Ia membuka jas putihnya, lalu dipasangkan padaku, "jangan di sini! udah dingin sekarang. Gak baik buat kamu yang lagi sakit."
"Dokter cari saya buat itu aja?" tanyaku.
"Saya bukan dokter," jawabnya.
"Tapi kok pake jas dokter?" tanyaku lagi.
Laki-laki itu memperlihatkan kartu namanya, "jelas kan? bukan dokter kan?"
Oh ahli gizi ya?
Aku mengangguk mengiyakan.
"Gak mau kenalan sama saya?" tanyanya membuatku menoleh dengan kebingungan, "buat apa kenalan?"
"Ya biar lebih akrab aja. Kan nambah kenalan juga gak salah," jawabnya.
"Gak perlu, lagian saya juga udah tau namanya," timpalku.
Laki-laki itu tersenyum, "ya kan kenalan secara resmi belum. Saya pengen kenal lebih jauh kamu, boleh?" tanyanya.
Lagi-lagi aku tersenyum mendengarnya, bahkan detak jantungku saja sudah tidak karuan sekarang—ditambah tatapannya yang begitu lekat padaku.
Dengan senyumannya, ia menjulurkan tangannya, "saya Hanif. Saya 27 tahun, tahun ini."
Aku sempat terdiam mendengarnya.
Jadi dia lebih tua dari aku?
Terus panggilnya apa dong?
"Kok malah melamun?"
Aku tersadar lalu menyapa tangannya, "saya Riyani, 24 tahun ini."
"Tuh kan masih muda kamu dibanding saya," ujarnya membuatku hanya mengangguk.
Aku menoleh padanya kembali lalu bertanya, "tadi kan saya tanya kenapa cari saya. Kenapa malah jadi kenalan begini?"
Hanif terkekeh mendengarnya, "ya gak apa-apa kan sekalian. Kita ngobrolnya di ruangan aja yuk! Dingin di sini," ajaknya membuatku mengangguk.
Laki-laki itu menggandeng pinggangku dengan sedikit jarak lalu membantu mengatur infusan kembali.
"Makasih!!" ungkapku dianggukinya dengan cepat.
Ia duduk di samping ranjang, lalu melihat clipboard yang ia bawa sejak tadi, "saya cuman mau ngobrol sama kamu sekalian tanya-tanya boleh?"
Aku mengangguk mengiyakan.
"Di data kamu ini, kamu mengalami peradangan lambung. Dimana lambung kamu ini ibaratnya kayak tergores karena asam lambung yang cukup parah," jelasnya.
"Kata dokter jaga, kamu emang lagi diet ya?" tanyanya.
Aku mengangguk, "tapi kan itu udah lama. Kenapa sekarang kayak gini?" tanyaku.
"Itu bisa jadi karena awalnya lambung kamu masih kuat menahan rasa lapar yang berlebihan. Tapi kalau kelamaan, lambung kamu bisa aja gak bisa lagi menahannya," jawabnya.
Aku mengangguk mengiyakan.
"Terus tadi pagi juga kamu makan roti dan juga kopi tanpa gula." Aku kembali mengangguk.
"Usahakan kalau lagi gak enak perut atau masalah di lambung, roti dihindari dulu ya! terus kopi tanpa gula juga emang bagus, cuman kalau diminum sebelum makan. Gak semua lambung kuat," jelasnya lagi.
"Kalau kamu mau lanjut lagi dietnya, nanti aja setelah benar-benar sembuh ya! Jangan dipaksakan sekarang," ucapnya.
Aku menekuk wajah mendengarnya.
"Emang sekarang berat badannya berapa? Kenapa keras banget dietnya?" tanyanya.
"Aku di 60 lebih, katanya ini udah kegemukan. Makanya aku pengen turun seenggaknya di 50 lebih biar masuk ideal," jawabku.
"Kamu boleh kok diet, gak salah setiap orang punya tubuh impian untuk bisa mencintai diri sendiri kan?" Aku mengangguk.
"Tapi cara kamu diet kamu ini salah. Kalau kayak begini terus, kamu bisa lebih parah dari ini. Tubuh kamu juga bakal lemas dan gak punya energi. Terus nanti wajahnya bisa pucat juga," jawabnya.
"Bahkan jerawat kamu bisa aja lebih dari ini kalau dietnya gak benar," sambungnya.
"Emangnya ngaruh ya?"
"Ya ngaruh lah, kan jerawat dari hormon. Sedangkan hormon bagaimana tubuh kita mengelola makanan dan mood setiap hari. Coba bayangin hormon kamu kalau kamu makan sedikit banget sama stres karena timbangan yang gak turun-turun. Gimana nanti coba?" tanyanya membuatku terdiam.
Hanif melirik jam di tangannya, "tentang dietnya nanti kita omongin lagi ya. Sekarang saya mau tanya, kamu punya alergi atau enggak?"
Aku mengangguk, "alergi udang sama kepiting. Terus gak suka ikan laut."
"Kenapa?" tanyanya.
"Apanya?"
"Kenapa gak suka?"
"Ya gak suka aja. Emangnya gak boleh?"
"Bukan gak boleh, tapi kok gak suka gitu. Padahal enak-enak," ucapnya membuatku terkekeh pelan.
"Dokter punya makanan yang gak disuka gak?" tanyaku.
"Udah dibilang saya bukan dokter,"
"Ya kan bingung manggilnya apa. Mau saya panggil Bapak?" tanyaku.
Hanif terkekeh mendengarnya, "panggilnya Kakak aja boleh, Aa juga boleh. Saya juga dari sunda asli kok."
Gak nanya sih sumpah!!
"Masa panggilnya Aa,"
"Loh emangnya kenapa? Ada yang larang?" tanyanya membuatku menggelengkan kepala.
"Ya gak enak aja atuh, masa panggil Aa," jawabku.
"Terus panggil apa atuh maunya? Katanya tadi masa manggil bapak. Dikasih saran manggil Aa atau kakak masih bingung jawabnya," ucapnya.
"Ya udah Aa aja," jawabku membuatnya tersenyum simpul.
"Tapi kalau di rumah sakit panggil kakak aja deh!"
"Emang mau ketemu di luar rumah sakit?" tanyanya sembari menahan senyuman.
"Ya kan siapa tau ketemu lagi kayak tadi pagi," jawabku.
Hanif mengangguk mengiyakan.
"Ya udah saya permisi dulu ya! Sampai ketemu besok," ucapnya sembari beranjak dari ruangan.
Aku bergidik geli mendengarnya, apalagi senyuman manisnya itu terkesan ia sedang menggoda.
Cowok itu kenapa sih?
Di sisi Hanif,
Laki-laki itu baru saja kembali setelah bekerja seharian di rumah sakit. Ia jatuhkan tubuhnya di kasur yang terlihat rapih.
Sembari menghela napasnya ia bergumam, "cantik!!"
drttttt....
drttttt.....
"Ibu? Mau apa dia?" gumamnya lalu menyambungkan panggilan.
"Assalamualaikum Ibu. Ada apa?"
"Waalaikumsalam Abang. Gimana kabar kamu? jarang banget pulang ke rumah,"
"Baik kok Bu. Belum sempet aja bulan ini, karena lagi sibuk juga,"
"Dapet gak?"
"Dapet apa?"
"Ya calon istri atuh abang. Kalau gak dapet ibu ada yang mau dikenalin sama kamu,"
"Bu udah deh! Abang kan udah bilang kalau udah ada nanti abang kenalin sama ibu,"
"Tapi abang lama. Abang udah kasih jawaban itu dari pas adik kamu SMP sekarang udah SMA kelas 3 aja kamu masih dengan jawaban yang sama,"
"Ya kan gak baik buru-buru juga bu,"
"Gak buru-buru abang. Tapi kamu itu malah malas,"
"Nah itu ibu tau,"
"Kamu—bukan suka sama sesama jenis kan bang?"
"Astaghfirullah ibu!! Kok bisa begitu sama anak sendiri sih,"
"Ya maaf bang!! habisnya agak aneh aja kan belum punya pacar padahal anak ibu ini ganteng,"
"Kan emang gak nyari pacar Bu. Abang carinya calon istri,"
"Tapi jangan kelamaan abang,"
"Kalau abang jatuh cinta sama cewek dari awal liat dia gimana Bu?"
"Ya gak gimana-gimana. Cewek mana bang?"
"Abang cuman tanya aja Ibu,"
"Abang, ibu ini orangtua kamu. Dikira ibu gak tau sifat kamu kayak gimana,"
"Sebenernya abang belum kenal jauh sih Bu. Cuman gak tau ya, rasanya tuh pengen akrab aja sama dia. Dia juga diajak ngobrolnya asik,"
"Siapa dia?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments