BAB 3. WANITA ASING

Udara rumah sakit masih berbau antiseptik, dingin dan menusuk seperti jarum halus yang menembus kulit. Cahaya lampu putih neon membuat setiap sudut tampak steril, tapi bagi Davian, ruangan itu hanyalah arena menunggu yang mencekam. Ia duduk di kursi keras di luar ruang pemeriksaan, tangannya terkepal, kemejanya kusut karena ia tidak memedulikannya sejak malam tadi.

Peter duduk di sebelahnya, selalu setia, meski matanya memerah karena kurang tidur. Tetapi tidak ada tanda keluh kesah darinya. Ia hanya menunduk, sesekali menepuk bahu atasannya sekaligus sepupunya, seakan ingin meminjamkan sedikit kekuatan yang bahkan dirinya pun sulit untuk kumpulkan.

Pintu ruang periksa akhirnya terbuka. Seorang dokter berusia sekitar empat puluh, dengan jas putih dan stetoskop menggantung di leher, melangkah keluar. Ekspresinya serius, tatapan matanya penuh kewaspadaan seperti seseorang yang baru saja mempelajari keadaan rapuh.

"Mr. Meyers?" panggil sang dokter. "Kita bicara di ruangan saya. Ini sedikit serius," sambungnya.

Davian dan Peter berjalan beriringan menuju ke ruangan sang dokter. Berharap kalau mereka tidak mendengar kabar buruk tentang Cassandra kecil.

Begitu di ruangan sang dokter dan mereka duduk, Davian langsung melemparkan pertanyaan yang sejak tadi ia tahan.

"Bagaimana Cassandra? Tolong katakan dia akan baik-baik saja, kan?" Suara Davian nyaris pecah, seperti seorang pria yang kehilangan semua tameng yang biasa ia kenakan di dunia bisnis.

Dokter menghela napas, memberi jeda singkat yang terasa panjang sekali. "Putri Anda mengalami demam akibat kondisi tubuhnya yang lemah. Setelah kami periksa lebih lanjut, ada hal yang cukup mengkhawatirkan, Mr. Meyers. Cassandra mengalami tanda-tanda malnutrisi. Berat badannya jauh di bawah rata-rata untuk usianya, dan pertumbuhannya tertinggal."

Davian terdiam. Kata 'malnutrisi' menghantam Davian seperti palu godam.

Peter bergeser, menatap dokter dengan cemas. "Apa maksud Anda, Dokter?"

Dokter mengangguk pelan. "Anak ini tidak mendapatkan asupan susu yang cukup. Bayi seusia dua bulan seharusnya mendapat nutrisi yang cukup dari susu, baik ASI atau pun formula. Tetapi kami temukan dia sering menolak. Ini menyebabkan berat badannya tidak bertambah sebagaimana mestinya. Ditambah lagi, dia mengalami stres berlebihan."

"Stres?" Davian hampir tidak percaya. "Dia hanya bayi ...."

"Ya, Benar. Tapi bayi pun bisa mengalami stres, terutama ketika kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi. Menangis yang berkepanjangan, perasaan tidak aman, dan kehilangan figur ibu bisa menjadi pemicu. Tangisan yang tidak pernah terhibur itu adalah tanda dia mencari sesuatu yang tidak dia dapatkan," beber sang dokter.

Davian menunduk, dadanya seperti diremukkan.

Dokter melanjutkan dengan suara hati-hati, "Saya tahu ini mungkin sulit untuk Anda terima, Mr. Meyers. Tetapi Cassandra membutuhkan sosok yang bisa memberinya kenyamanan sekaligus nutrisi. Jalan terbaik adalah mencari seorang ibu susu. Jika tidak, kondisinya akan semakin berbahaya. Semakin lama ia berada dalam keadaan ini, semakin sulit ia bertahan."

Kata-kata itu mengiris Davian lebih dalam dari pada pisau mana pun.

"Ibu susu ...." gumamnya, nyaris seperti orang yang kehilangan arah. Davian menutup wajah dengan tangannya, lalu menarik napas panjang. "Saya sudah mencoba. Saya sudah berusaha. Tapi Cassie menolak semuanya ... dia menolak setiap orang yang pernah saya datangkan."

Suara Davian serak, getir, penuh putus asa.

Peter menunduk, namun tidak bisa menyembunyikan nada tegasnya, "Dav, kita akan terus mencari. Tidak peduli berapa kali ditolak, kita tidak boleh menyerah. Cassandra harus hidup."

Dokter mengangguk setuju. "Saya akan memberikan daftar kontak konselor laktasi dan beberapa kandidat. Tetapi keputusan dan usaha ada di tangan Anda. Jangan tunda lagi, Tuan. Waktu adalah hal yang paling berharga bagi putri Anda saat ini."

Setelah berbicara cukup lama, akhirnya dokter meninggalkan mereka untuk menyiapkan pemeriksaan lanjutan.

Davian berjalan kaku di koridor, seolah tidak tahu harus melangkah ke mana. Matanya kosong menatap lantai putih yang berkilau, pikirannya bercampur aduk antara rasa bersalah, marah, takut, dan putus asa.

"Peter ...." ia akhirnya bersuara, lirih. "Bagaimana kalau aku gagal? Bagaimana kalau aku tidak bisa menemukan siapa pun yang bisa diterima Cassie?"

Peter menatapnya, lalu berkata mantap, "Kau tidak boleh berpikir begitu. Cassandra memilikimu. Dan selama kau ada, jalan akan selalu terbuka. Jangan biarkan rasa takut mengalahkan harapan."

Davian menghela napas panjang. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, tapi hatinya masih terasa hancur.

Mereka akhirnya berjalan kembali ke ruang perawatan. Pintu ruangan itu sedikit terbuka, dan di luar, Emily berdiri terpaku. Wajahnya menunjukkan keterkejutan bercampur keraguan.

"Emily?" Davian memanggil. "Ada apa? Kenapa kau berdiri di sini?" tanyanya.

Emily menoleh, matanya lebar, suaranya bergetar. "Sir, Anda ... Anda harus lihat sendiri."

Davian dan Peter saling bertukar pandang, lalu keduanya segera melangkah ke depan pintu.

Apa yang mereka lihat membuat dunia seolah berhenti.

Di dalam ruangan, Cassandra yang biasanya gelisah dan menangis, kini terbaring tenang. Tubuh mungilnya bersandar di pelukan seorang wanita muda yang duduk di pinggir ranjang. Wanita itu berpakaian sederhana, rambutnya terurai acak, jelas bukan seseorang yang datang dengan persiapan rapi. Namun di wajahnya ada kelembutan alami, ada cahaya keibuan yang tidak bisa dipalsukan.

Dan yang lebih mengejutkan; Cassandra sedang menyusu pada wanita itu.

Tenang. Damai. Tidak menangis. Tidak gelisah. Hanya ada tarikan napas pelan dan suara lirih bayi yang akhirnya menemukan sesuatu yang ia cari sejak lama.

Davian membeku di tempatnya. Dadanya bergetar hebat, matanya panas. Inilah yang ia dambakan, inilah yang ia cari mati-matian, dan kini terjadi tepat di depan matanya.

Peter pun terdiam, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang sama.

Emily mendekat, menjelaskan dengan cepat. "Setelah dokter pergi, Cassandra kembali menangis. Sangat keras, Sir. Saya ... saya tidak tahu harus apa. Lalu wanita ini muncul. Dia bilang mendengar tangisan dari luar, dan dia meminta izin untuk mencoba menenangkan Cassandra. Saya awalnya ragu, tapi dia terlihat tulus, dan Cassandra sudah terlalu lemah karena menangis. Jadi saya biarkan. Dan lihatlah sekarang."

Davian melangkah maju, suaranya tercekat. "Bagaimana ... bagaimana mungkin ...."

Wanita muda itu menoleh ke arahnya. Matanya lembut namun penuh rasa lelah, seolah hidup tidak memberinya kemewahan tidur yang cukup. Ia menunduk sedikit, seakan meminta maaf karena masuk tanpa izin.

Tapi tak ada kata yang keluar dari wanita itu, hanya menatap Davian dengan tatapan yang tak dapat ditebak.

"Siapa namamu?" tanya Davian.

Butuh waktu beberapa saat untuk wanita itu menjawab, sampai akhirnya ia buka mulut juga, "Olivia ... Morgan."

Davian inginkan bertanya lebih banyak, tentang siapa wanita itu dan bagaimana bisa ke sini. Tapi ia mengurungkan niatnya, saat wanita bernama Olivia itu kembali fokus menyusui Cassandra, bersenandung lembut seraya membelai wajah bayi kecil itu dengan sentuhan seringan sayap ngengat.

Davian tidak bisa berkata-kata. Ia hanya menatap putrinya yang untuk pertama kali terlihat benar-benar damai.

Air matanya jatuh, tanpa Davian bisa menahannya.

Inilah yang ia perjuangkan, inilah yang ia impikan. Dan akhirnya Cassie-nya menemukan yang bayi kecil itu inginkan, bukan dari segala pencariannya yang mahal atau penuh usaha, melainkan dari seorang asing yang sederhana, seorang wanita yang datang dengan hati.

Peter menepuk bahunya pelan, menyadarkan. "Dav, Tuhan sepertinya mengabulkan doamu."

Davian menggenggam erat sandaran ranjang, matanya tak lepas dari putrinya. Dalam hatinya, sebuah doa lahir, doa penuh syukur, penuh harapan, dan penuh cinta yang begitu dalam.

Namun semua yang ia saksikan tentang wanita di hadapannya ini tidak, semua rasa syukur yang Davian panjatkan justru akan menggantung di ambang harapan saat apa yang ia inginkan tidak semudah yang ia harapkan.

Terpopuler

Comments

Jelita S

Jelita S

mulailah dengan ketegangan y Thor😄

2025-08-20

1

Vianʕ⁠っ⁠•⁠ᴥ⁠•⁠ʔ⁠っ

Vianʕ⁠っ⁠•⁠ᴥ⁠•⁠ʔ⁠っ

Bau bau Olivia nanti kaya Lily/Shy/

2025-08-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!