welcome

Jika aku bisa memenangkan turnamen ini, aku bisa menyusup masuk ke Seven Eclipse, pikir Gamma, menatap langit malam dari balik jendela penginapan kecil di pinggiran kota. Meski berbahaya... aku harus membantu Kak Arya. Aku tidak boleh gagal.

Pertandingan itu akan dimulai dua hari lagi. Gamma menghilang dari tempat umum, menyusuri lorong-lorong kota untuk mencari informasi tambahan.

Tempat ini benar-benar tidak menyenangkan... pikirnya sambil memandangi pasar gelap yang dipenuhi pedagang budak, perjudian, dan pertarungan liar. Tapi para pesertanya... meskipun seram dan kuat, mereka tidak ada apa-apanya dibanding Kak Arya dan Kak Dina.

Dua hari berlalu.

"TES! TES! HALO, SELAMAT SIANG PARA HADIRIN SEMUA!" Suara pria bersemangat menggema di seluruh arena. "SEBENTAR LAGI, TURNAMEN HIDUP DAN MATI DI COLOSSEUM UNTUK MEMPEREBUTKAN KURSI MARS—SI API—YANG KOSONG DI SEVEN ECLIPSE AKAN DIMULAI!"

Sorak-sorai membahana. Arena penuh sesak oleh penonton dari berbagai penjuru wilayah—dan tentu saja, kebanyakan dari mereka bukan orang baik-baik.

Gamma menarik tudungnya lebih rapat, menutupi sebagian besar wajahnya. "Akhirnya hari ini dimulai..."

Beberapa pertarungan telah berlangsung. Saat giliran Gamma tiba—

"PERTARUNGAN KE-TUJUH! HO?! PESERTANYA... ANAK KECIL?!"

Penonton mendadak riuh. Suara gumaman bercampur tawa meremehkan terdengar dari segala penjuru.

"YANG BENAR SAJA, ANAK KECIL?!"

"TAPI DENGAR-DENGAR DIA KUAT! APAKAH DIA TIDAK TAKUT MATI?! YAH, LANJUT SAJA! PERTARUNGAN KALI INI: REISA VS BLOODY!"

Gamma, yang mendaftarkan diri dengan nama samaran 'Reisa', melangkah memasuki arena.

Bloody, seorang pria bertubuh besar dengan tatapan meremehkan, mengangkat bahu.

"Oi, oi! Apa-apaan ini? Penyelenggara membiarkan anak kecil bertarung?! Mereka waras?! Pulanglah, Nak! Kau akan mati."

"Selamat siang, Pak. Maaf, saya tidak akan pulang," jawab Gamma tenang.

"Apa?! Aku bisa membunuhmu dalam sekejap!"

"Oh, baiklah kalau begitu. Silakan dimulai."

"PERTARUNGAN... MULAI!"

Bloody menerjang lurus ke depan. Tapi hanya selangkah dari Gamma, tubuhnya terhenti kaku.

"Phantom String," bisik Gamma.

Tali benang tak terlihat mengikat tubuh Bloody. Sekejap kemudian—

"Sever Line."

Tubuh lawannya terpotong-potong dalam diam.

"AP-APA ITU?! KENAPA TIBA-TIBA TUBUH BLOODY TERPOTONG-POTONG?!" komentator berteriak histeris.

Penonton mendadak membisu, lalu berkeringat melihat duel singkat dan mematikan itu.

"PEMENANGNYA ADALAH REISA!"

Di tengah kehebohan, suara tenang dari tribun atas terdengar.

"Hooo... sepertinya kali ini ada bibit unggul."

Gamma menarik napas lega. "Fyuuh... akhirnya pertandingan pertamaku selesai..."

Tiba-tiba seseorang menyapanya dari belakang.

"Salam kenal, gadis kecil."

Gamma berbalik kaget. "Siapa—?!"

Seorang wanita cantik dengan tubuh menggoda dan senyum menggoda berdiri santai di depannya. Rambutnya panjang bergelombang, pakaian ketat membalut tubuhnya dengan elegan namun menakutkan.

