Perjalanan Seraphina
Tangannya mencengkram roknya, ia berlari amat cepat, aletta sangat bahagia, ia teramat antusias. Degup jantungnya kencang. Ia teramat sangat ingin bertemu dengan ... dia! Putrinya ... yang dia kira selamanya telah hilang. Kini ia akan kembali bertemu dengannya.
Ia gugup gemetar. Nafasnya tak beraturan karena tadi ia lari dengan semangat, amat cepat karena ingin segera bertemu. Ia menarik nafas lalu membuangnya, berkali-kali ia melakukannya sampai ia rasa sudah tenang.
Putrinya berada didalam ruangan itu. aletta hanya perlu membuka pintu didepannya, maka ia akan langsung melihat putrinya. Putri yang dulu hilang kini kembali pulang? aletta amat gugup.
Dengan perlahan ia membuka pintu itu, terdengar suara perempuan lantang dan penuh nada jijik terdengar. Ia tersentak dengan nada itu. kebencian apa yang membuat nada suaranya sampai seperti itu?.
Aletta langsung tahu saat Ia maju mendekat lalu melihat wajah cantik yang hampir menyerupai dirinya di waktu muda. Tapi dengan rambut warna merah terang, persis warna rambut ayahnya. itu sudah pasti Seraphina.
Ia tertegun, senyumnya lenyap saat Seraphina menatap zio, anak laki-lakinya yang tertua, dengan penuh kebencian. Ia terdiam mengamati sera berbicara dengan mata berkilat-kilat amarah.
"Jangan pernah kau memperlihat dirimu di depanku lagi atau akan ku kuliti kau, ku bunuh kau dengan tanganku sendiri!" Seraphina berkata dengan murka kepada zio.
Aletta melihat badan zio gemetar mendengarnya. Aletta terperangah heran melihatnya.
"Putri? Anakmu? Itu kalimat konyol yang sama sekali tidak ingin ku dengar dari kalian. Sang pembunuh kakakku." Ucap Seraphina berpaling berbicara kepada Arkan.
Lalu Sera berjalan dengan murka ke arah pintu. aletta berdiri diam mematung menatap Seraphina yang berjalan melewati dirinya. Seraphina sekilas menoleh tajam kearah aletta. Ada apa ini? Tanyanya aletta gelisah dalam hati. Pembunuh kakaknya? Aletta menatap minta penjelasan kepada suami dan anaknya yang tengah menatap dirinya dengan sedih.
...•••••••••••••••...
Lima belas tahun lalu.
Perempuan itu terengah kepayahan saat anak-anaknya tidak mau berhenti bermain, waktu sudah mulai larut, tapi mereka tak mau kunjung berhenti bermain. perempuan itu pun mulai geram kepada para bocah-bocah kesayangannya, perempuan itu melirik ke kursi yang di duduki balita yang diam anteng tapi tertawa riang.
Tangan perempuan itu terulur mengelus rambut halus balita itu. Warna rambut balita itu sama merah dengan ayahnya. bedanya rambut balita itu lebih terang daripada rambut ayahnya yang lebih gelap. Dia tersenyum sayang kepada balita itu dan tertawa gemas saat balita itu tertawa.
"Seraphina!" Dengkurnya sambil mencium pipi Seraphina, putrinya. "Ayo kita tidur! Ini sudah waktunya tidur untuk mu sayang." Perempuan itu merengkuh saphira ke dalam pelukannya.
Perempuan itu berjalan menuju kearah kamar yang ditempati Seraphina, tapi langkahnya berhenti di depan jendela, matanya menelisik jauh di antara kegelapan malam. "Seharusnya dia sudah pulang." Bisiknya, kemudian kembali berjalan.
Perempuan itu merebahkan Seraphina ke ranjangnya, menepuk-nepuk pundak Seraphina dengan pelan agar cepat lelap. Tak lama Seraphina terlelap, perempuan itu beranjak menemui ke tiga anaknya yang masih saja bermain dengan ributnya, membuat ia menghembuskan nafas lelah.
"Ayolah bocahku, sayangku, ini sudah malam! Sudah waktunya istirahat, sudah waktunya tidur!"
Para bocah yang mendengarnya langsung berseru kecewa, "ayolah mama sebentar lagi!"
"Yang benar saja, ini belum terlalu malam!"
"Ayah bahkan belum pulang!"
"Tidak ada sebentar lagi Zio, ini sudah malam Zenith! Kurasa ayah akan pulang terlambat ayrea. Dan tidur kalian tidak boleh terlambat!" Ujarnya tegas, kepada masing-masing anaknya.
"Mengapa tidur tidak boleh..." Zenith tidak meneruskan kata-kata nya, karena diberi hadiah pelototan tajam khas ibunya saat tak mau dia meneruskan kata-katanya. Bibirnya terkulum cemberut sebagai gantinya.
