BAB 2 PERNIKAHAN YANG TIDAK PERNAH DIMINTA

Amara terbangun dengan mata sembab. Malam tadi hampir tidak ada tidur yang benar. Map hitam yang dibawa dari Tower Atmadja masih tergeletak di meja belajarnya. Setiap kali ia memejamkan mata, kalimat Bagas berulang: Menikah denganku.

Di rumah, suasana lebih menekan daripada hujan semalam. Surat penagihan terlipat di meja makan, Ibu duduk dengan wajah pucat, dan Papa sibuk menyalakan rokok yang sudah entah keberapa. Asapnya menyesakkan.

“Ra, kamu ketemu orangnya?” tanya Ibu, suaranya pelan.

Amara mengangguk pelan. “Aku ketemu Pak Bagas. Dia bilang bisa membantu. Tapi…” ia ragu melanjutkan.

“Tapi apa?” Papa menatap tajam, seolah jawaban itu bisa jadi penyelamat atau racun.

Amara menunduk. “Syaratnya aku harus menikah dengannya.”

Ruangan hening seketika. Hanya suara korek api yang gagal menyala. Ibu menutup mulut dengan tangan gemetar. “Ya Allah, Ra.”

Papa terbatuk, lalu berdiri. “Kamu jangan asal bicara. Itu orang siapa? Masa segampang itu minta nikah?”

“Dia tidak main-main, Pa. Dia kasih map berisi perjanjian.” Amara mengeluarkan map hitam dari tas. Kertas di dalamnya masih rapi, tanda tangan Bagas ada di halaman akhir.

Papa membuka lembar demi lembar. Alisnya mengernyit. “Ini perjanjian sah. Semua utang dilunasi besok pagi. Rumah aman. Tapi… pernikahan ini bukan mainan, Ra.”

Ibu menatap Amara, matanya berkaca-kaca. “Kamu yakin? Dia ayahnya Selvia. Bagaimana kalau sahabatmu tahu?”

Nama itu menusuk seperti jarum. Selvia. Sahabat yang selalu ada sejak SMA. Bagaimana ia bisa menjelaskan?

“Aku belum jawab apa-apa,” Amara akhirnya berkata. “Aku… aku butuh waktu.”

Sore itu, Amara memutuskan bertemu Selvia di sebuah kafe kecil dekat kampus. Ia ingin mencari kekuatan, mungkin juga kejujuran.

Selvia datang dengan gaun sederhana, tapi tetap terlihat anggun. Rambutnya dikuncir tinggi, wajahnya sumringah. “Ra! Lama sekali kita tidak nongkrong begini.”

Amara tersenyum kaku. “Iya, Sel. Aku kangen juga.”

Mereka memesan minuman. Kopi latte untuk Selvia, teh chamomile untuk Amara. Obrolan awal ringan: tentang dosen, teman lama, gosip artis. Tapi hati Amara berat, ia tahu cepat atau lambat harus bicara.

“Sel,” Amara mulai, “kemarin aku bantu acara ayahmu.”

Selvia mengangguk. “Iya, aku lihat. Papa bilang kamu cepat sekali menyelesaikan desain. Dia jarang memuji orang, lho. Selamat, Ra.”

Amara menelan ludah. “Dia… menawarkan sesuatu padaku.”

“Apa?” Selvia mendekat, penasaran.

Amara membuka tas, memperlihatkan map hitam itu. “Dia ingin aku menandatangani ini.”

Selvia meraih map, membaca cepat. Saat sampai pada halaman terakhir, wajahnya seketika berubah. Gelas latte hampir terjatuh dari tangannya. “Ini… pernikahan? Dengan Papa?!”

Kafe yang tadinya penuh suara sendok dan obrolan, mendadak terasa sunyi bagi Amara. Ia hanya bisa menunduk.

Selvia meletakkan map dengan kasar. “Ra, kamu gila? Kenapa kamu? Papa masih sehat, masih punya kehidupan sendiri. Kenapa kamu tiba-tiba terlibat?!”

