Prang
Brakk
Alisa di dorong dengan sangat keras oleh Berta, ibunya Mark. Ketika dia memberikan gelas teh pada ibu mertuanya itu.
Gelas itu juga telah di banting oleh Marta, jadinya saat Alisa jatuh karena di dorong oleh Berta, tangan Alisa terkena pecahan gelas itu.
"Nyonya..." bibi Dini yang melihat hal itu lantas bergegas menghampiri Alisa dan membantunya untuk bangun.
"Dasar tidak becus! kamu itu bisanya apa sih? mau membakar tanganku? hahh! kamu dendam sama aku? aku bilang teh hangat? telingamu itu tulii ya? kenapa panas sekali, mau membakar tanganku juga lidahku?"
Berta marah sekali, dia terus menunjuk-nunjuk ke arah Alisa. Dia sudah berusaha melakukan apa yang dia bisa. Membuatkan teh hangat, dia merasa itu sudah hangat. Tapi, setiap yang dilakukan selalu salah di mata ibu mertuanya dan juga kedua adik iparnya.
"Ck, bikin gara-gara saja sih kamu tuh!" onel Tasya, adik Mark.
"Tahu! kalau sehari saja gak bikin ibu marah, kamu tuh gak tenang ya hidupnya. Emang gembel yang di pungut dari jalan bisa apa?" tambah Rena, adik bungsu Mark.
Alisa hanya diam sambil menahan perih di tangannya. Jika dia pergi, sebelum ibu mertuanya itu menyuruhnya pergi. Maka yang ada, nanti ibu mertuanya akan semakin mengomel.
Alisa melihat ke arah suaminya yang sedang duduk bersama keluarganya itu. Meski punya status sebagai menantu di rumah ini. Tapi Alisa memang tidak pernah makan satu meja dengan suaminya dan keluarganya ini. Dia benar-benar cuma punya status saja sebagai menantu dan istri Mark. Kenyataannya, dia di anggap dan di perlakukan seperti pelayan di rumah ini.
Alisa menoleh ke arah suaminya. Dia sungguh berharap, meski tidak perduli padanya. Suaminya menyuruhnya pergi untuk mengobati tangannya itu. Dia melihatnya, dia melihat tangan Alisa berdarah. Tapi, sepertinya harapan Alisa itu hanya sebatas harapan kosong. Mark bahkan tidak melirik ke arahnya sama sekali.
"Tahunya cuma numpang makan, numpang tidur. Ngabisin duit Mark saja. Kenapa malah bengong, bikin teh hangat yang baru!" ucap Berta dengan nada tinggi.
Alisa segera mengangguk patuh. Sebenarnya dia berusaha keras menahan air matanya. Jika dia menangis, Mark akan membanting sendok di atas piring. Mark paling tidak suka melihat orang menangis saat sedang makan. Selera makannya akan hilang. Mark pernah marah besar pada Alisa karena hal itu. Makanya sampai sekarang Alisa masih mengingatnya dengan baik.
"Baik Bu" jawab Alisa cepat dan segera pergi ke dapur.
Bibi Dini yang melihat tangan Alisa semakin berdarahh. Mengajak Alisa mengobati lukanya itu dulu.
"Nyonya, biar bibi obati dulu. Nanti bibi yang buatkan teh hangatnya..."
"Heh, Dini. Mau jadi pahlawan kesiangan kamu!" ujar Maria.
Salah satu pelayan di ruang besar Mark itu juga. Dan dia adalah penjilatt Berta dan kedua anak perempuannya.
"Maria, tolong jangan bicara seperti itu! ini tangan nyimya berdarah"
"Dih, memang kenapa? dasar dia saja tidak becus...."
"Maria, kenapa bicara seperti itu pada nyonya. Dia ini Nyonya kita!"
"Nyonya apa? dia itu gak lebih dari pelayan di sini? aku gak pernah panggil dia Nyonya juga gak masalah. Tuan dan nyonya besar juga memperlakukan dia seperti pelayan, bahkan nona Tasya dan nona Rena. Dia ini cuma gelandangan yang di pungut sama tuan, buat menggantikan nona Karina yang sakit dan berobat keluar negeri itu! kalau nona Karina tidak sakit. Mana mungkin tuan Mark mau menikahinya. Tuan Mark bahkan tidak pernah bicara padanya!"
Tes tes
Air mata Alisa mengalir. Bahkan pelayan di ruang suaminya bisa dengan leluasa merendahkannya seperti itu. Tapi yang membuat Alisa menangis bukan karena kata-kata dari Maria yang terkesan begitu merendahkannya. Tapi, ucapan Maria itu semuanya benar. Mungkin dia memang hanya gelandangan. Makanya sampai sekarang, bahkan tidak ada yang mencarinya. Mungkin dia memang tidak punya keluarga lagi di dunia ini. Dan selamanya hanya bisa di perlakukan seperti ini oleh Mark, keluarganya bahkan Maria yang hanya pelayan di rumah ini.
