Cibiran, Maksiat dan Sesajen

Atna duduk di sudut ruang maksiat yang remang, lampu neon temaram memantul di wajahnya yang kini tampak segar dan memikat.

Lipstik merah menyala kontras dengan kulit halusnya, sementara asap rokok mengepul pelan, melayang di udara malam yang pengap dan berat.

Aura gelap yang menempel padanya setelah ritual susuk terasa kian kuat; setiap gerakan Atna memancarkan daya tarik yang tak hanya memikat, tapi juga menebarkan ketegangan dingin yang merayap ke setiap sudut ruangan.

Beberapa pria mulai mendekat, tak bisa menahan pesona Atna yang memikat sekaligus menakutkan. Suara tawa, desahan, dan dentuman musik keras memenuhi ruangan, tapi di balik hingar-bingar itu ada sesuatu yang lebih gelap—energi tak kasat mata yang menekan, membuat udara di sekitar berat dan sesak.

Pandangan Atna menusuk, seolah bisa membaca setiap keinginan paling tersembunyi, menandai siapa yang akan menjadi sumber energi berikutnya.

Efek susuk itu nyata dan menakutkan. Semakin banyak orang terpikat, semakin banyak energi gelap yang tersedot dari setiap interaksi. Atna tersenyum tipis, senyum yang memikat namun menyimpan getaran dingin bukan dari dunia manusia.

Tubuhnya bergetar halus; aura hitam yang melekat padanya semakin tebal, membungkus setiap gerakan dengan kekuatan gaib yang menuntut pengorbanan—meski ia sendiri belum sepenuhnya memahami konsekuensinya.

Di malam itu, Atna menjadi pusat perhatian, magnet bagi keinginan duniawi sekaligus kegelapan mistis. Semakin banyak energi yang ia tarik, semakin dekat bayangan gelap yang mengintai, bersiap melepaskan teror.

Sesuatu yang kelak akan membawanya dan seluruh desa pada malam-malam penuh ketakutan, di mana setiap pintu yang diketuk pocong bersusuk itu menandai awal penderitaan yang tak terelakkan.

“Bang, sabar yaa,” bisik Atna sambil memeluk salah satu pelanggannya, suaranya manja tapi ada nada aneh yang menggigil. Ia menatap cermin di depannya, dan seketika menjerit.

Wajahnya—atau yang tampak seperti wajahnya—perlahan berubah. Kulitnya pucat, kain putih lusuh menutupi tubuhnya, dan matanya kosong menatap balik. Pocong.

Pelanggan itu terkejut, menatapnya bingung. “Kamu… kenapa, sayang?”

Atna tersenyum tipis, menutupi ketakutannya. “Ah… gak sayang, tadi cuma ada cicak,” jawabnya manja, suaranya kembali normal, namun getaran dingin masih tersisa, meninggalkan rasa ngeri yang samar di udara malam itu.

Di balik senyum manis itu, bayangan gelap mulai bergerak lebih dekat, menunggu saat yang tepat untuk menebarkan teror.

Malam itu hanyalah awal dari kengerian yang akan datang—kengerian yang akan membuat desa kecil di kaki gunung terjerat dalam kutukan pocong bersusuk, di mana setiap tawa dan bisik manja bisa menjadi panggilan bagi kegelapan.

Atna selesai melayani pelanggannya. Tangannya masih gemetar, namun kantongnya penuh dengan uang yang banyak. Mata pria itu menyorotinya dengan nafsu, senyum licik menghiasi wajahnya, seolah malam ini miliknya sepenuhnya.

“Bagus… lain kali aku bisa manggil kamu ke rumah, dong,” ujarnya sambil menatap Atna, peluh menetes di wajahnya.

Atna menarik napas dalam, menatapnya dengan dingin. “Tergantung, AA. Kalau ada uangnya baru mau. Kalau segini, mah… mending di sini aja,” jawabnya datar, nada suaranya tidak berubah, tapi tubuhnya sudah diselimuti aura gelap yang kian menebal.

Pria itu tersenyum, tak menyadari sesuatu yang jauh lebih gelap mengintai dari balik bayangan. “Kamu bisa aja permintaannya,” ujarnya, menikmati suasana tanpa mengetahui energi yang terpancar dari tubuh Atna bukan sekadar daya tarik—melainkan kekuatan yang menakutkan dan sulit dijelaskan.

Suara musik DJ berdengung keras, berbaur dengan tawa dan desahan yang memenuhi ruangan. Tempat itu menjadi saksi malam ini—bukan hanya atas dosa dan maksiat manusia, tapi juga atas aura gelap yang menempel pada Atna. Susuk yang menjerat tubuh dan jiwanya perlahan mulai menguasai, menebarkan energi yang tak kasat mata namun menekan, siap memicu teror yang lebih besar di malam-malam berikutnya.

*

*

*

*

Atna pulang menjelang subuh, langkahnya ringan, senyum tipis menghiasi wajahnya. Kantong penuh uang membuat hatinya melonjak senang, tapi di jalan, bisikan dan cibiran dari beberapa ibu-ibu di warung tidak bisa ia hindari.