“Sel, aku tidak mencari ini. Aku bahkan tidak bisa percaya. Tapi Papa dan Ibu… utang mereka menumpuk. Kalau tidak ada yang membantu, rumah disita. Aku tidak tahu harus bagaimana.”

Selvia menggertakkan gigi. “Jadi kamu mengorbankan persahabatan kita untuk menyelamatkan rumah? Kamu pikir aku bisa terima kalau sahabatku sendiri jadi istri ayahku?”

Air mata Amara menggenang. “Aku belum tanda tangan, Sel. Aku hanya… bingung.”

Selvia berdiri, kursinya bergeser keras. “Bingung? Kamu seharusnya menolak! Aku tidak akan pernah memaafkan kalau kamu lakukan ini. Ingat baik-baik, Ra. Kalau kau jadi istri Papa, kau bukan lagi sahabatku.”

Ia pergi meninggalkan Amara sendiri. Map hitam itu tertinggal di meja, seolah menjadi bukti dosa yang belum terjadi.

Malamnya, Amara duduk di kamar, lampu kecil menyala. Ia membuka map itu sekali lagi. Pasal-pasal di dalamnya jelas: semua utang dilunasi, keluarganya aman, sebagai gantinya ia harus menikah dengan Bagas dalam waktu sebulan.

Di luar kamar, Papa dan Ibu berdebat pelan. Papa ingin menerima tawaran itu—baginya, ini jalan keluar. Ibu ragu, ia takut anaknya hancur masa depannya.

Amara menutup mata, kepalanya berat. Dalam kegelapan, ia melihat wajah Selvia penuh amarah, wajah Ibu penuh takut, dan wajah Bagas yang dingin tapi tegas.

Pikirannya bising: Jika aku menolak, keluarga bisa hancur. Jika aku menerima, persahabatan lenyap, hidupku berubah selamanya.

Ketukan pelan terdengar di pintu kamar. “Ra,” suara Ibu, parau. “Kamu tidak sendirian. Apa pun keputusanmu, Ibu ada di pihakmu.”

Air mata Amara jatuh tanpa suara. Ia meraih map itu, menatap halaman terakhir. Tanda tangan Bagas sudah ada di sana, menunggu miliknya.

Tangannya gemetar. Pena siap menari.

Tapi jiwanya belum siap berkata “ya”… dan terlalu takut berkata “tidak.”

Amara menutup map hitam itu dengan cepat, seolah kalau ia biarkan terbuka lebih lama, kata-kata di dalamnya akan melompat keluar dan mengikat lehernya. Suara debat Papa dan Ibu dari ruang tengah masih terdengar samar.

“Ini kesempatan langka!” suara Papa meninggi. “Bagas Atmadja bukan orang sembarangan. Kalau dia mau menolong kita, kenapa harus menolak?”

“Tapi ini hidup anak kita, Pak,” balas Ibu dengan suara bergetar. “Amara masih muda. Dia punya masa depan. Bagaimana mungkin kita menyerahkannya begitu saja?”

Amara menutup telinganya dengan bantal. Hatinya perih. Baginya, kedua orang tuanya sama-sama benar, tapi juga sama-sama salah.

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

Nona Amara. Waktu Anda tidak banyak. Saya sarankan membaca kembali pasal dua dan tiga. Jika setuju, hubungi nomor ini. Kami akan menyiapkan segalanya.

Amara menatap layar ponselnya. Tangannya gemetar. Ia tahu pesan itu berasal dari orang kepercayaan Bagas.

Keesokan harinya, Amara berangkat kuliah dengan hati kosong. Matanya bengkak, tubuhnya letih, tapi ia tetap berusaha tampil normal. Di gerbang kampus, beberapa temannya menyapanya, namun ia hanya membalas dengan senyum tipis.

