Tok Tok Tok

Suara adzan subuh mengalun pelan dari toa masjid yang terletak beberapa blok dari kosan. Di dalam kamar sempit yang masih diselimuti hawa dingin sisa malam, Demian perlahan membuka mata. Ia bangun, mengusap wajah, dan duduk menenangkan jantung yang semalam hampir copot gara-gara ketukan misterius.

Tanpa pikir panjang, Demian langsung mengambil air wudhu dan menunaikan salat subuh. Sementara itu, Alsid masih tergulung dalam selimut seperti sushi malas.

Setelah salam terakhir dan doa singkat, Demian akhirnya merasa lebih tenang. Ketegangan yang menyelimuti kamar semalam mulai memudar. Tak lama setelah itu, tubuhnya pun terhempas kembali ke kasur tipis. Kedua pemuda itu akhirnya bisa tidur dengan damai... meski hanya sebentar.

Karena pada pukul tujuh tepat, ketukan itu kembali terdengar.

Tok! Tok! Tok!

Demian terlonjak. Matanya langsung terbuka dan menatap tajam ke arah jendela. Ia menahan napas. Tapi kali ini, suara ketukan terdengar lebih keras.

TOK! TOK! TOK!

"Demian! Alsid! Bangun woy, udah jam tujuh lebih! Alsid, lu kaga sekolah apa?! Ntar kesiangan!!"

Suara perempuan dari luar jendela menyusul ketukan. Suara yang... manusiawi. Dan cukup galak.

Demian menyesap napas lega. "Nehara..."

Ia bangkit dari kasur, lalu mendekat ke jendela dan membuka tirai. Di luar, terlihat wajah Nehara—masih dengan ekspresi datarnya, namun mata sipitnya menyorotkan tanda bahwa dia benar-benar tidak main-main.

"Gue kira ada yang mati di dalam sini. Nggak ada suara kehidupan sama sekali," keluh Nehara. "Kalian berdua pingsan atau gimana sih?? Semalam juga pada berisik banget teriak-teriak!! Nyokap gue sampai nyusulin kesini dan gedor jendela kamar, tapi kalian gak jawab!!"

"Gue belum ngasih tau nyokap kalau ada irang baru, entar lu dimintain duit tambahan, Sid. Jadi paling nggak kalian berdua gak usah berisik!!" Lanjutnya.

Demian membuka jendela kamar, mempertemukan dirinya dengan Nehara tanpa ada pembatas apapun.

"Jadi yang semalam ngetuk pintu rumah itu ibumu?" Tanya Demian dengan sedikit lega, tandanya ketakutan mereka sebenarnya hanya sia-sia, karena itu adalah perbuatan manusia. 

"Iya lah! Nyokap kan ibu kos, jadi kalau ada yang aneh-aneh dia susulin lah. Mana dia mikir si Alsid kan tinggal sendirian, jadi takut juga denger dia teriak-teriak sendirian. Takut ada maling, atau gimana. Ketimbang klarifikasi di depan jendela, mending lu bangunin si kebo pasar!! Udah siang!!" Tambah Nehara.

Demian mengangguk singkat, lalu berbalik untuk membangunkan Alsid yang masih bermimpi entah apa. Ia menepuk pundaknya. "Sid. Bangun. Nehara dateng."

"Hmm... lima menit lagi..." gumam Alsid, menggeliat.

"Lima menit? Ini udah siang banget!!" Balasnya, namun Alsid hanya mengorek telinga seolah tak mendengar suara apapun.

"Kayaknya dia gak bisa dibangunin dengan cara baik. Harus pakai cara lain." Demian menyeringai licik. Ia lalu mundur dua langkah, mengambil ancang-ancang, dan—

"WADUH!!"

Tendangan maut khas Demian mendarat telak di bokong Alsid, membuat tubuh lelaki itu terguling dari kasur.

"GILA LU! TULANG EKOR GUE!!" pekik Alsid sambil meringis dan mengusap pantatnya.

"Bangun. Udah siang. Nehara nungguin di luar, katanya sekolah mulai bentar lagi," kata Demian kalem, seolah tak pernah melakukan apa-apa. 

Sambil bangun, Alsid tak melepaskan pandangannya dari Demian. Ia masih sibuk mengusap bokongnya dan bergegas ke kamar mandi.

Dengan nyawa yang masih tercerai-berai, Alsid bersiap pergi ke sekolah. Ia sempat menatap boneka yang semalam mereka tinggalkan di dapur dengan pandangan waspada, tapi tak berkata apa-apa. Hanya memutar mata dan berlalu. Paham kalau tak terjadi hal aneh lagi pada boneka itu, dan boneka itu masih dalam posisinya.

Demian mengikuti Alsid di ruang tamu, menatap Alsid yang sedang memasang sepatu sekolahnya dengan baju seadanya. Wajah Alsid terlihat lelah dan mengantuk.

Demian mengerut ketika melihat sesuatu yang janggal. "Heh!! Emang kamu mau pakai sepatu sekolah yang beda sebelah?" 

Perkataannya membuat Alsid mengerutkan dahi. "Ngomong apaan sih, oon! Tidur lu ya? Gak liat sepatu gue ini sama apa beda?" Keluhnya, lalu melihat ke arah sepatu yang telah ia kenakan. "LAH BUSET!! BEDA SEBELAH!!" pekiknya setengah melompat dari duduknya.