Suara langkah sepatu yang khas terdengar oleh telinga mereka, membuat mereka menoleh dengan serempak "ayah!" seru mereka antusias. Mereka menyerbu ayahnya dengan gembira. Ayahnya meski kepayahan menyambut mereka satu persatu.
Perempuan itu tersenyum lega melihat suaminya pulang, "selamat datang"
"Sayangku aletta." Arkan merengkuh aletta dengan erat di ikuti oleh anak-anak yang ribut ingin berpelukan bersama mereka juga, membuat mereka terkekeh geli melihat tingkah mereka.
"Nah sekarang! Ini benar-benar waktunya tidur anak-anak. Tidak ada alasan lagi sekarang." Seru aletta sambil menggiring mereka memasuki kamar mereka.
Arkan melihat mereka sambil membuka kancing jas yang mencekik di tubuhnya seharian ini, membuatnya bernafas lega saat berhasil membukanya, keributan kecil terdengar di telinganya membuatnya tersenyum kecil.
Lalu dia diam memandang kearah jendela, melihat jauh kearah gelapnya malam, dahinya berkerut, pikiran yang tak terpecahkan membuatnya pusing. Tapi begitu lengan langsing memeluknya dari belakang, arkan tersenyum.
Arkan berkata," kelompok bawah semakin jauh semakin membuat onar," desisnya "jika dibiarkan terus begitu mereka akan makin menggila."
"Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya mereka hadapi, mungkin jika kamu menerangkan apa yang sebenarnya bahaya yang harusnya mereka takuti mereka tidak akan..."
"Mereka itu dungu, sia-sia sajalah aku berbicara . Berbicara dengan mereka seperti bicara dengan kuda."
"Kuda tidak mengerti dengan bahasa manusia tapi kuda bisa dilatih untuk menurut."
"Mereka bahkan bukan kuda pintar!" Ucap arka sudah lelah.
"Lalu menurutmu bagaimana?"
"Aku lelah, tidak habisnya jika berbicara tentang mereka yang seperti tak punya akal."
Kelompok bawah adalah kelompok perusuh, saat kelompok itu singgah di suatu tempat maka tempat itu akan menjadi rusuh, membuat resah masyarakat sekitar. Mereka juga selalu mencari masalah terhadap Arkan.
Aletta mengusap bahu suaminya. "Ya sudahlah kalau begitu, kamu sudah lelah dan waktu makin larut, ayo kita istirahat saja, besok ada undangan untuk acara di rumah teman kita roni."
"Baiklah." putus arka yang benar-benar sudah lelah.
...••••••••••••...
Keesokan harinya setelah mereka berdandan dengan rapi, perempuan maupun lelaki. dengan amat anggun untuk perempuan dan amat gagah untuk lelaki. Mereka memasuki kereta menuju kearah rumah yang mereka tuju.
Di perjalanan aletta menggendong putrinya Seraphina yang masih balita di dadanya, ia mengendus bau harum ditubuh bayinya itu, sangat membuatnya tentram sejenak. Tapi setelah melihat raut suaminya yang melamun dengan dalam, ia cemberut.
"Untuk saat ini, bisakah kamu jangan terlalu mengkhawatirkan masalah itu dulu?" Tanya aletta.
Raut suaminya seketika melembut saat mengalihkan pandangan kepada istrinya, ia tersenyum. "Baiklah!"
Aletta tersenyum mendengarnya, "untuk saat ini ayo kita bersenang-senang!" Tuturnya.
Arka memang tersenyum menyanggupi permintaan istrinya, tapi hati maupun kepalanya sudah sangat tak tenang, ia teramat waspada dengan kelompok bawah, entah masalah apa lagi yang akan mereka perbuat.
Sesampai disana mereka disambut dengan antusias oleh nyonya rumah dan tuan rumah, yang juga teman dekat mereka, roni dan norald. Aletta bahagia berpelukan dengan teman perempuannya.
"Aku merindukanmu!" Tubuh mereka mengayun ke kanan dan ke kiri, "aku pun!" Jawab rona, semakin mengeratkan pelukannya.
"Aaakhh!" suara menggemaskan itu membuat mereka berhenti berpelukan lalu tertawa terkekeh-kekeh melihat Bundelan ditengah terhimpit oleh mereka.
Roni menoel pipi Seraphina yang gembil, "dan kamu perempuan muda yang menggemaskan, apa kabarnya?"
"Aaakh," seraphina menjawab dengan nada teguran, membuat roni semakin terkekeh melihatnya. Roni menyentuh bahu aletta lalu berkata, "baiklah, ayo kita masuk ke dalam. banyak yang sudah sampai lebih dahulu dari kalian." Aletta mengangguk menyetujui rona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments