrun sambil memangkas rambut Lukman.
Selang beberapa waktu akhirnya selesai sudah pemangkasan rambut itu dan seperti biasa Bakrun siap-siap menjemput ibunya. Keduanya saling berpisah, Lukman pulang sementara Bakrun kembali ke tempat Ibunya.
Sambil mengayuh sepeda bututnya, Bakrun akhirnya sampai juga di tempat Ibunya menunggu. Kemudian Bakrun bercerita kejadian tadi. Ibunya tertawa sampai matanya berair.
" Dasar kamu keterlaluan Run, belum selesai pangkas rambut Lukman malah ditinggal, wajar lah Lukman disangka orang gila," celoteh Ibunya sambil berjalan di belakang sepeda yang didorong Bakrun.
Mereka berjualan dengan cara berjalan kaki kalau pulang, dan itu dijalani sekedar untuk menutupi kebutuhan tiap harinya. Sampai gang terakhir, Bakrun membelokan sepedanya, dan pucuk dicinta ulam pun tiba. Tampak sosok gadis itu, Neli yang menjadi kerinduan Bakrun berjalan bersama teman-temannya pulang Sekolah. Sapaan Bakrun kembali terucap.
" Baru pulang ya Nel, hati-hati di jalan ya, awas ada kendaraan lewat," kata Bakrun.
" Iya kang, kamu baru pulang ya, mari Bu," kata Neli sambil menyapa Ibunya Bakrun.
" Siapa itu Run, pacar kamu bukan ?" tanya ibunya.
" Pacar apa sih Bu , kerja aja belum malah punya pacar, nanti aja Bu, masih suka bantu-bantu Ibu dulu," katanya sambil menurunkan barang dagangan Ibunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!