Di kelas, ia duduk paling belakang, memandangi papan tulis yang kabur di matanya. Kata-kata dosen berkelebat seperti suara asing, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

Saat jam istirahat, ia ke kantin. Tidak lama, sebuah bayangan menutup meja makannya. Ia mendongak.

Davin Surya.

Sudah lama ia tidak melihatnya. Rambutnya kini lebih rapi, tubuhnya lebih tegap, senyum yang dulu membuat Amara merasa aman kini terasa asing.

“Amara,” sapa Davin. “Lama tidak bertemu.”

Amara tercekat. “Davin? Kamu… kamu sudah kembali?”

“Ya. Baru seminggu. Aku dengar keluargamu sedang dalam masalah,” katanya lembut, duduk tanpa diminta. “Aku ingin menolongmu.”

Amara menggeleng cepat. “Tidak perlu. Aku bisa urus sendiri.”

“Tapi aku serius,” Davin menatapnya dalam. “Kamu tahu aku masih peduli padamu. Kalau ada masalah, biarkan aku bantu.”

Amara merasa kepalanya berputar. Bagas menawarkan bantuan dengan syarat pernikahan. Davin tiba-tiba muncul, menawarkan sesuatu tanpa syarat—setidaknya sejauh ini.

Namun ia tahu, hidup tidak pernah sesederhana itu.

Sore itu, Amara pulang lebih awal. Di depan rumah, sebuah mobil hitam mewah terparkir. Tubuhnya langsung tegang.

Bagas Atmadja berdiri di teras rumah, bersama dua asistennya. Papa dan Ibu duduk di ruang tamu dengan wajah campur aduk—antara cemas dan lega.

“Selamat sore, Amara,” sapa Bagas tenang, suaranya dalam dan berwibawa. “Aku datang bukan untuk memaksa, tapi untuk menjelaskan.”

Amara berdiri kaku. “Kenapa harus saya, Pak? Dari sekian banyak orang, kenapa harus saya?”

“Karena kau berbeda,” jawab Bagas singkat. “Kau bukan bagian dari lingkaran kami. Kau tidak punya kepentingan dengan nama besar Atmadja. Justru itu yang kubutuhkan.”

Ia menatap Papa dan Ibu Amara. “Aku tahu keluarga ini dalam kesulitan. Aku bisa menyelesaikan semuanya. Tapi aku juga butuh sesuatu: stabilitas. Media menyorot kehidupanku. Aku butuh seorang pendamping resmi untuk meredam semua spekulasi. Pernikahan adalah solusi tercepat.”

Papa menunduk, Ibu meneteskan air mata.

Amara menggenggam jemarinya sendiri. “Dan kalau aku menolak?”

“Tidak ada ancaman,” kata Bagas datar. “Aku tidak memaksa. Tapi jika kau menerima, keluargamu aman, dan kau tidak akan kekurangan apa pun. Keputusan tetap di tanganmu.”

Ia menyodorkan sebuah kartu nama. “Pikirkan baik-baik. Jawab sebelum akhir pekan. Waktu tidak banyak.”

Bagas berdiri, menyalami Papa, lalu melangkah keluar rumah. Mobil hitam itu pergi, meninggalkan udara berat yang menekan dada Amara.

Ibu menatapnya dengan mata penuh harap sekaligus takut. “Ra… apa yang akan kamu lakukan?”

Amara menunduk. Map hitam masih ada di tasnya, dan kartu nama Bagas kini menambah beban.

Di kepalanya, wajah Selvia, Davin, dan keluarganya silih berganti. Tidak ada jalan keluar yang tidak melukai seseorang.

Malam itu, Amara menulis di buku hariannya:

“Jika aku berkata ya, aku kehilangan sahabatku. Jika aku berkata tidak, aku kehilangan keluargaku. Lalu, mana yang harus kupilih?”

Tangannya berhenti, tinta pena menetes di halaman. Air matanya jatuh, bercampur dengan noda tinta itu.

Bagi Amara, malam itu adalah malam pertama ia merasa benar-benar terpojok, tanpa ruang untuk bernapas.

