Lama-lama Jatuh Cinta

Lama-lama Jatuh Cinta

Bab 1 Sahabat Lama

Senyum terbit di bibir cantik milik Jani saat memandangi foto pernikahan Kakak laki-lakinya. Satu-satunya keluarga yang Jani miliki setelah kehilangan kedua orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan lima tahun silam. Saat dirinya masih duduk di bangku SMA dan masih sangat membutuhkan kasih sayang keduanya.

“Kamu bahagia ya Mas? Senyumnya sampai lebar begini.” Gumam Jani yang memang tidak pernah melihat senyum seindah ini dari bibir Kakak nya. Dia dingin dan jarang bicara pada Jani. Hanya seperlunya saja layaknya musuh bebuyutan padahal mereka saudara kandung.

Namanya Anggabaya Bagus Ganendra, Jani biasa memanggilnya Mas Angga. Jani tahu sekali dirinya penyebab sikap dingin Kakak nya, dia jadi beban berat untuknya semenjak kepergian kedua orangtuanya.

Hmmmmm….

Helaan nafas berat terdengar begitu pelik di telinga Jani. Dirinya harus kuat, Mas Angga sudah berusaha sebaik mungkin menjaga dirinya tanpa mengeluh sedikitpun.

Dia sayang padaku meski Mas Angga tidak pernah mengutarakannya.

Begitu yang Jani yakini selama ini.

Kaki nya melangkah perlahan membuka pintu yang tertutup rapat. Jani sedang menunggu Mas Angga dan Mbak Gina yang dalam perjalanan pulang dari liburan panjangnya ke Surabaya. Ke kota kelahiran Mbak Gina.

Kali ini Jani memberanikan diri untuk tidak ikut mereka, Jani sudah cukup tua untuk takut tinggal di rumah sendirian. Dia harus membiasakan diri, Mbak Gina mulai merasa tidak nyaman karena dirnya terus saja ikut kemanapun mereka pergi.

Jani harus membantu Mas Angga, apapun meski remeh Jani coba melakukanya agar Mbak Gina tidak merasa di abaikan dan membuat Mas Angga harus bertengkar dengan wanita yang sangat dirinya sayangi. Jani ingin menjadi adik yang Mas Angga nya sayangi.

Deru suara mobil travel yang sampai di depan rumah membuat senyum kembali terbit di bibir Jani, langkahnya buru-buru menuju pintu pagar menyambut kedua Kakak nya yang akhrinya sampai.

“Assalamualaikum….ko di luar Dek? Kenapa tidak tunggu di dalam saja?” Jani menyalami tangan Mbak Gina dan Mas Angga bergantian.

“Wa’alaikum salam, Jani sengaja tunggu di luar takut ketiduran Mbak.” Jawabnya dengan sopan. Gina mengusap kepala Adik nya dengan sayang.

“Bantu Mbak angkat Quin yah, dia tidur. Tangan Mbak sakit soalnya Dek.” Jani segera melangkah mengambil Quin yang masih terlelap di kursi penumpang yang sudah kosong.

Sepertinya mereka penumpang terakhir yang di antarkan.

Husshhhh….husshhh….

Jani mencoba membuat keponakannya terlelap kembali di gendongannya. Dengan cepat Jani membawanya masuk dan menidurkannya di kasur kamar Jani.

Membiarkan kedua Kakak nya istirahat setelah perjalanan panjang yang telah mereka tempuh.

“Quin capek ya sayang….Tante Jani rindu sekali di tinggal Quin beberapa hari ini sayang….” Bicara dengan anak dua tahun yang sedang terlelap dengan nyaman.

Jani keluar dari kamarnya setelah membatasi sisi kasur dengan bantal untuk menjaga Quin tetap aman. Samar-samar telinganya mendengar keributan dari kamar Mas Angga. Tangan Jani gemetar jika mendengar keributan seperti ini.

“Itulah kamu Mas, aku minta tolong jaga satu tas kecil saja kamu teledor. Sekarang gimana nasib kita? Itu sisa uang yang seharusnya bisa aku gunakan untuk belanja kebutuhan kita selama beberapa hari ke depan Mas!.”

Terdengar bantingan benda keras yang membuat Jani ingin cepat-cepat kabur ke dalam kamarnya.

Dorrr...dorrr..dorrr....

“Ya Allah…..”Jani melompat memegangi dadanya semakin kaget mendengar ketukan pintu yang cukup keras tiba-tiba.

“Siapa?” Tanya Jani sambil membuka sedikit goden jendelanya.

