Restoran ini berbeda dari umumnya. Meja dan kursi di tata di tengah taman. Lampu-lampu kecil menghiasi pohon-pohon di sekitar taman. Cahayanya tidak terlalu terang tapi sedang.
Aku bukannya tidak suka tempatnya, hanya saja restoran ini terkenal dengan suasana romantisnya. Dan yang datang ke sini biasanya suami istri atau pasangan kekasih yang ingin kencan.
Aku merasa canggung karena aku dan Alvin bukan pasangan seperti itu.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan lagi?" Tanyaku saat kami berdua sudah duduk.
"Sebelumnya aku ingin tanya, apa kakakku ikut denganmu hari ini?"
"Tidak, aku sudah lama tidak berbicara dengannya. Apa kau berharap dia ikut?" Tanyaku balik. Aku berpikir mungkin itu alasannya memesan tempat ini.
"Ya, sedikit. Sebenarnya tiga hari ini aku sudah mencoba menerimanya. Meski itu berat."
Kami berhenti berbincang saat pelayan mengantarkan pesanannya. Kami mulai menyantapnya. Terlepas dari suasananya, makanan di sini memang enak.
"Aku belum menceritakannya pada ayahku. Tapi aku memutuskan untuk mencari kakakku lagi." Kata Alvin. Aku menatapnya. Apa dia masih belum merelakan kakaknya?
"Paling tidak aku ingin memakamkannya dengan layak. Karena itu aku harus menemukan tubuh kakakku." Lanjutnya.
"Karena itu aku ingin kau berbicara dengan kakakku lagi. Dan menanyakan padanya di mana kami bisa menemukan tubuhnya."
"Jika kau berpikir aku bisa memanggil arwah kakakmu, maka kau salah. Aku tidak bisa melakukannya." Jawabku. Dia nampak kecewa.
"Aku hanya bisa berbicara jika mereka mendekatiku. Dalam kasus kakakmu dialah yang mendatangiku lebih dulu. Kami tidak sengaja bertemu." Lanjutku.
"Apa dia tidak mengatakan apapun padamu. Tentang kematiannya. Atau meninggalkan pesan untuk keluarganya?" Tanyanya.
"Tidak, terakhir kali aku berbicara dengannya saat dia memintaku menyampaikan pesan kepada ibunya setelah itu dia menghilang. Bisa jadi itu keinginan terakhirnya sebelum meninggal."
"Kalau begitu harusnya dia tetap di sini. Ibu belum menerima pesannya." Ujar Alvin.
"Kau bisa bantu menyampaikannya pada ibumu."
"Tidak bisa." jawabnya, dia berhenti sesaat sebelum melanjutkan, "Ibuku meninggal di hari yang sama saat kakakku menghilang. Karena itulah dia tidak bisa menjemputnya."
"Apa?!" Aku terkejut.
Orang yang menitipkan pesan meninggal. Orang yang harusnya menerima pesan juga meninggal. Lalu bagaimana? Apa dunia ini terlalu luas sampai-sampai ibu dan anak ini tidak bisa bertemu?
Benar kata Alvin, jika pesannya tidak sampai maka tidak ada alasan Ello menghilang. Jadi kenapa dia tidak menghubungiku lagi?
Kami mengakhiri makan malam kami dengan berbagai pertanyaan di kepala kami.
"Sebelum pulang bisakah kau mampir ke rumahku sebentar?" Pinta Alvin
"Hah?" Aku menatapnya mencari maksud dari kata-katanya.
"Jangan salah paham. Aku ingin kau melihat, apa mungkin ada kakakku di sana. Karena aku tidak melihatnya. Dan juga aku ingin mengenalkanmu pada ayahku." Lanjut Alvin menjelaskan.
Akhirnya aku setuju berkunjung ke rumahnya sebentar. Rumahnya yang sekarang memang lebih sederhana dibandingkan sebelumnya. Karena yang tinggal di rumah ini juga hanya tinggal mereka berdua, ayah dan anak.
Aku memeriksanya dengan seksama. Tapi tidak ada jejak Ello di sana. Rumah ini juga bersih dari makhluk halus lainnya. Padahal dengan keadaan keluarga mereka, bisa jadi memancing makhluk halus datang dan mengganggu.
'Apa mereka berdua tipe yang sulit didekati makhluk halus ya?' pikirku. Kadang memang ada orang-orang tertentu yang enggan didekati makhluk halus.
"Nak!" Suara yang serak dan berat memanggil, Namun hangat dan ramah. Aku menoleh ke arah suara itu.
Aku terpana. Seorang pria tua duduk di kursi roda, dan dibelakangnya seorang wanita muda berseragam putih, yang tampak seperti perawatnya.