Episodes
1 BAB 1 TANDA TANGAN YANG MENGGUNCANG
2 BAB 2 PERNIKAHAN YANG TIDAK PERNAH DIMINTA
3 BAB 3 LAMARAN YANG MEMBAKAR JEMBATAN
4 BAB 4 HARI -HARI MENJELANG PERNIKAHAN
5 BAB 5 ISTRI BARU DI RUMAH PENUH MUSUH
6 BAB 6 UJIAN PERTAMA SEBAGAI ISTRI
7 BAB 7 HUJATAN DI KAMPUS
8 BAB 8 JEBAKAN MEYLANI
9 BAB 9 KONFRONTASI DI KAMPUS
10 BAB 10 FITNAH PERTAMA
11 BAB 11 LANGKAH BALIK AMARA
12 BAB 12 PEMANGGILAN RISA
13 BAB 13 DIHINA DI TEMPAT UMUM
14 BAB 14 LANGKAH DI YAYASAN
15 BAB 15 UJIAN DI KELAS PERTAMA
16 BAB 16 API DI KAMPUS
17 BAB 17 SABOTASE DI YAYASAN
18 BAB 18 PANGGUNG TERBUKA
19 BAB 19 PERANG DIAM-DIAM
20 BAB 20 AUDIT DI MEJA TERANG
21 BAB 21 BAYANGAN BARU
22 BAB 22 LUKA YANG DIBUKA LAGI
23 BAB 23 ANCAMAN BARU
24 BAB 24 LUKA DI BALIK SENYUM
25 BAB 25 SUARA YANG TERBELAH
26 BAB 26 SAKSI DI PANGGUNG
27 BAB 27 DI RUANG SIDANG
28 BAB 28 TIGA HARI PENENTUAN
29 BAB 29 PUTUSAN MAJELIS
30 BAB 30 API DI DALAM RUMAH
31 BAB 31 BARA DI DEPAN PUBLIK
32 BAB 32 JERAT HUKUM
33 BAB 33 KURSI PANAS
34 BAB 34 BAYANGAN BARU
35 BAB 35 TUSUKAN DARI DALAM
36 BAB 36 KESAKSIAN YANG MEMBAKAR
37 BAB 37 SUARA DARI DARAH DAGING
38 BAB 38 SAHABAT DI MEJA SAKSI
39 BAB 39 JEJAK YANG TERSAMAR
40 BAB 40 TANDA TANGAN YANG MENGHUKUM
41 BAB 41 SAKSI TAK TERDUGA
42 BAB 42 KESAKSIAN YANG MENENTUKAN
43 BAB 43 REKENING BAYANGAN
44 BAB 44 BUKTI GELAP
45 BAB 45 DARAH YANG DI SERET
46 BAB 46 SERANGAN BALIK PERTAMA
47 BAB 47 LUKA LAMA YANG DIBONGKAR
48 BAB 48 PERNIKAHAN YANG DIPERTANYAKAN
49 BAB 49 SAHABAT YANG BERBALIK
50 BAB 50 ULTIMATUM KELUARGA
51 BAB 51 SAHABAT JADI MUSUH
52 BAB 52 GUGATAN PEMBATALAN
53 BAB 53 SIDANG GUGATAN
54 BAB 54 BUKTI PALSU
55 BAB 55 BUKTI DI MEJA HAKIM
56 BAB 56 MENCARI KEBENARAN
57 BAB 57 SUARA YANG DI PELINTIR
58 BAB 58 JERAT FITNAH
59 BBA 59 SAKSI DAN SIASAT
60 BAB 60 RETAK DI SISI LAWAN
61 BAB 61 BAYANGAN BALASAN
62 BAB 62 AIR MATA PALSU
63 BAB 63 SUARA YANG TIDAK BISA DIPATAHKAN
64 BAB 64 BUKTI YANG BERLUMUR DEBU
65 BAB 65 JEJAK ASLI
66 BAB 66 PANGGUNG AIR MATA
67 BAB 67 LUKA DAN PELUKAN
68 BAB 68 NYALA YANG KEMBALI
69 BAB 69 RAHASIA YANG TERBUKA
70 BAB 70 FAKTA YANG TERUNGKAP
71 BAB 71 DRAMA BESAR
72 BAB 72 SABOTASE
73 BAB 73 BAYANGAN ANCAMAN
74 BAB 74 SAKSI KUNCI
75 BAB 75 DUA JALUR
76 BAB 76 KLARIFIKASI
77 BAB 77 SKANDAL BAYANGAN
78 BAB 78 PERCAKAPAN YANG TERUNGKAP
79 BAB 79 UNJUK RASA BAYARAN
80 BAB 80 BALASAN DI MEJA HUKUM
81 BAB 81 KONTRAK YANG DISEMBUNYIKAN
82 BAB 82 MALAM PENJEMPUTAN
83 BAB 83 SURAT PERLINDUNGAN
84 BAB 84 TEKANAN DARI DALAM
85 BAB 85 PERSIAPAN SAKSI
86 BAB 86 SUARA DI RUANG SIDANG
87 BAB 87 PERANG DI LAYAR
88 BAB 88 BATU DI JALAN
89 BAB 89 LAPORAN YANG DIPUTARBALIKKAN
90 BAB 90 KLARIFIKASI YANG MENJEBAK
91 BAB 91 SERANGAN DI LAPANGAN
92 BAB 92 SABOTASE
93 BAB 93 PAGAR YANG DITERJANG
94 BAB 94 BAYANGAN KEKUASAAN
95 BAB 95 KEPUNGAN
96 BAB 96 SIDANG DI DUA PANGGUNG
97 BAB 97 PANGGUNG SIDANG
98 BAB 98 INTIMIDASI
99 BAB 99 SURAT PENANGKAPAN
100 BAB 100 SIMBOL
101 BAB 101 ADU DOMBA
Episodes

