Trauma Masa Lalu

Melahirkan anak pertama pada usia 23 tahun. Seharusnya bukan masalah besar. Mala seratus persen siap untuk merawat bayi kecil yang ia beri nama Maya.

Masalah pertama muncul justru dari mertua perempuannya―ibu Bram. Jahitan pasca melahirkan saja belum kering, tetapi sang mertua sudah cerewet menasihati perihal pekerjaan Bram. Membujuk Mala supaya mau mengizinkan Bram bekerja di sebuah Bank bersama mantan pacar Bram saat remaja. Mala tahu mereka bertetangga dan ibu mertuanya itu menginginkan Bram menikahi Dewi―nama gadis itu. Sayangnya, saat kuliah di Jogja Bram justru bertemu Mala dan ingin menjadikan Mala ibu dari anaknya.

“Kamu jangan cemburu, Mala! Jangan larang-larang suamimu bergaul, biar dapat pekerjaan yang mapan!” cetus si ibu mertua.

Bibirnya terus memonyong ke kanan dan ke kiri.

Tentu saja, Mala tak tahu mau menjawab apa … ia masih tergeletak pasrah di kasur rumah sakit, luka sayatan saja masih perih terasa … dengan kondisi tubuh lelah luar biasa setelah operasi caesar, bibir kering kerontang dan kelu sekali hanya untuk sekadar menjawab, iya.

Ketika itu Bram masih kerja serabutan, rumah tangga mereka masih berumur setahun. Pembayaran rumah sakit ditanggung kedua orang tua. Untuk itulah, ibu mertua terlihat kesal. Seharusnya Mala tidak hamil dulu, pernah ia melarang Mala mengandung.

Ibu mertua pernah bilang, “Aku sudah sekolahin Bram, keluar banyak biaya, harusnya sekarang gantian dia beri aku penghasilannya … eh, malah beristri cepat. Enakkan kamu dong Mala, yang nerima duitnya.”

Mengucap istighfar, Mala hanya bisa mengelus dada. Dan kini ketika cucu pertamanya yang cantik baru saja menghirup udara dunia, sang nenek justru menghujami dengan kata-kata membandingkan, antara Mala dengan pacar adik Bram, atau mantan pacar Bram lainnya.

“Memang kamu mau kerja apa habis ini, Mala?”

Pertanyaan yang menusuk. Terlalu lelah untuk memikirkan sekarang. Ibu mertua terus nyerocos … sekali lagi memerintahkan Bram untuk pergi ke Semarang menemui Dewi.

“Katanya sedang ada lowongan Bram!” seru si ibu memerintah anaknya.

“Nggeh, Buk!”

Rasa dingin dan tegang menjalar di dada Mala. Bagaimanapun … ini bukan saat yang tepat. Mengapa tidak ada satu pun yang memikirkannya, apa dia letih, apa Mala baik-baik saja.

Tak ada yang menanyakan kondisi kesehatan Mala. Bahkan orang tua Mala sendiri yang juga menyalahkan persiapan Bram yang kurang matang sehingga mereka harus turun tangan membayar tagihan. Mala meminta maaf untuk itu. Berjanji kelak saat semua telah kondusif akan mengganti semua biaya.

Dan benar saja, belum juga Mala pulang dari rumah sakit. Bram mematuhi ibunya untuk pulang kembali ke Semarang. Selain mengantar kepulangan sang ibu juga bermaksud melamar pekerjaan di kantor Dewi.

Sementara itu Mala tengah bergelut dengan mengasihi sebagai pengalaman baru seorang ibu muda … tubuh Mala sampai demam karenanya. Adaptasi tubuhnya sebagai tubuh seorang ibu, membuat Mala kebingungan … ditambah tak sepeser pun ia memegang uang. Semua di bawah kendali ibu Mala. Begitu pun uang pemberian keluarga yang menjenguk.

***

“Kamu tahu kebutuhan bayi itu banyak, Mala!”

Omelan ibu Mala terus berdengung di telinga. Siang hari yang seharusnya bisa Mala gunakan untuk tertidur karena bayinya sedang tidur … ternyata harus Mala gunakan untuk mendengarkan sekali lagi keluhan nenek sang bayi tentang keuangan.

“Iya, Ma … Mala mengerti, setelah Mala kuat, nanti Mala akan dagang kue untuk menambah penghasilan.”

“Apa?? Dagang kue?? Untuk apa ijazah sarjanamu Mala?? Makanya belum lulus jangan kebelet nikah, sudah lulus malah punya anak ‘kan?!”

