Penawaran Tergila

Maira mengenakan kembali pakaiannya, ia telah selesai melakukan tugasnya. Menari hampir telanjang!

"Maira, duduklah di sini. Ada yang ingin aku bicarakan padamu."

Maira menatap Debora, ia tidak ingin lagi berurusan dengan wanita ini. Ia kesal karena Debora tidak mengantarkannya pulang. Ia malah membawanya kembali ke rumah yang penuh dengan perempuan cantik itu.

"Aku ingin pulang, Nyonya!" seru Maira. Debora menatapnya tak suka.

"Panggil aku Mami. Sudah aku katakan padamu," tegur Debora. Maira memalingkan muka.

"Tidak! Aku lebih suka memanggilmu Nyonya karena aku bukan seperti mereka." Maira mendengus kesal. Ia baru sadar rumah ini adalah rumah bordil kelas atas.

"Mereka siapa maksudmu? Oh, para wanita cantik itu?" Debora menyunggingkan senyum.

"Nyonya, sudahlah. Biarkan aku pergi," ujar Maira lelah.

"Tidak, Maira, kau betul ingin merebut kembali bukan harta keluargamu yang telah dirampas oleh bibi dan pamanmu yang jahat itu?"

Maira menatap Debora. Ada bulir airmata, ia nampak sakit hati setiap kali teringat hal itu. Maira mengangguk pelan.

"Sekaranglah saatnya, Maira. Kau tidak harus menikah dengan tuan Bara, tapi apa kau tahu apa yang akan kau dapatkan?"

Maira menggeleng.

"Semua kemewahan, dan kau bisa mewujudkan keinginanmu untuk membalas dendam pada mereka yang telah menyakitimu kemarin."

Maira merasa kepalanya pening mendengar penuturan Debora. Ia bimbang.

"Aku tidak melihat wajah Pria itu tadi," kata Maira lirih.

"Kau akan suka padanya. Ia sangat tampan, ia dewasa. Kau tahu, kau sangat beruntung. Dari sekian banyak perempuan, ia memilihmu." Debora berdiri, lalu membisikkan kata-kata lain yang lebih membuatnya tercengang.

"Aku..."

"Kau bisa memintanya melenyapkan mereka yang telah menyakitimu, Maira," desis Debora tepat di samping telinganya. Maira menoleh. Tidak! tentu saja ia tidak akan mau membunuh mereka. Ia hanya ingin merebut kembali harta keluarganya yang telah dirampas paksa. Juga ia ingin mengungkap kematian nenek yang janggal.

"Apa tuan Bara benar menginginkan aku?" tanya Maira ragu.

"Dia sangat menginginkanmu," tukas Debora mantap.

"Apa aku bisa meminta waktu?"

"Dua hari. Aku akan menunggumu disini."

"Baiklah, biarkan aku berpikir. Sekarang, biarkan aku pergi," ujar Maira akhirnya. Debora tertawa puas. Ia yakin Maira akan menerima tawarannya.

"Antar dia pulang!" perintah Debora pada satu penjaga yang segera mengangguk patuh.

Di dalam mobil dalam perjalanan, Maira tampak berfikir keras. Ia ragu tapi merasa inilah kesempatannya untuk membalas mereka yang telah jahat kepadanya.

Maira sampai di pinggir jalan, ia mulai menyusuri gang menuju kostan. Di depan pintu kost telah menunggu mbak Siska yang menyambutnya khawatir.

"Mai, aku benar-benar khawatir padamu. Apa yang terjadi Mai?" tanya Siska cepat.

"Tidak ada, Mbak. Oh iya, Mbak sudah makan?" tanya Maira. Siska menggeleng.

"Ayo kita makan di depan sana. Aku akan mentraktir Mbak Sis." Maira sumringah sekali saat mengatakan itu.

"Ayo, Mai, sekalian ceritakan apa yang terjadi padamu tadi ya."

Maira mengangguk, ia segera mengajak Siska untuk pergi ke seberang jalan, menuju rumah makan.

Saat keduanya telah sampai, mereka segera memesan makanan. Pelayan mengantar makanan mereka beberapa menit kemudian.

"Mbak, aku akan berhenti besok," ujar Maira lirih. Siska menghentikan makannya, ia menatap Maira dalam.

"Mai, mengapa?" tanya Siska sedih.

"Mbak, aku akan menceritakan kepada Mbak Siska lain waktu. Saat aku telah siap. Sekarang, aku benar-benar harus berhenti bekerja."

"Kau mendapat pekerjaan lain?" tanya Siska penuh selidik.