Updated 101 Episodes

1
BAB 1 TANDA TANGAN YANG MENGGUNCANG
2
BAB 2 PERNIKAHAN YANG TIDAK PERNAH DIMINTA
3
BAB 3 LAMARAN YANG MEMBAKAR JEMBATAN
4
BAB 4 HARI -HARI MENJELANG PERNIKAHAN
5
BAB 5 ISTRI BARU DI RUMAH PENUH MUSUH
6
BAB 6 UJIAN PERTAMA SEBAGAI ISTRI
7
BAB 7 HUJATAN DI KAMPUS
8
BAB 8 JEBAKAN MEYLANI
9
BAB 9 KONFRONTASI DI KAMPUS
10
BAB 10 FITNAH PERTAMA
11
BAB 11 LANGKAH BALIK AMARA
12
BAB 12 PEMANGGILAN RISA
13
BAB 13 DIHINA DI TEMPAT UMUM
14
BAB 14 LANGKAH DI YAYASAN
15
BAB 15 UJIAN DI KELAS PERTAMA
16
BAB 16 API DI KAMPUS
17
BAB 17 SABOTASE DI YAYASAN
18
BAB 18 PANGGUNG TERBUKA
19
BAB 19 PERANG DIAM-DIAM
20
BAB 20 AUDIT DI MEJA TERANG
21
BAB 21 BAYANGAN BARU
22
BAB 22 LUKA YANG DIBUKA LAGI
23
BAB 23 ANCAMAN BARU
24
BAB 24 LUKA DI BALIK SENYUM
25
BAB 25 SUARA YANG TERBELAH
26
BAB 26 SAKSI DI PANGGUNG
27
BAB 27 DI RUANG SIDANG
28
BAB 28 TIGA HARI PENENTUAN
29
BAB 29 PUTUSAN MAJELIS
30
BAB 30 API DI DALAM RUMAH
31
BAB 31 BARA DI DEPAN PUBLIK
32
BAB 32 JERAT HUKUM
33
BAB 33 KURSI PANAS
34
BAB 34 BAYANGAN BARU
35
BAB 35 TUSUKAN DARI DALAM
36
BAB 36 KESAKSIAN YANG MEMBAKAR
37
BAB 37 SUARA DARI DARAH DAGING
38
BAB 38 SAHABAT DI MEJA SAKSI
39
BAB 39 JEJAK YANG TERSAMAR
40
BAB 40 TANDA TANGAN YANG MENGHUKUM
41
BAB 41 SAKSI TAK TERDUGA
42
BAB 42 KESAKSIAN YANG MENENTUKAN
43
BAB 43 REKENING BAYANGAN
44
BAB 44 BUKTI GELAP
45
BAB 45 DARAH YANG DI SERET
46
BAB 46 SERANGAN BALIK PERTAMA
47
BAB 47 LUKA LAMA YANG DIBONGKAR
48
BAB 48 PERNIKAHAN YANG DIPERTANYAKAN
49
BAB 49 SAHABAT YANG BERBALIK