Mala memejamkan mata, kalimat ibunya begitu menusuk … walau kadang ada benarnya juga.

“Sudah telanjur, Ma ….” Mata Mala menerawang.

“Setelah anakmu empat puluh hari, segera lamar kerja. Dulu kamu dan Bram izin nikah biar bisa tinggal serumah bareng dan nggak pacaran terus, 'kan? Katanya mau bisnis bareng, mau gencar cari uang dulu, eh kenapa cepat hamil sih Mala?”

keluh ibu Mala sama persis dengan ibu Bram.

“Tidak ada yang tahu rencana Tuhan, Ma … Mala dan Bram sudah KB, tapi ternyata kebobolan juga,” jawab Mala lirih.

Eaak … eaaak … bayi kecil menangis … seolah tahu keberadaanya sedang dipermasalahkan.

Sstt … sssttt …. Mala coba menenangkan. Seakan mengerti bayinya dapat terluka mendengar pembicaraan ini. Mala memohon pada sang ibu untuk berhenti menyesali yang telah terjadi.

“Sudah, Ma … kasihan Maya, dia hadir di dunia ini begitu cepat pasti ada alasannya. Mungkin bukan sekarang, tapi di tahun-tahun yang akan datang kita baru mengerti kenapa,” ucapa Mala lirih.

“Ya, ya, ya … !” sungut ibu Mala melempar popok.

Mala giat berlatih mengurus bayi. Membersihkan tali pusar bayi baru lahir, mengganti popok. Mala mengagumi wajah bayinya, perpaduan dirinya dan Bram terlukis begitu cantik.

“Dia pasti akan tumbuh dengan sangat cantik,” gumam Mala. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Teringat sesuatu yang membuat Mala bergidik. Mengenai sebuah trauma masa lalu.

***

Satu, dua bulan berlalu … Mala tidak menepati janjinya. Belum melamar pekerjaan. Bram telah mendapatkan pekerjaan tetap, meski bukan yang diinginkan oleh sang ibu. Tidak di Semarang, tetapi tetap di Jogja bersama Mala.

“Kerja di mana sih, Mas?” tanya ibu Bram melalui panggilan telepon.

“Sebuah provider telekomunikasi, Buk!”

“Ya, sudahlah. Bilangin istrimu cepat cari kerja!”

“Nggeh, Buk!”

Kleek …. suara panggilan terputus.

Mala menimang bayinya was-was. Benar saja, setelah suara loud speaker itu berhenti … Bram mendatanginya.

“Kamu dengarkan? Ada banyak orang mendesakmu bekerja, baik ibuku atau ibumu … !”

“A-apa kamu mampu membayar pengasuh untuk saat ini?” tanya Mala dengan tatapan tajam menusuk, membuat Bram jengah. Dan Bram menggeleng lemah.

“Jadi kalau aku kerja, siapa maksudmu yang akan mengurus Maya?”

“Kan masih bayi, bisa kita titip-titipkan …”

“Apa?? Justru masih bayi jangan menitipkan ke sembarangan orang, anak kita perempuan Pah!”

“Memangnya kenapa?”

“Aku punya pengalaman buruk akibat dititip-titipkan begitu!” tangis Mala meledak.

Bram kebingungan, Mala sampai sesenggukan.

“Aku janji akan menuruti semua maumu, menambah penghasilan dari rumah, asal kamu tidak memaksaku bekerja ke luar rumah, Pah. Biarkan akau merawat anakku sendiri!” isak Mala meluap. Ibu Mala yang mengira mereka bertengkar sampai tergopoh-gopoh mendatangi kamar Mala, kendati akhirnya hanya menguping di balik pintu.

“Pah, ada yang kamu belum tahu. Sebuah trauma masa lalu yang belum aku ceritakan.”

“A-apa?” Bahu Bram menegang waspada.

“Dulu saat aku kelas tiga SD, a-aku pernah mengalami pelecehan seksual …!”

Bram bagai disambar petir. Selama empat tahun berpacaran, Mala sama sekali tak pernah menyinggung hal ini.

“Pelecehan itu tidak merusak bagian tubuhku, tapi meninggalkan trauma batin yang amat dalam. Aku tak percaya menitipkan anak kita pada siapa pun juga, apalagi anak kita perempuan. Sungguh trauma itu membekas, dan banyak mengubah masa depanku.”