"Ara~ maaf mengejutkanmu. Namaku Venus. Si Air, dari Seven Eclipse. Salam kenal, gadis kecil."

Gamma membeku. Venus... dari Seven Eclipse?!

"Se-selamat siang. Nama saya Reisa. Saya memang ingin sekali masuk Seven Eclipse," ucapnya gugup.

"Ara, imut sekali~ Setelah kulihat pertarungan pertamamu... kamu sangat kuat. Kamu pasti bisa masuk. Apalagi... aku menyukaimu."

"Te-terima kasih banyak..."

"Baiklah, sampai jumpa lagi, Reisa-chan~"

Venus berjalan pergi, meninggalkan aroma air dan bahaya yang samar.

Keesokan harinya, suasana Colosseum lebih riuh dari biasanya.

"BAIKLAH, KITA SUDAH SAMPAI DI BABAK SEMI-FINAL!" teriak komentator, suaranya menggema ke seluruh arena. "PETARUNG KALI INI ADALAH GADIS KECIL YANG SEMALAM MENGGEMPARKAN SEMUA ORANG—REISA!"

Teriakan dan sorakan penonton memuncak.

"LAWANNYA ADALAH PRIA YANG DIJULUKI ‘STEELMAN’! PRIA YANG DIKATAKAN BISA MELAPISI SELURUH TUBUHNYA DENGAN BAJA!"

Gamma melangkah memasuki arena dengan langkah tenang. Di seberangnya, pria kekar berkulit gelap berdiri angkuh, tubuhnya sudah mulai dilapisi logam mengkilap.

"Selamat siang dan salam kenal, Pak," sapa Gamma sambil membungkuk hormat.

Steelman mengangkat alis, lalu tertawa. "Anak yang sopan... tapi ini arena. Jangan harap ada belas kasih."

"PERTARUNGAN... MULAI!"

"Steel Body!" teriak Steelman, tubuhnya seketika berubah mengilap seperti baja. Ia menerjang lurus ke arah Gamma.

"Mati kau!"

Gamma melompat ke samping dengan ringan. "Tidak usah buru-buru, Pak."

"Phantom String!"

Tali tipis dan transparan membelit kaki Steelman, menghentikan laju serangannya.

Steelman menggeram. "Tali macam apa ini? Tidak berguna!" Dengan tenaga penuh, ia menghancurkan jeratan itu. "Steel Punch!"

Gamma menarik napas cepat.

"String Binding!"

Tali-tali tak terlihat muncul dari berbagai arah, membungkus tubuh Steelman dengan rapat, menyisakan hanya bagian kepalanya.

"Thread Guillotine."

Seketika, benang horizontal tipis meluncur dengan kecepatan tak terlihat, memotong leher Steelman dengan presisi.

Kepalanya jatuh, menggelinding di lantai arena. Tubuh baja itu tumbang.

"AAAPA?! STEELMAN MATI SEMUDAH ITU?!"

"PERTARUNGAN SELESAI DALAM 15 DETIK!"

"PEMENANGNYA ADALAH REISA! SI GADIS AJAIB!"

Sorakan menggema. Nama Reisa diteriakkan berulang kali. Namun Gamma hanya diam, berjalan meninggalkan arena dengan kepala tertunduk.

"Monster kecil"? Aku bukan monster... Aku hanya ingin menjadi seperti Kak Arya dan Kak Dina yang hebat…

Di luar arena, seseorang menyambutnya dengan senyuman menggoda.

"Kemenangan yang mengesankan lagi ya, Reisa-chan."

Gamma menoleh. "Kak Venus!"

"Kamu kok bisa sekuat itu, hmm? Siapa yang ngajarin kamu?"

"Guru... seorang kakek tua di hutan. Namanya... saya tidak tahu."

"Begitu ya~ Berarti gurumu lebih hebat darimu dong? Ara~"

"Dia memang hebat," jawab Gamma jujur. "Dan saya ingin masuk ke Seven Eclipse karena... saya suka orang-orang kuat."