“Dasar ibu-ibu kampung yang bisanya cuma ngurus hidup orang,” gumam Atna pelan, nada suaranya dingin namun penuh kebanggaan terselubung. Tak ada yang berani membalas, hanya tatapan penasaran dan iri yang ia rasakan dari balik punggung mereka.

Sesampainya di rumah, Atna melangkah masuk, menutup pintu, dan menguncinya dengan perlahan. Suasana di dalam seketika terasa sunyi, hanya suara napasnya yang terdengar. Aura gelap yang menempel padanya sejak ritual susuk semakin terasa, menebal di udara sekeliling rumah.

Ia tersenyum tipis di depan cermin, menyadari bahwa kekuatan yang mengalir dalam dirinya kini semakin kuat—mengintai, menunggu, dan siap memicu teror yang lebih besar di desa kecil tempat ia tinggal.

Tak berapa lama, di depan cermin, Atna melihat sesuatu yang membuat tubuhnya membeku. Sosok pocong muncul—wajahnya mengerikan, mata kosong menatap lurus ke arah Atna, bibirnya terkatup kaku, kain kafannya kusut dan mengelupas di beberapa bagian. Aura dingin dan gelap yang keluar dari sosok itu membuat udara di sekelilingnya menusuk kulit.

Atna teringat tiba-tiba—pesan dukun yang ia abaikan: sesajen harus diberikan setiap selesai ritual. Panik menyelimuti dirinya. Ia menyadari bahwa mengabaikan peringatan itu bukan hanya sebuah kesalahan kecil; itu adalah panggilan bagi kekuatan gelap untuk muncul, memburu, dan menuntut pengorbanan.

Tubuh Atna gemetar hebat. Keringat dingin menetes di pelipisnya. “Ini… ini salahku…” bisiknya, suaranya hampir tenggelam di antara desahan angin malam yang seolah menyuarakan tawa mengerikan pocong itu.

Bayangan itu tetap menatap, diam, namun ancamannya begitu nyata. Atna tahu, malam itu adalah awal dari teror yang tak bisa ia hindari, teror yang tak hanya mengancam dirinya, tapi juga desa tempat ia tinggal.

Atna menyiapkan sesajen di sebuah ruangan khusus di rumahnya, tempat yang selama ini dipenuhi aroma dupa dan lilin. Meja kayu tua ditata rapi dengan beraneka benda ritual seperti kemenyan yang masih mengepul, bunga segar, air suci, dan beberapa koin kuno yang berkilau di bawah cahaya lilin temaram.

Tangannya gemetar saat menata sesajen, tetapi matanya tetap fokus, menyadari betapa pentingnya setiap langkah. Aura gelap dari susuk yang menempel padanya terasa semakin menekan, seperti ada mata yang terus mengawasi dari balik bayangan.

“Semoga ini cukup… semoga dia puas,” bisik Atna pelan, suaranya hampir tenggelam oleh desiran angin malam yang masuk dari jendela. Ia menyalakan kemenyan terakhir, dan asap putih naik melayang di udara, berbaur dengan bayangan gelap di sudut ruangan.

Hati Atna berdetak kencang. Ia tahu, ritual ini bukan sekadar formalitas ini adalah pengikat yang menahan teror yang mulai menunggu di luar sana. Satu langkah keliru, dan kekuatan pocong bersusuk yang mengintai bisa lepas, membawa malapetaka tak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk seluruh desa.

*

*

*

*

Terpopuler

Comments

Siti Yatmi

Siti Yatmi

bacanya rada keder thor....agak bingung mo nafsirin nya....ehm...kayanya alur nya diperjelas dulu deh thor biar dimengerti

