Istri Yang Dicampakkan Bangkit Untuk Balas Dendam
Tangan Arunika masih basah oleh sisa air cucian buah ketika ia masuk ke rumah. Malam itu seharusnya menjadi malam yang istimewa, hari ulang tahun ketiga pernikahannya dengan Adrian. Dengan uang hasil berjualan buah sepanjang minggu, ia membeli kue sederhana dan sepasang cincin perak murah. Ia berharap Adrian tersenyum, ia juga berharap ada pelukan hangat, meski hanya sebentar.
Namun langkahnya terhenti di depan pintu kamar. Dari dalam terdengar desahan, bercampur tawa yang terlalu mesra untuk didengar telinga seorang istri.
"Ah, Mas Andrian ...,"
Arunika mematung. Nafasnya tercekat, dia mencoba menepis firasat buruk, tapi jemarinya sudah lebih dulu mendorong daun pintu, dan seketika dunia runtuh.
Suaminya, Adrian berada di ranjang, tubuhnya bertaut dengan seorang wanita. Wanita yang terlalu ia kenal, sahabat yang dulu sering membantunya berjualan, yang pernah ia percaya sebagai saudara sendiri.
“Adrian…” suara Arunika pecah, matanya berkaca-kaca.
Kedua orang itu menoleh panik. Sahabatnya buru-buru menarik selimut, sementara Adrian bangkit dengan wajah kaku.
“Arunika, ini … jangan salah paham ...”
“Jangan salah paham?” Arunika tertawa getir, air matanya jatuh deras. “Aku melihat dengan mataku sendiri, Adrian. Di ranjang kita! Dengan … sahabatku sendiri!”
Suasana mendadak hening membekukan di udara. Adrian mengusap wajahnya kasar, lalu menatap Arunika dengan dingin.
“Sudahlah, Arunika. Aku lelah berpura-pura. Aku tak pernah mencintaimu. Kau pikir aku bangga menikahi pedagang buah jalanan? Ibuku benar, kau hanya beban yang menempel di keluargaku.”
Jantung Arunika serasa diremas. Seluruh pengorbanannya berdiri berjam-jam di bawah terik matahari demi membantu membayar cicilan rumah, menahan hinaan mertua demi status istri semuanya dibalas dengan pengkhianatan.
Air mata mengaburkan pandangannya. “Tiga tahun aku berjuang demi kita … demi perusahaanmu yang hampir runtuh. Aku rela menahan lapar, menahan panas, menahan capek, hanya supaya kau bisa tetap berdiri. Adrian … inikah balasannya?”
Belum sempat ia menuntut jawaban, pintu terbuka keras. Ibu mertua Arunika berdiri dengan wajah angkuh.
“Cukup! Lebih baik kau keluar sekarang juga, Arunika. Kau pikir keluarga kami butuh seorang pedagang jalanan? Kau hanya mempermalukan kami. Adrian sudah memutuskan kau bukan istrinya lagi.”
Adrian menundukkan kepala, lalu mengucap kata yang menghancurkan segalanya.
“Kita cerai, aku sudah mengurus surat cerai, Shila datang dan berikan surat cerai itu padanya,"
Kotak kue di tangan Arunika jatuh berdebam ke lantai, hancur berantakan bersama hatinya.
“Keluar kau dari rumah ini! Perempuan tak tahu diri!”
Suara lantang ibu mertua memekakkan telinga. Arunika terhuyung, tubuhnya didorong kasar hingga hampir jatuh ke lantai marmer yang dingin.
Shila, sahabat yang dulu ia percaya seperti saudara berdiri angkuh di samping Adrian, lengannya erat melingkar di lengan pria itu. Tatapannya penuh kemenangan, seolah ingin berkata, 'aku menang, kau kalah.'
“Jangan pernah kembali lagi, Arunika,” ujar Adrian datar, suaranya dingin tanpa sedikit pun rasa bersalah.
Arunika menggigit bibirnya kuat-kuat. Hatinya sudah hancur, namun matanya menolak meneteskan air mata di hadapan mereka. Dengan gemetar ia berbalik, menyeret koper usangnya keluar dari rumah yang pernah ia sebut rumah tangga.