Venus menyipitkan mata, memperhatikan wajah Gamma dengan penuh minat. "Hmm... kamu menarik. Tapi hati-hati, Reisa-chan. Kadang... memberi informasi palsu bisa lebih mematikan daripada tidak memberi informasi sama sekali."

Gamma menelan ludah diam-diam.

"Ngomong-ngomong," lanjut Venus, "bolehkah aku kasih bocoran sedikit? Karena kamu sebentar lagi akan jadi bagian dari kami dan... kamu juga imut~"

Gamma mengangguk cepat.

"Seven Eclipse berjumlah tujuh orang. Tapi kursi Mars saat ini kosong. Dan akan segera digantikan olehmu~"

"Mereka... kuat?"

"Tentu saja. Kami bukan organisasi ecek-ecek."

"Aku sudah tidak sabar bergabung dengan kalian!" ujar Gamma sambil mengepalkan tangan kecilnya.

"Imut sekali~ Sampai jumpa, Reisa-chan~"

Venus menghilang di balik bayangan lorong.

Berarti... tinggal enam orang lagi. Kalau mereka benar-benar sekuat itu, akan merepotkan. Tapi kalau kami hadapi satu per satu, mungkin bisa dikurangi jumlahnya perlahan...

Gamma segera melaporkan semua informasi kepada Arya dan Dina melalui komunikasi rahasia.

"Jadi ada tujuh kursi di Seven Eclipse," gumam Arya, mendengarkan dengan saksama. "Dan kamu baru tahu elemen Venus saja?"

"Ya, hanya itu. Organisasi bawah tanah pun tidak punya informasi soal mereka."

"Kalau begitu," ujar Arya, "satu-satunya cara untuk tahu lebih dalam… memang cuma dari dalam."

"Ngomong-ngomong, siapa yang menyebarkan info soal kursi kosong Mars?"

"Ajudan Raja," jawab Gamma cepat. "Mungkin karena Mars sudah mati, jadi informasi itu dianggap tidak berharga."

Arya mengangguk. "Terima kasih, Gamma. Tapi hati-hati ya. Jangan memaksakan diri."

"Aku kangen kamu," sela Dina. "Apa kamu nggak bisa teleportasi ke sini sebentar aja?"

"Jangan," potong Arya cepat. "Teleportasi bisa memicu kecurigaan. Apalagi kalau ada pelacak di sekitar Gamma."

"Oh... begitu ya."

"Jaga dirimu, ya Gamma," ujar Dina lagi. "Jangan terlalu nekat!"

"Baik, Kak!"

Esok harinya...

"INILAH FINAL! DUA PETARUNG PALING MEMATIKAN DALAM TURNAMEN INI AKAN BERTARUNG: REISA SI MIRACLE GIRL DAN SHIN SI SENYAP!"

"DUA-DUANYA MENYELESAIKAN PERTARUNGAN SEBELUMNYA DALAM WAKTU SINGKAT! SIAPA YANG AKAN MENANG? DAN SIAPA YANG AKAN MATI?!"

Gamma memasuki arena. Lawannya—Shin—berpakaian hitam ketat seperti ninja. Tubuh ramping, tinggi sekitar 160 cm, satu pedang tipis tergantung di pinggangnya.

Orangnya seperti Kak Dina... cepat dan senyap. Tapi aku harus menang.

"PERTARUNGAN DIMULAI!"

Shin menghilang seketika. Tapi bukan seperti Gamma, melainkan karena kecepatan ekstrem.

Gamma sudah siap. Sebelum masuk arena, sebagian tubuhnya telah dibungkus benang tipis sebagai pertahanan.

Cling! Pedang Shin menabrak benang di tubuh Gamma.

"Vanish!"

Gamma menghilang selama lima detik, bergerak cepat ke samping. "Thread Lancer!"

Benang runcing seperti tombak dilempar ke arah Shin, tapi lawan itu menghindar dengan gesit.

"Thread Trap!"