"Papa!" Alvin menghampiri Ayahnya. Pria di depanku usianya mungkin tak lebih dari 50 tahun, tapi kesusahan pikirannya dan penyakitnya membuatnya terlihat lebih tua dari usia yang seharusnya. Meski banyak keriput di sana sini, wajahnya masih meninggalkan jejak-jejak ketampanan masa mudanya. Dia mirip dengan Alvin.
"Pa, aku kenalkan, ini Melya. Teman lama Ello." Alvin memperkenalkan aku dengan ayahnya.
Aku berjalan mendekatinya. "Selamat malam, om. Ku harap kedatanganku tidak mengganggu istirahat om." Sapaku.
"Sama sekali tidak." Ucapnya ramah. Dia meraih tanganku dan menggenggamnya. Tangan yang keriput dan kasar namun penuh kehangatan. "Senang melihatmu, nak Melya. Sering-seringlah berkunjung ke sini."
Setelah itu, si perawat membawanya kembali ke kamar.
Biasanya semakin sukses karir seseorang, dia semakin jauh dari keluarganya. Tapi hal itu malah sebaliknya. Dari sentuhan tangannya, aku menyadari sebanyak apa dia bekerja keras dan sebesar apa dia mencintai keluarganya.
"Ayahku jatuh sakit setelah kepergian ibuku dan kakakku. Apa kau pikir ayahku lemah?" Kata Alvin setelah ayahnya masuk ke kamar.
"Apa itu yang dikatakan orang-orang sekitarmu tentang ayahmu?" Tanyaku.
"Di mataku dia orang hebat. Dia telah berjuang dengan susah payah dari rasa sakit yang dideritanya. Satu-satunya yang membuatnya bertahan adalah anak bungsunya. Bersyukur bahwa dia masih memilikimu dalam hidupnya." Lanjutku.
Alvin tersenyum, "Aku tahu, karena itu aku tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya."
Alvin juga bercerita bahwa sementara perusahaan ayahnya dipegang oleh pamannya. Setelah dia lulus kuliah Alvin akan mengambil tanggung jawab sepenuhnya. Kebetulan dia sudah semester akhir tahun ini.
"Oh ya, ada satu yang ingin tanyakan. Bagaimana kakakmu bisa menghilang?"
"Sepulang dari TK kakak biasanya dijemput oleh ibuku. Tapi hari itu ibuku meninggal dalam kecelakaan, dan tidak bisa menjemputnya. Jadi ada pihak lain yang memanfaatkan kejadian itu untuk menculik kakakku."
"Setelah mengejar penculiknya selama dua hari, kami akhirnya berhasil menangkapnya. Tapi sayangnya kakakku sudah tidak bersama mereka. Mereka bilang kakakku berhasil kabur dan lari ke dalam hutan. Saat mereka singgah di sebuah desa."
"Hutan??" Seruku kaget. Seketika pikiranku kembali mengingat hutan yang sempat di tunjukkan Ello padaku terakhir kali.
Apa tubuhnya ada di sana? Apa itu yang ingin dia tunjukkan padaku waktu itu?
"Ya, katanya hutan itu terkenal angker. Kami sudah mengerahkan semua tim pencari sampai paranormal, tapi tidak seorangpun yang berhasil menemukannya. Hingga akhirnya kami menyerah menjelajahi hutan itu."
"Kupikir para penculik itu telah berbohong pada kami. Mungkin orang-orang itu sudah membawa kakakku ke tempat lain dan menyembunyikannya." ujar Alvin
"Kalau begitu mereka pasti akan minta uang tebusan pada kalian lagi. Jika sampai sekarang mereka tidak melakukannya berarti kakakmu benar tidak bersama mereka lagi." Kataku berpendapat. Alvin mengangguk setuju.
Malam semakin larut, Alvin mengantarku sampai ke depan kosan. Aku masuk ke kamar kosku. Setelah mandi aku merebahkan diri di kasur dan merenung
Pertemuanku dengan Alvin dan ayahnya membuatkh ingin membantu keluarga itu. tapi bagaimana caranya? Sekarang aku berharap Ello menghubungiku. Atau muncul di hadapanku agar aku bisa berbicara dan menanyainya tentang apa yang terjadi padanya.
Tiba-tiba handphoneku berdering.
kak Angga? Kenapa dia menelpon malam-malam begini? Apa yang terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
senja
wah calon jodo?
2022-03-19
1
tutup akun tidak dapat restu
2 like mendarat kk 👍
salam dari LELAKI KU
2021-01-14
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
Adit dan Ayna menyapa kak😉
menanti kehadiranmu lagi
semangat.. semangat..💪💪💪
salam "Cinta Pak Bos"
2021-01-01
1