"Aku bersumpah, aku akan kembali dan membalaskan semua rasa sakitku! Kalian akan membayar semuanya!" teriak Arunika lantang, namun tak ada jawaban melainkan suara gelak tawa dari ketiganya.
Di luar, gerimis mulai turun, menempel di wajahnya seperti butir-butir luka yang tak kunjung kering. Sepasang tangannya yang kasar akibat berjualan buah dulu, kini menggenggam koper dengan sisa tenaga yang masih ada.
'Semua tabungan, semua hasil jerih payahku … aku serahkan pada Adrian. Demi cinta, demi rumah tangga yang kuanggap segalanya. Dan inikah balasannya?'
Air matanya akhirnya jatuh juga. Tapi di balik isakan itu, Arunika berbisik dalam hati,
“Demi Tuhan, aku akan bangkit. Aku akan membuat kalian semua menyesal telah meremehkanku.”
Langkahnya semakin berat. Hingga di persimpangan jalan, tiga pria bertubuh kekar menghadangnya.
“Hei, cantik … malam-malam sendirian?” salah satunya bersiul, melirik tubuh Arunika dengan tatapan liar.
“Ayo ikut kami, biar nggak kehujanan,” goda yang lain, tangannya mencoba meraih lengan Arunika.
Arunika menepis kasar. “Jangan sentuh aku!”
Namun tawa mereka pecah. Salah satu dari mereka mendorongnya hingga hampir terjatuh. Meski tubuhnya lemah, Arunika melawan, menghantam dada salah satu pria itu dengan koper yang ia seret.
“Kurang ajar!” maki salah satunya. “Kau pikir kau bisa kabur dari kami?”
Tiga lawan satu, tubuh Arunika mulai terpojok, hujan makin deras, dan harapan terasa menipis. Hingga tiba-tiba sebuah cahaya melintas dan terdengar suara klakson yang cukup kuat.
Tit!
Suara klakson mobil memecah malam. Sinar lampu menyilaukan mata para preman. Mereka terhenti, menoleh ke arah deretan lima mobil hitam yang kini berhenti berjejer di sisi jalan.
Pintu mobil paling depan terbuka. Seorang pria berbadan tegap keluar, memegang payung hitam besar. Ia membuka pintu bagian belakang dengan penuh wibawa, dan dari sanalah seseorang muncul. Pria tinggi dengan jas hitam elegan, wajah dingin, dan tatapan yang tajam bagai pisau. Udara seolah ikut menunduk menyambut kehadirannya.
Para preman seketika mundur, ketakutan. Mereka tahu siapa yang baru saja turun, Rafael, Bos mafia yang namanya ditakuti di seluruh kota. Dia pengusaha di seluruh kota itu.
Arunika terpaku, jantungnya serasa berhenti berdetak. Tiga tahun lalu, ia lari dari perjodohan dengan pria ini demi Adrian, pria yang kini menghancurkan hidupnya. Namun malam ini, di tengah hujan, Rafael berdiri tepat di hadapannya. Dengan tatapan dingin, ia melangkah mendekat, payung hitam menaungi tubuh Arunika yang basah kuyup.
“Cukup sudah air mata itu, Arunika,” suaranya dalam, tegas, tak bisa dibantah.
Arunika menggigil, bukan karena hujan, melainkan karena sorot mata itu. Sorot mata yang seakan berkata, 'kau tak sendirian lagi.'
"Rafael," lirihnya pelan di bawah air hujan yang membasahi wajah cantiknya itu.
"Bereskan semua sampah ini hingga tak tersisa," perintah Rafael, lalu dia membawa Arunika masuk ke dalam mobil miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
partini
dapat notif dari mommy g ,,dari sinopsisnya macam keluar dari kandang macam masuk kandang singa 🦁
semoga sang mafia tulus
2025-08-23
2
Rohmi Yatun
next Thor.. sudah masuk favorit ni.. semoga tdk digantung ya cerita nya
2025-08-20
0
Kar Genjreng
hallo mampir nih keliatan nya seru nihhh Mafia BADASSSS 😁😁semoga bagus hingga Ahir Ok ,,,ini Mommy Ghina rekomendasi
2025-08-24
1