Demian hanya menggelengkan kepala. "Kayaknya elu gak bisa jalan sendirian deh."

Tak enak hati, Demian akhirnya ikut menemani.

Sekolah Alsid terletak di kawasan elit. Bangunannya megah seperti universitas, dan yang membuat Demian terkesiap adalah... murid-muridnya tidak memakai seragam. Mereka bebas memakai baju apapun, asal sopan. Ada yang pakai hoodie, ada yang pakai dress, bahkan ada yang berpenampilan seperti hendak pergi ke konser.

"Gue kira lo bohong soal ini," gumam Demian. Ia sempat meragukan perihal sepatu terbalik dan tidak mengenakan seragam pada Alsid, ternyata semua orang memang memakai baju bebas pantas, tapi tidak dengan sepatu berbeda juga. Itu terlalu nyentrik.

Alsid nyengir. "Di sini sistemnya kayak kuliah. Kita milih kelas dan guru. Nggak ada satu kelas tetap kayak di SMA biasa. Jadi bebas."

"Terus... kamu bisa nyelundupin akubmasuk ke kelasmu?"

"Bisa banget. Bahkan kalau lo duduk diem dan angguk-angguk, bisa lulus juga kali."

Demian tertawa kecil. Suatu hal yang langka. Ia mengikuti Alsid ke ruang kelas dan duduk di salah satu kursi kosong. Tak ada yang curiga. Guru yang datang pun tampak santai, lebih seperti dosen ketimbang guru sekolah.

Selama pelajaran berlangsung, Demian menikmati suasananya. Ia menyimak, mencatat, dan bahkan bertanya saat diminta. Ia merasa... seperti kembali punya harapan.

Setelah kelas berakhir, Demian tersenyum dan menepuk bahu Alsid. "Thanks ya. Seru juga belajar."

Alsid mengangguk, tampak puas. "Siap, partner. Tapi kayaknya belajar gak seasik itu sebenernya."

Demian mendengkus. "Yang asik menurutmu kan main sex doll sendirian malam-malam." Sarkasnya.

"Hah? Oon!!" Balas Alsid sambil memecah tawa.

Demian duduk di sebelah Alsid ketika lelaki itu mengendarai mobilnya. "Sudah lari dari rumah pun masih di berikan mobil begini? Dan uang sekolahmu masih di bayarkan??" Alsid mengangguk mendengarnya.

"Bearti itu nggak sepenuhnya diusir, kamu masih disayang papamu."

Wajah Alsid tampak tak senang kala mendengarnya, meskipun ia juga tahu kalau itu semua benar.

Sesampainya di kosan, suasana berubah lagi.

Alsid langsung menuju ke dapur. Demian mengikutinya, dan melihat Alsid membawa satu kotak make-up yang entah darimana asalnya.

"Lu beli itu?" tanya Demian curiga.

"Iya. Diskon. Gue pengen dandanin si boneka. Biar lebih... nyata."

Demian menyilangkan tangan. "Lu yakin... lu gak kerasukan?" Ternyata Alsid benar dengan perkataannya, kalau ternyata Alsid serius dengan konten make upnya.

Alsid tak menjawab. Ia mulai memoles wajah boneka itu dengan serius. Memakai bedak, blush-on, bahkan menggambar alis. Semua dilakukan dengan ekspresi sangat fokus.

Demian tak berkomentar awalnya, karena wajah Alsid benar-benar serius tanpa adanya sisi candaan. Tapi setelah pandangannya ia alihkan ke mahakarya Alsid, Demian langsung memecah tawa, dan tentu saja itu membuat Alsid menatapnya dengan tersinggung.

"APAAN?!" sergahnya, kesal.

Alis ulat bulu seperti dispidol, pipi seperti ditabok satu kabupaten, bibir seperti di sengat tawon, dan muka seperti memakai topeng tembok.

Demian mengangkat alis. "Lo kayak lagi makeup-in topeng monyet."

"Ini seni, bro," jawab Alsid singkat.

Tapi di balik itu semua, raut wajah Alsid tampak galau. Saat make-up selesai dan boneka itu tak tampak seperti aktris drama Korea lagi, Alsid duduk di kursi dan termenung.

"Dem... menurut lo, gue ini aneh nggak sih?"

Demian menoleh. "Aneh? Lo bahkan gak masuk kategori manusia biasa."

Alsid menghela napas. "Gue pengen kerja. Tapi gak punya modal. Dan gak mau kerja kantoran. Pusing."

"Terus?" Demian duduk di sebelahnya.

"Gue pengen cari cuan yang gak ribet, gak ngeluarin duit banyak. Tapi... nggak tau harus ngapain."

Demian ikut berpikir, karena ia juga merasa menumpang di kosan Alsid. "Mau ngamen? Tanpa modal, pake suara aja."

"OGAH!! Entar ketahuan bokap, mati gue!!" Tolaknya.

"Lah terus? Udah gak punya modal dan bakat, pilih-pilih kerjaan pula." Protes Demian.

Tok tok tok...

Suara ketuka lagi-lagi membuat mereka berdua terperanjat dan saling toleh.

"Itu orang atau hantu?" Gumam Alsid dengan wajah menegang.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Nana Colen

Nana Colen

lama lama jd besty ya mereka... masih nyimak thor belum jelas Jalan ceritanya 🤔🤔🤔

2025-07-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!