“Cukup, jangan diingat lagi kalau itu menyakitkan!” Bram menarik napas dalam, “Biar aku bicara dengan orang tua kita untuk tidak mendesakmu dalam soal pekerjaan, agar kamu bisa sepenuhnya di rumah merawat Maya.”

“Sungguh, Pah? Kamu nggak keberatan kalau aku jadi ibu rumah tangga aja?”

Bram mengangguk. Dia ingin memeluk Mala … tapi ada yang mengganjal … dia tak bisa.

“Apa kamu ingin tahu siapa,-” Belum tuntas Mala bicara, Bram menyetop dan mengalihkan pembicaraan. Seolah Bram enggan peduli, itu tidak penting, tak mau dengar lagi.

Mala mengurungkan niat untuk menuntaskan pembicaraan. Terdiam dan memperhatikan Bram yang menyibukkan diri berbicara dengan bayinya.

Tanpa Mala sadari, Bram tak lagi fokus menatap bayinya. Pikirannya melayang. Ada yang terenggut di dalam dirinya, tapi entah apa.

***

Trauma masa lalu memang mengubah kehidupan Mala. Dalam menentukan keputusan penting untuk masa depannya. Sejak dulu ingin segera melarikan diri dari orang tua dan keluarganya, karena orang jahat yang menorehkan trauma itu ada di dalam keluarga.

Mala lega setelah menceritakan trauma masa lalu yang sengaja ia sembunyikan dari Bram, tapi di sisi lain. Mala bagai tersandera … rasa-rasanya Bram semakin menonjolkan patriarki dalam rumah tangga. Mala telah berjanji untuk mematuhi Bram asalkan bisa menjadi ibu rumah tangga saja. Kendati begitu, kok rasanya sesak, ya?

Pada awal rumah tangga setelah menjadi orang tua, Bram mengizinkannya di rumah … merawat anak sepenuhnya … begitu pun setelah kelahiran anak-anak mereka berikutnya. Bram memang jarang berada di rumah, tugasnya di area Jawa Tengah membuatnya jarang berada di Jogja.

Bram dan Mala menjalankan tugas masing-masing dengan amat baik. Urusan rumah dan anak-anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Mala, Mala tidak keberatan karena Bram berjanji untuk bertanggung jawab pada nafkah keluarga. Memutuskan mengontrak rumah salah satu keputusan besar yang diambil, supaya terlepas dari campur tangan orang tua Mala yang mulai banyak tertimpa masalah utang piutang. Justru Mala yang bersikeras mengontrak rumah. Meninggalkan rumah besarnya yang sedang dalam sengketa. Kendati orang tua Mala menyumpahinya dan memaki sebagai anak yang tak tahu balas budi.

Mala sedikit bernapas lega, meski sederhana dan bukan dikatakan sukses, Mala dan Bram melalui fase terberat masalah ekonomi dengan kerja sama yang bagus.

Hal yang tidak relatable jika dikaitkan dengan masa sekarang. Di mana Bram justru lebih bersifat kekanakan serta jarang berdiskusi apa pun dengan Mala.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Meliora

Meliora

🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.