“Mbak…ini saya mau kembalikan dompet punya laki-laki yang masuk rumah ini.” Jani buru-buru membuka pintu merasa bahagia karena dompet yang Mbak Gina cari kembali.

Krekkkkk….

Pintu terbuka lebar. Tampak laki-laki paruh baya dengan seragam serba hitam berdiri di depan pintu.

“Iya Pak…. Saya cek dulu sebentar ya Pak.” Benar saja, di dalam nya ada KTP Mbak Gina. “Bener Pak, ini punya Kakak saya.”

“Alhamdulillah, tadi Tuan saya yang menemukan Dek. Ya sudah Bapak pamit ya Dek.” Jani mengangguk, dia bahkan lupa tidak menawarkan tamunya yang berharga untuk singgah meski sebentar.

Hatinya begitu bahagia melihat dompet yang menjadi biang keributan kembali.

Tok….tok….tokkk….

"Mbak….Mas…ini ada yang anterin dompet punya Mbak Gina.” Gina dengan cepat membuka pintu kamarnya.

“Looooh iya…bener ini dompet Mbak. Siapa yang anterin Dek?” Jani menggaruk tengkuknya lupa tidak bertanya siapa gerangan orang baik yang sudah menemukan dompet Kakak nya.

“Jani lupa tanya Mbak.” Mbak Gina mengerucutkan bibirnya sedikit kecewa. “Orang nya juga kelihatannya buru-buru Mbak.” Mencoba mencari alasan.

“Yang penting udah balik. Udah istirahat kamu juga, udah malem.” Timpal Mas Angga meminta Istrinya tidak berdebat lagi dengan Jani.

“Kan pengen ucapin terimakasih Mas. Coba kalau dia gak balikin, kita bisa kelaperan karena tidak punya uang sama sekali.” Angga menarik tangan istrinya memasuki kamar.

Jani juga sudah kembali ke kamarnya dengan perasaan lega.

Angga menerima panggilan dari nomor yang tidak dirinya kenal. Merasa penasaran Angga keluar dari kamar dan menerima panggilan telponnya.

Angga : Siapa?

Langit : Masa gak kenal suara ku Ga?

Angga : Langit yah?

Terdengar suara langit yang sedang tertawa di sebrang telpon.

Angga : Apa kabar? Tumben sekali menelpon ku Lang?

Langit : Aku tiba-tiba saja teringat dengan mu Ga. Ada hal penting yang tidak mungkin aku bicarakan di telpon seperti ini. Kapan ada waktu?

Angga : Aku harus buka toko kelontong Lang. Kau saja main ke rumah ku, alamatnya masih sama dengan yang dulu.

Langit : Besok aku kabari ya Ga. Bagaimana kabar mu dan Gina?

Angga : Kami baik Lang, kapan kau mengirimkan undangan ke rumah kami? Masih betah saja jomblo kau ini Lang.

Hahahaha…..

Keduanya tertawa karena Langit memang terkenal laki-laki buaya darat yang enggan menikah.

Langit : Kau bisa saja. Aku masih belum menemukan wanita yang tepat Ga. Aku terlalu sibuk untuk menciptakan nuansa romansa di hidup ku ini Ga.

Angga : Gak papa Lang, hidup berkeluarga juga harus banyak yang di pikirkan. Kalau belum siap nanti anak istrimu bisa menderita seperti keluarga ku ini. Serba susah dan kekurangan.

Langit : Besok aku datang, ayo kita bicarakan hal penting yang pasti akan menguntungkan mu Ga.

Angga : Benarkah? Apa ini semacam kerja sama atau penawaran mitra kerja?

Langit : Besok kau akan tahu. Aku harap kau tidak keberatan dengan permintaan ku.

Angga : Kenapa sepertinya permintaan mu terdengar sulit Lang?

Langit : Kita bicarakan besok yah. Aku tidak bisa menjelaskannya lewat telpon seperti ini.

Angga menutup panggilan telponnya, jantungnya sedikit berdegub cepat merasakan gugup dengan permintaan apa yang akan sahabatnya minta besok. Memikirkannya saja membuat Angga merasa sedikit ngeri. Angga tahu jika selama ini Langit kerap kali melakukan kejahatan demi kehidupannya agar bergelimang harta.

“Mas….sedang apa?” Angga tersadar mendengar suara Adik nya.

“Tidak ada, Mas ke kamar.” Jani menyipitkan matanya melihat wajah Mas nya seperti orang ketakutan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!