50
BAB 50 ULTIMATUM KELUARGA
51
BAB 51 SAHABAT JADI MUSUH
52
BAB 52 GUGATAN PEMBATALAN
53
BAB 53 SIDANG GUGATAN
54
BAB 54 BUKTI PALSU
55
BAB 55 BUKTI DI MEJA HAKIM
56
BAB 56 MENCARI KEBENARAN
57
BAB 57 SUARA YANG DI PELINTIR
58
BAB 58 JERAT FITNAH
59
BBA 59 SAKSI DAN SIASAT
60
BAB 60 RETAK DI SISI LAWAN
61
BAB 61 BAYANGAN BALASAN
62
BAB 62 AIR MATA PALSU
63
BAB 63 SUARA YANG TIDAK BISA DIPATAHKAN
64
BAB 64 BUKTI YANG BERLUMUR DEBU
65
BAB 65 JEJAK ASLI
66
BAB 66 PANGGUNG AIR MATA
67
BAB 67 LUKA DAN PELUKAN
68
BAB 68 NYALA YANG KEMBALI
69
BAB 69 RAHASIA YANG TERBUKA
70
BAB 70 FAKTA YANG TERUNGKAP
71
BAB 71 DRAMA BESAR
72
BAB 72 SABOTASE
73
BAB 73 BAYANGAN ANCAMAN
74
BAB 74 SAKSI KUNCI
75
BAB 75 DUA JALUR
76
BAB 76 KLARIFIKASI
77
BAB 77 SKANDAL BAYANGAN
78
BAB 78 PERCAKAPAN YANG TERUNGKAP
79
BAB 79 UNJUK RASA BAYARAN
80
BAB 80 BALASAN DI MEJA HUKUM
81
BAB 81 KONTRAK YANG DISEMBUNYIKAN
82
BAB 82 MALAM PENJEMPUTAN
83
BAB 83 SURAT PERLINDUNGAN
84
BAB 84 TEKANAN DARI DALAM
85
BAB 85 PERSIAPAN SAKSI
86
BAB 86 SUARA DI RUANG SIDANG
87
BAB 87 PERANG DI LAYAR
88
BAB 88 BATU DI JALAN
89
BAB 89 LAPORAN YANG DIPUTARBALIKKAN
90
BAB 90 KLARIFIKASI YANG MENJEBAK
91
BAB 91 SERANGAN DI LAPANGAN
92
BAB 92 SABOTASE
93
BAB 93 PAGAR YANG DITERJANG
94
BAB 94 BAYANGAN KEKUASAAN
95
BAB 95 KEPUNGAN
96
BAB 96 SIDANG DI DUA PANGGUNG
97
BAB 97 PANGGUNG SIDANG
98
BAB 98 INTIMIDASI
99
BAB 99 SURAT PENANGKAPAN
100
BAB 100 SIMBOL
101
BAB 101 ADU DOMBA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!