2025-08-20

1

lihat semua
Episodes
1 Sihir Pemisah
2 Salah Setan
3 Mengapa Wajahku Menyerupai Nenek?
4 Mengubah Penampilan
5 Trauma Masa Lalu
6 Permainan Nakal
7 People Pleaser
8 Generasi Sandwich
9 Mental Victim
10 Playing Victim
11 Si Yapping yang Berulah
12 Melanjutkan Kenangan
13 Sepotong Cerita Bersama Mama
14 Trauma Medusa yang Menghantui
15 Kehilangan yang Besar
16 Tenang Dalam Kenangan
17 Pacar Posesif
18 Bingung Setengah Gila
19 Setan Apa yang Merasukimu?
20 Siksa Menggila
21 Layu yang Tak Menyerah
22 Sial untuk Mala
23 Seni Mempertahankan Hubungan
24 Strategi Liar
25 Love Bombing Basi
26 Benci atau Cinta
27 Mati Rasa atau Sihir?
28 Cinta dan Dendam
29 Energi Negatif
30 Dilema Bertahan atau Melepas
31 Pertemuan Teman
32 Emosi Memuncak
33 Tangis Anak Perempuan Pertama
34 Keping Kecewa
35 Sebuah Peringatan
36 Patah Hati Pertama
37 Keputusan Terbaik
38 Wanita Berwajah Sendu
39 Menumbuhkan Gelisah
40 Bombardir dari Narsistik
41 Kehangatan Baru
42 Paman Ganteng Itu Siapa?
43 Bolehkah Aku Merasa Senang?
44 Budak Cinta
45 Perdebatan Panjang
46 Penyelidikan
47 Pertemuan Ruang Wangi
48 Ceruk Sofa Ungu
49 Menikmati Obrolan
50 Bisikan Provokasi
51 Lempar Bom
52 Restu Moya
53 Rencana Renovasi
54 Kejutan Minggu Pagi
55 Kencan berkedok Jalan
56 Izin yang Diberikan
57 Terbayang-bayang
58 Pria yang Menepati Janji
59 Cinta yang Santun
60 Kejutan Kehadiran
61 Ada yang Kepo
62 Sudah Suka
63 Semua Ulah Bibir
64 Mempertahankan Harga Diri
65 Terpojok
66 Tidur dengan Kenyang
67 Apa Ini Cemburu?
68 Omongan Manis
69 Malam Berbisik
70 Hadiah Kejutan
71 Larut Malam
72 Teh Hangat Mala
73 Melakukan Batasan
74 Pecundang Kesiangan
75 Hari Keputusan
76 Sambungan Telepon
77 Perjalanan Baru
78 Wanita Pengintai
79 Gempuran Hormon Jatuh Cinta
80 Sihir Itu Datang Lagi
81 Drama Itu Lagi
82 Mengambil Sikap
83 Hari Kepindahan
84 Lawan Narsistik Memang Harus Gila
85 Ketakutan Tak Beralasan
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Sihir Pemisah
2
Salah Setan
3
Mengapa Wajahku Menyerupai Nenek?
4
Mengubah Penampilan
5
Trauma Masa Lalu
6
Permainan Nakal
7
People Pleaser
8
Generasi Sandwich
9
Mental Victim
10
Playing Victim
11
Si Yapping yang Berulah
12
Melanjutkan Kenangan
13
Sepotong Cerita Bersama Mama
14
Trauma Medusa yang Menghantui
15
Kehilangan yang Besar
16
Tenang Dalam Kenangan
17
Pacar Posesif
18
Bingung Setengah Gila
19
Setan Apa yang Merasukimu?
20
Siksa Menggila
21
Layu yang Tak Menyerah
22
Sial untuk Mala
23
Seni Mempertahankan Hubungan
24
Strategi Liar
25
Love Bombing Basi
26
Benci atau Cinta
27
Mati Rasa atau Sihir?
28
Cinta dan Dendam
29
Energi Negatif
30
Dilema Bertahan atau Melepas
31
Pertemuan Teman
32
Emosi Memuncak
33
Tangis Anak Perempuan Pertama
34
Keping Kecewa
35
Sebuah Peringatan
36
Patah Hati Pertama
37
Keputusan Terbaik
38
Wanita Berwajah Sendu
39
Menumbuhkan Gelisah
40
Bombardir dari Narsistik
41
Kehangatan Baru
42
Paman Ganteng Itu Siapa?
43
Bolehkah Aku Merasa Senang?
44
Budak Cinta
45
Perdebatan Panjang
46
Penyelidikan
47
Pertemuan Ruang Wangi
48
Ceruk Sofa Ungu
49
Menikmati Obrolan
50
Bisikan Provokasi
51
Lempar Bom
52
Restu Moya
53
Rencana Renovasi
54
Kejutan Minggu Pagi
55
Kencan berkedok Jalan
56
Izin yang Diberikan
57
Terbayang-bayang
58
Pria yang Menepati Janji
59
Cinta yang Santun
60
Kejutan Kehadiran
61
Ada yang Kepo
62
Sudah Suka
63
Semua Ulah Bibir
64
Mempertahankan Harga Diri
65
Terpojok
66
Tidur dengan Kenyang
67
Apa Ini Cemburu?
68
Omongan Manis
69
Malam Berbisik
70
Hadiah Kejutan
71
Larut Malam
72
Teh Hangat Mala
73
Melakukan Batasan
74
Pecundang Kesiangan
75
Hari Keputusan
76
Sambungan Telepon
77
Perjalanan Baru
78
Wanita Pengintai
79
Gempuran Hormon Jatuh Cinta
80
Sihir Itu Datang Lagi
81
Drama Itu Lagi
82
Mengambil Sikap
83
Hari Kepindahan
84
Lawan Narsistik Memang Harus Gila
85
Ketakutan Tak Beralasan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!