2025-08-22

0

Mega Arum

Mega Arum

masih agak bingung dg alur.. juga kalimat2 yg di ulang2 thor

2025-08-21

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Pemasangan Susuk
3 Cibiran, Maksiat dan Sesajen
4 Kekayaan Dan Kemaksiatan
5 Cibiran Di Warung Ce Kinah
6 Bisikan Pocong Penjaga Susuk
7 Ritual Mandi Kembang dan Aura Susuk
8 Pelindung Gaib di Jalanan Malam
9 Pantangan Dan Malam Jumat Kliwon
10 Pagi Yang Tenang
11 Bisikan Pocong dan Peringatan Gaib
12 Tergoda Kekuatan dan Kutukan
13 Pelakor Kampung vs. Satria Si Penengah
14 Puasa Mutih dan Pantangan Susuk
15 Godaan Bule dan Kutukan Susuk
16 Gancet Karena Melanggar Puasa Mutih
17 Gancet, Pocong, dan Peringatan Maut
18 Ritual Penebusan dan Ikatan Abadi
19 Ujian Susuk Atna
20 Pantangan yang Dilanggar dan Konsekuensinya
21 Ritual Tengah Malam dan Jimat Tanah Kuburan
22 Mimpi yang Terhubung ke Kenyataan
23 Perang Batin Sang Pengguna Susuk
24 Teror Pocong dalam Mimpi Dania
25 Balas Dendam Atna dan Pertarungan Gaib
26 Konsekuensi Susuk dan Penyakit yang Menggerogoti
27 Penyakit, Ketakutan, dan Kematian yang Mengintai
28 Janji dan Pengkhianatan Gaib
29 Perang Gaib di Rumah Atna
30 Sakaratul Maut Sang Pengguna Susuk
31 Pemakaman
32 Malam Setelah Pemakaman
33 Teror Pocong Susuk Di Sebuah Desa
34 Ayu Di Culik Pocong Atna
35 Ayu Di temukan Dan Ritual Penangkal
36 Teror Malam Pocong 2
37 Perang Batin dan Perisai Gaib
38 Pocong Atna yang Licik
39 Ce Kinah Di Teror Pocong
40 Fatimah Dan Satria Melakukan Ritual
41 Pembersihan Desa dari Energi Negatif
42 Kebangkitan Pocong Atna
43 Perjuangan Hidup dan Mati Melawan Pocong
44 Misi Dania dan Pak Ustad
45 Rumah Teh Atna
46 Alasan Rumah Teh Atna bisa di buka
47 Semuanya sudah usai
48 Balas Dendam Sang Dukun
49 Pertarungan Melawan Qorin
50 Titik Balik Teror Pocong Atna
51 Badai Teror di Desa
52 Kecerdasan Dania Melindungi Warga
53 Persiapan Menghadapi Ancaman
54 Serangan Balik Pocong Atna
55 Misi Penyelamatan Anak-Anak
56 Pertempuran Melawan Ribuan Pocong
57 Titik Kritis Teror Pocong
58 Misi Menghancurkan Dalang Teror
59 Masa Transisi Menuju Damai
60 Perdamaian untuk Teh Atna
61 Menebus Kesalahan Masa Lalu
62 Kerja Bakti: Membangun Kembali Desa
63 Membangun Kembali Desa dan Hati
64 Telepon Pagi dan Berita Damai
65 Epilog
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
Pemasangan Susuk
3
Cibiran, Maksiat dan Sesajen
4
Kekayaan Dan Kemaksiatan
5
Cibiran Di Warung Ce Kinah
6
Bisikan Pocong Penjaga Susuk
7
Ritual Mandi Kembang dan Aura Susuk
8
Pelindung Gaib di Jalanan Malam
9
Pantangan Dan Malam Jumat Kliwon
10
Pagi Yang Tenang
11
Bisikan Pocong dan Peringatan Gaib
12
Tergoda Kekuatan dan Kutukan
13
Pelakor Kampung vs. Satria Si Penengah
14
Puasa Mutih dan Pantangan Susuk
15
Godaan Bule dan Kutukan Susuk
16
Gancet Karena Melanggar Puasa Mutih
17
Gancet, Pocong, dan Peringatan Maut
18
Ritual Penebusan dan Ikatan Abadi
19
Ujian Susuk Atna
20
Pantangan yang Dilanggar dan Konsekuensinya
21
Ritual Tengah Malam dan Jimat Tanah Kuburan
22
Mimpi yang Terhubung ke Kenyataan
23
Perang Batin Sang Pengguna Susuk
24
Teror Pocong dalam Mimpi Dania
25
Balas Dendam Atna dan Pertarungan Gaib
26
Konsekuensi Susuk dan Penyakit yang Menggerogoti
27
Penyakit, Ketakutan, dan Kematian yang Mengintai
28
Janji dan Pengkhianatan Gaib
29
Perang Gaib di Rumah Atna
30
Sakaratul Maut Sang Pengguna Susuk
31
Pemakaman
32
Malam Setelah Pemakaman
33
Teror Pocong Susuk Di Sebuah Desa
34
Ayu Di Culik Pocong Atna
35
Ayu Di temukan Dan Ritual Penangkal
36
Teror Malam Pocong 2
37
Perang Batin dan Perisai Gaib
38
Pocong Atna yang Licik
39
Ce Kinah Di Teror Pocong
40
Fatimah Dan Satria Melakukan Ritual
41
Pembersihan Desa dari Energi Negatif
42
Kebangkitan Pocong Atna
43
Perjuangan Hidup dan Mati Melawan Pocong
44
Misi Dania dan Pak Ustad
45
Rumah Teh Atna
46
Alasan Rumah Teh Atna bisa di buka
47
Semuanya sudah usai
48
Balas Dendam Sang Dukun
49
Pertarungan Melawan Qorin
50
Titik Balik Teror Pocong Atna
51
Badai Teror di Desa
52
Kecerdasan Dania Melindungi Warga
53
Persiapan Menghadapi Ancaman
54
Serangan Balik Pocong Atna
55
Misi Penyelamatan Anak-Anak
56
Pertempuran Melawan Ribuan Pocong
57
Titik Kritis Teror Pocong
58
Misi Menghancurkan Dalang Teror
59
Masa Transisi Menuju Damai
60
Perdamaian untuk Teh Atna
61
Menebus Kesalahan Masa Lalu
62
Kerja Bakti: Membangun Kembali Desa
63
Membangun Kembali Desa dan Hati
64
Telepon Pagi dan Berita Damai
65
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!