Jeratan dari bawah tanah muncul—Shin nyaris terperangkap, namun berhasil melompat ke belakang.

"Phantom String!"

Lagi-lagi Shin lolos.

Tch... susah sekali. Bahkan kalau tidak secepat Kak Dina, dia tetap sulit ditangkap!

Serangan terus berlanjut cepat, membuat penonton sulit mengikutinya.

"PERTARUNGAN SANGAT CEPAT! BAHKAN REISA BISA MENGHILANG?!"

Di tribun, Venus menyipitkan mata, bergumam pelan. "Menghilang... padahal itu skill langka. Hanya 0,2% populasi di dunia yang bisa. Ara~ Reisa-chan semakin menarik."

Slash!

Gamma mengerang pelan. Salah satu bagian tubuhnya yang tak dibungkus benang terkena tebasan.

Shin muncul di belakangnya, menebas lagi—Gamma menghindar tipis.

Kalau begini terus... aku akan kalah. Aku harus gunakan semuanya!

"Thread Phantom!"

Dua benang ilusi—satu asli dan satu palsu—diluncurkan. Shin bergerak ke kanan, masuk ke dalam jebakan asli.

"Thread Bind—sekarang!"

Benang dari tanah menjalar cepat, membelit kedua kaki Shin.

"Thread Guillotine!"

Benang horizontal meluncur cepat, memotong kaki lawan.

"A-apa?! Kau menyebarkan benang sejak awal?!"

"Aku tahu aku tak akan menang hanya dengan kekuatan. Jadi... aku gunakan segalanya."

Shin terjatuh. Darah menggenang.

"Kau kuat... tapi aku punya orang yang jauh lebih kuat darimu. Terima kasih atas simulasinya."

"Sever Line."

Tubuh Shin terpotong bersih menjadi beberapa bagian.

"PEMENANGNYA ADALAH REISA! KURSI MARS SI API RESMI DIDUDUKI OLEH ORANG YANG PANTAS!"

Penonton berteriak penuh antusias.

"REISA! REISA! REISA!"

Gamma keluar dari arena sebagai pemenang. Pertarungan hanya berlangsung dua menit.

Begitu keluar dari arena, Gamma nyaris terhuyung karena kelelahan.

Tiba-tiba, sepasang tangan melingkar dari belakang dan memeluknya erat.

"Kamu hebat sekali, Reisa-chan!" ujar suara lembut yang sudah dikenalnya.

Gamma terkejut. "Kak Venus?!"

Venus menyandarkan dagunya di pundak Gamma, suaranya manja namun dalam. "Tapi... bagaimana bisa kamu menghilang tadi? Bukankah itu kemampuan langka?"

Ini dia... pikir Gamma. Harus cari alasan yang bisa dipercaya...

"Itu... aku belajar dari guruku," jawabnya, tersenyum kaku. "Tapi ada kekurangannya, Kak."

"Kekurangan?"

"Iya. Menghilangnya hanya berlangsung selama lima detik. Meski bisa diulang, setelah lima detik tubuhku akan terlihat kembali."

Venus terdiam sesaat, lalu mengangguk kecil. "Jadi itulah kenapa kamu langsung terlihat lagi setelah menghilang, ya?"

"Benar, Kak."

"Ara~ Tapi tetap saja kamu hebat sekali! Dan selamat datang di Seven Eclipse, Reisa-chan~"

Gamma membungkuk hormat. "Terima kasih... mohon kerjasamanya ke depan."

"Besok akan kukenalkan dengan anggota lainnya. Sekarang, silakan istirahat. Kamu pasti lelah."

"Baik, Kak Venus."

Gamma melangkah pergi... dengan satu beban baru di pundaknya—berhasil menyusup ke dalam sarang para pembunuh paling mematikan di dunia.

Keesokan harinya, Gamma berdiri di depan sebuah pintu besar dari logam hitam yang dijaga dua prajurit berjubah gelap. Di balik pintu itu, markas Seven Eclipse.

Alamatnya benar, kan...?

"Hoo~ Reisa-chan, kau datang juga."

Gamma menoleh. Venus berjalan menghampiri dengan senyum lembut. "Ayo, masuk."

Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan aula megah dengan pilar-pilar tinggi dan lampu kristal menggantung di langit-langit. Di ujung ruangan, berdiri sebuah meja bundar besar dengan tujuh kursi tinggi—enam di antaranya terisi.

Gamma melangkah pelan mengikuti Venus, jantungnya berdegup keras.

"Ini dia," ujar Venus. "Reisa, pemenang Colosseum kita. Rekan baru kita."

Salah satu anggota menyipitkan mata.

"Anak kecil?" gumamnya.

"Tak masalah," sahut yang lain datar. "Selama dia kuat."

Tak seorang pun tersenyum. Aura mereka berat, dingin, menekan.

"S-salam kenal. N-nama saya Reisa," ujar Gamma, menunduk dalam.

Venus tersenyum menenangkan. "Jangan gugup. Mereka memang menyeramkan, tapi tidak akan menggigit... kecuali kau lemah."

Gamma menelan ludah.

"Satu dari kami tidak hadir," lanjut Venus. "Dia sedang mengejar kelompok Exone."

Gamma membelalak. Exone? Mereka sudah mengincar Kak Arya?!

"Kamu sudah dengar tentang Exone, kan? Pembunuh para penguasa?"

Gamma mengangguk kecil. "Iya... hanya rumor dari warga."

"Baiklah. Duduk dulu," ucap Venus, menunjuk kursi kosong. "Akan kukenalkan satu per satu."

Gamma duduk perlahan. Suasana masih berat. Aura tekanan seperti mencekik.

Venus mulai menunjuk satu per satu.

"Yang besar otot-ototan itu—Saturn, si Tanah."

Saturn mendengus sambil menyilangkan tangan di dada.

"Yang tampan dan tenang—Jupiter, si Angin."

Jupiter hanya melirik tanpa ekspresi.

"Yang wanita pemalas yang lagi tidur itu—Mercury, si Racun."

Mercury hanya bergumam tak jelas, tetap tiduran sambil menutupi wajahnya dengan lengan.

"Yang tidak hadir—Neptune, si Es. Dan yang terakhir, pemimpin kita... ajudan raja—Noctis, si Void."

Noctis duduk di kursi tertinggi. Wajahnya dingin dan tak terbaca, aura yang memancar darinya sangat berbeda dari yang lain—seolah kehampaan itu sendiri.

Venus menoleh dan tersenyum manis. "Bagaimana menurutmu, Reisa-chan?"

Gamma mengangguk pelan. "Mereka... kelihatan sangat kuat..."

"Ara~ kamu juga kuat, kok~"

Saturn menggeram. "Sekuat apa sih anak sekecil itu?"

"Dia jauh lebih berguna daripada kamu, yang cuma bisa hancurin tembok!" balas Venus nyengir.

"Hah?!"

Jupiter bertanya tenang, "Kemampuanmu apa?"

"Saya... pakai senjata benang. Dan... bisa menghilang selama lima detik," jawab Gamma.

Jupiter mengangkat alis. "Menghilang? Hmm... kemampuan langka. Bahkan lima detik bisa mematikan kalau digunakan tepat."

Mercury hanya melirik. Masih malas.

Noctis menatap Gamma tajam. "Selamat bergabung, Reisa."

Gamma berdiri dan membungkuk. "Se-senang bertemu kalian semua. Mohon kerjasamanya."

Venus tertawa kecil. "Tidak perlu tegang begitu."

Noctis langsung masuk ke topik. "Kau tahu soal Exone?"

Gamma menggeleng. "Hanya... dari rumor."

"Apa tujuanmu bergabung dengan kami?"

Gamma menatap lurus. "Saya menyukai orang kuat. Saat tiba di ibu kota, saya langsung masuk ke organisasi bawah tanah dan melihat poster Colosseum. Di situlah saya mulai tertarik."

Noctis menatap dalam, lalu mengangguk tipis.