Bibi Dini yang mendengar ucapan Maria, dan melihat nyonyanya menangis menjadi semakin kasihan pada Alisa.
"Nyonya, sudah jangan dengarkan ocehan Maria..."
"Cih, mana mungkin dia tidak dengar Dini. Kecuali selain dia tidak punya malu, dia juga tulii!"
"Maria" bentak Dini.
"Apa?" tanya Maria malah lebih garang, bahkan berkacak pinggang di depan Alisa.
Bibi Dini yang merasa Maria keterlaluan berniat mendorong wanita yang hanya terpaut satu tahun lebih muda darinya itu. Namun Alisa mencegah bibi Dini untuk melakukan itu.
"Bibi sudah, aku tidak apa-apa. Jangan bertengkar dengan bibi Maria. Nanti ibu marah sama bibi" kata Alisa yang tidak mau memberikan masalah juga pada asisten rumah tangga yang sudah banyak membantunya itu.
Maria pergi dari sana. Alisa mencari plester luka, dia bahkan hanya menyiram lukanya itu dengan air mengalir. Lalu membalutnya dengan plester.
Sementara bibi Dini sudah membuatkan teh hangat.
"Nyonya, ini tehnya"
"Terimakasih bi!" kata Alisa yang membawa teh itu ke ruangan makan.
Bibi Dini hanya bisa melihat nyonyanya itu dengan tatapan.
'Kasihan sekali nyonya. Tuan juga melihat semuanya, tapi kenapa masih diam saja. Sungguh keterlaluan!' batin bibi Dini.
Saat Alisa sudah sampai di ruang makan. Mark sudah tidak ada di sana. Memang seperti itu, mau itu berangkat kerja, mau itu pulang kerja atau mau kemana pun. Mark tidak pernah memberitahukan pada Alisa. Bahkan bicara saja sangat jarang. Alisa bahkan tidak punya ponsel. Sudah menikah selama satu tahun lebih, mana tahu Alisa nomor ponsel suaminya.
"Bu, ini tehnya"
"Kamu ini kerjanya lelet banget ya! lamban. Kamu itu payah sekali sih!" ucap Berta lagi memarahi Alisa.
Alisa hanya diam, tak menjawab satu patah katapun. Dia meletakkan secangkir teh hangat itu di atas meja. Di dekat piring Berta.
"Mana bisa dia di bandingkan dengan kak Karina. Aku dengar kak Karina sudah sembuh. Katanya mau pulang sebentar lagi. Kakak pasti akan menceraikan wanita gelandangan ini!" ujar Rena.
"Iya aku juga dengar begitu! Baguslah. Kita jadi gak perlu lihat dia lagi di rumah ini. Bikin rusak pemandangan saja!" tambah Tasya.
"Ngapain masih bengong di sini! cuci baju sana! ingat ya. Sikat satu persatu, awas kalau sampai kamu pakai mesin cuci. Enak saja, mau makan tidur gratis disini. Nyuci pakai mesin!" kata Berta dengan sewot.
Alisa segera mengangguk dengan cepat.
"Baik Bu!" ucapnya yang langsung pergi ke ruang laundry.
"Heh, buruan nyucinya. Aku di suruh nyonya besar awasin kerjaan kamu! kalau sampai gak di sikat pakai tangan satu-satu. Aku harus lapor!" kata Maria yang duduk sambil memegang sebungkus keripik kentang di tangannya.
Alisa hanya menghela nafas panjang. Dia hanya bisa menuruti semua yang di perintahkan ibu mertuanya, kedua adik iparnya di rumah ini. Jika tidak, dia benar-benar tidak tahu harus kemana.
Kalau di pikir-pikir, pelayan saja akan mendapatkan gaji di rumah ini. Tapi Alisa, dengan status istri Mark. Dia bahkan tidak pernah melihat yang namanya uang satu tahun berada di tempat ini. Dia hanya seorang yang bisa di suruh ini itu tanpa gaji dan hanya di beri makan dan tempat tinggal.
Pelayan mungkin lebih baik, mereka juga di beri makan dan tempat tinggal. Tapi mereka di beri uang. Sedangkan Alisa, dia benar-benar hanya pesuruh yang tidak pernah di hargai sama sekali setiap pekerjaannya.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Azahra Rahma
aku gak kuat bacanya Thor
2025-07-30
2