"Iya, Mbak. "

"Baiklah, Mai, aku tidak bisa melarangmu. Aku hanya bisa mendoakan segala yang terbaik bagimu. Kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri." Siska meraih jemari Maira lembut, lalu menggenggamnya. Maira menatapnya berkaca-kaca. Siska telah sangat baik padanya.

"Suatu saat aku akan membalas semua kebaikan Mbak Sis," ujar Maira sambil menyeka airmatanya.

"Sudah, Mai, ayo makan." Siska juga menyeka airmatanya yang sudah turun sejak tadi.

Malam ini Maira telah menetapkan hati. Ia akan menerima tawaran Debora. Menjadi simpanan lelaki kaya yang bahkan ia tak tahu bagaimana rupanya.

Maira ingin merebut kembali semua hal yang telah dirampas keluarga jahat itu dari hidupnya melalui lelaki bernama Bara.

Menjadi partner tidur, kehilangan keperawanan. Maira membatin pilu.

***

Keesokan harinya Maira benar - benar melangkahkan kaki menuju rumah bordil Debora. Para wanita cantik terdengar berbisik.

"Eh, itu yang bakal di ambil tuan Bara." Salah satu dari mereka berbisik. Maira menunduk, tidak enak rasanya dibicarakan seperti itu.

"Dia beruntung sekali. Tuan Bara bahkan tidak pernah menggubrisku ketika aku diminta menemaninya minum." Yang satunya berbisik sedih.

"Berapa usia gadis itu ya? Tampak muda sekali."

"Delapan belas tahun, kasihan kecil-kecil sudah melacur." Yang satu berbisik kejam.

"Kau lupa diri, kau juga menjual tubuhmu saat usiamu bahkan belum menginjak tujuh belas tahun!" hardik yang lainnya. Ia tersenyum malu.

"Ah iya, aku lupa." Mereka terdengar tertawa. Menertawakan hidup mereka yang sama mengenaskan.

Maira melajukan langkah menuju ruangan Debora. Ia tidak mau memperdulikan para perempuan itu. Ia memiliki urusan yang jauh lebih penting ketimbang mendengar gosip.

"Nyonya." Maira memanggil Debora yang sedang duduk di kursi dengan santai. Posisinya membelakangi Maira.

"Aku sudah yakin kau akan datang." Debora memutar kursinya menghadap Maira.

"Aku menerima tawaran kemarin," ucapnya dengan tenggorokan tercekat.

"Kau sudah yakin?" tanya Debora memancing.

"Ya." Maira mengangguk mantap.

"Persiapkan dirimu malam nanti. Tinggallah di sini malam ini. Aku akan mengurus semua keperluanmu untuk mempersiapkan diri," kata Debora dengan semangat.

"Apa aku sebaiknya pulang saja dulu?"

"Tidak. Kau harus tetap disini dan aku akan membawakanmu ahli rias terkenal nanti."

Maira tidak bisa membantah lagi. Ia sendiri yang telah datang dan menyerahkan diri pada wanita ini. Tidak ada alasan untuk mundur lagi.

"Danu!" panggil Debora kepada seseorang yang segera masuk ke dalam ruangan.

"Perintah, Nyonya?"

"Antarkan nona istimewa ini ke kamarnya!"  perintahnya pada penjaga bernama Danu itu.

Maira berjalan mengikuti penjaga menuju sebuah kamar. Saat pintu kamar dibuka, aroma wangi menyeruak menusuk indera penciumannya.

"Silahkan beristirahat, Nona. Nanti akan ada perias datang ke kamar ini, juga pelayan yang akan mengantarkan Anda makanan." Penjaga itu menutup pintu.

Maira terduduk lemas di pinggiran ranjang. Ia sudah mantap menerima tawaran gila yang sama sekali belum pernah terbayangkan olehnya dulu.

Mama, Papa, aku berjanji akan merebut kembali semua milik kita dari mereka! Tekat Maira di dalam hati. Ia berbaring, berusaha memejamkan mata sebelum memulai malam panjang bersama pria yang akan membelinya nanti malam. Terpaksa, tapi tetap harus dijalaninya. Tekad Maira juga telah bulat. Ia akan membalas dendamnya melalui lelaki yang akan membayar tubuh perawannya.

Terpopuler

Comments

ren_iren

ren_iren

mak diriku menantikan banyolan mu mak, kangen ngakak pas baca ceritamu yg koplak... 🤗

2025-07-26

1

lyani

lyani

sdh pernah baca tp ttp baca lagi

2025-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!