"Kau suka orang kuat?! Kuhahaha!" Saturn berdiri sambil terkekeh. "Nak, mau latih tanding denganku?!"

Gamma tertegun. Bisa sekalian ukur kekuatannya...

"M-mohon bantuannya!"

Venus menoleh. "Ara~ hati-hati, Reisa-chan. Dia itu otak otot!"

"Tenang saja! Latih tanding, tidak akan sampai mati!" ujar Saturn.

Mereka bergerak ke arena latih tanding. Arena luas itu hanya digunakan oleh para anggota elit.

Jupiter bersandar di dinding. "Aku juga penasaran."

Mercury melirik malas. "...Sepertinya seru."

Venus berdiri di tengah arena. "Aku akan jadi juri. Bersiap... MULAI!"

Saturn langsung menerjang dengan kekuatan kasar. Tinju besarnya menghantam lantai, menciptakan lubang besar.

Gamma menghindar dengan gesit. Serius?! Dengan tangan kosong bisa hancurin lantai?!

"Vanish!"

Gamma menghilang sejenak, muncul di belakang Saturn.

"Thread Trap!"

Benang membelit kaki Saturn. Pria besar itu menggeram, tapi tertahan.

"Dari belakang!" seru Gamma.

Saturn menoleh, lalu tertawa keras. "Kuhahaha! Bagus juga, Reisa!"

Venus mengangkat tangan. "Latih tanding selesai! Itu cukup membuktikan kalau Reisa-chan kuat dan berbahaya! Apalagi... dia imut!"

Jupiter mengangguk. "Dia juga cerdas dalam strategi."

Noctis memperhatikan lekat-lekat. "Lumayan... untuk anak seusianya."

Mercury... hanya mendesah. "...Imut dan kuat..."

Saturn memeluk dada. "Kuhahaha! Aku suka kamu, Reisa!"

"Te-terima kasih banyak!"

Venus tersenyum. "Aku pamit dulu ya. Ada urusan lain. Sampai jumpa, Reisa-chan!"

"Sampai jumpa, Kak Venus!"

Semua meninggalkan arena.

Malam itu, Gamma berdiri di kamarnya, menatap sekeliling dengan waspada.

"Vanish."

Tubuhnya menghilang. Ia mencari dengan cepat ke seluruh penjuru kamar—tak ada penyadap.

"Aman," bisiknya.

Ia menghubungi Arya dan Dina.

"Halo, Kak Arya, Kak Dina."

"Gamma? Apa kamu baik-baik saja?!"

"Iya, aku baik. Dan aku... berhasil masuk ke Seven Eclipse."

"Hah! Kamu hebat, Gamma!" seru Arya. "Aku bangga padamu."

"Banget!" tambah Dina.

Gamma tersenyum. "Hehe... Terima kasih. Lalu soal informasi hari ini..."

Gamma menjelaskan semua tentang markas Seven Eclipse, anggota-anggotanya, dan sifat mereka.

"Neptune sudah mengejar kita, ya..." gumam Arya. "Tapi mereka tidak kasih tahu sampai mana pergerakannya?"

"Tidak. Hanya disebutkan sedang mengejar."

"Bagaimana kesanmu setelah latih tanding dengan Saturn?"

"Meski dia elemen tanah, saat bertarung dia cuma pakai kekuatan fisik. Otak otot, Kak."

"Kalau cuma otot sih gampang," ujar Arya. "Yang merepotkan itu yang lain."

"Kalian baik-baik saja di sana?" tanya Gamma khawatir.

"Jangan khawatirkan kami," balas Arya. "Kondisimu justru paling berbahaya sekarang."

"Benar tuh!" timpal Dina. "Jangan gegabah! Kalau mereka mulai curiga, langsung teleportasi, oke?!"

"Baik, Kak! Sampai nanti!"

"Jaga dirimu baik-baik ya, Gamma!"

Penyusupan pertama Gamma telah berhasil. Tapi... apakah langkah-langkah berikutnya akan semulus ini?

Terpopuler

Comments

Ani

Ani

Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!

2025-07-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!