NovelToon NovelToon

AFTER MARRIAGE

1_Di Paksa

Tangannya terus menggusar wajahnya yang sudah mulai frustasi. Di setiap detik waktu yang berjalan, seakan akan menjadi ancaman untuknya. Dia berharap esok dan lusa masih bisa menghirup udara segar dan merasakan hangatnya sinar mentari di pagi hari.

Degup jantungnya tak beraturan. Napasnya terasa tercekik seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Mengesah panjang, berharap dia akan sedikit lebih lega namun kecemasan dan kepanikan semakin menyelimuti hatinya.

" Shit! Sudah ku katakan kita tidak bisa melakukannya seperti ini!" Nada suaranya sedikit meninggi, wajahnya kembali berpaling merasa muak dengan situasi seperti saat ini.

" Sampai kapan huh? Sampai kapan kita akan menundanya? Ingat ini permintaan terakhirnya dan kita harus mewujudkannya." Jawaban yang tak kalah sengit membuat pria tadi kembali mengesah lelah.

" Okey. Aku tau ini permintaan terakhirnya, tapi nggak gini caranya."

" Terus bagaimana?" Sahut pria berkemeja biru muda.

" Kita bisa memintanya dengan cara baik-baik." Balas pria berkemeja maroon.

" Kau pikir dia akan menyetujuinya? Kurasa tidak!" Ucapan Zain memang benar, mana mau gadis itu setuju untuk menikah dengan orang yang tidak dikenalnya. Tapi cara yang mereka lakukan saat inipun salah. Salah besar.

" Tapi kita tidak perlu menculiknya," ucapnya penuh penyesalan.

" Damian,"  Pria itu menoleh menatap pada Zain yang tengah menatapnya juga " Kita bukan menculiknya, tapi membawanya pulang."

" Terserah. Aku akan pergi ke kamarnya untuk memastikan apakah dia sudah bangun atau belum." Damian atau lebih sering disapa Mian, pria itu memutuskan untuk bangkit lalu melangkah pergi dari ruangan itu. Zain menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa, mengesah pelan dengan kepala yang menatap lurus ke langit-langit ruangan itu " Maafkan kami Azka, cara kami memang salah. Tapi hanya ini jalan satu satunya untuk mewujudkan keinginan terakhirmu."

Zain bangkit untuk menyusul Mian, tapi langkahnya terhenti saat seseorang memanggil namanya " Ada apa?"

" Nona mengamuk, Tuan diminta untuk segera kesana oleh Tuan Mian." Tanpa basa basi Zain segera berlari menuju kamar gadis itu yang terdapat dilantai dua.

" NGGAK. NGGAK MAU. POKOKNYA AYA NGGAK MAU!" Teriakan histeris langsung menusuk gendang telinga Zain. Dengan cepat dia membuka pintu kamar itu lalu masuk ikut bergabung dengan Mian yang berusaha menenangkan Aya.

" Ay," gadis itu menoleh cepat. Hiasannya mulai luntur karena air matanya. Bola matanya yang indah menjadi bendungan, menampung cairan bening seperti kristal.

" Kalian jahat." Kalimat itulah yang mampu dia lontarkan. Bagaimana bisa mereka berbuat sejauh ini? Membawanya ke tanah kelahirannya. Bahkan dengan kabar bahwa mereka akan menikahkan dirinya dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.

" Maafkan ka Mian, ini semua demi kebaikanmu."

" Kebaikanku?" Aya menyeka air matanya, hidungnya memerah dan berair " Justru ini penjara untukku. Aku tidak mau menikah!"

" Tapi Azka yang memintanya!" Ucap Zain memberitahu " Kakakmu yang menginginkan semua ini terjadi Aya!"

" Kak Azka?" Tanya Aya tak percaya " Dimana dia huh? Hiks. Dimana dia? Hiks. Sudah sebulan dia tidak menghubungiku bahkan tidak membalas pesanku, tapi sekarang dia ingin menikahkan ku. Hiks dengan pria asing? Apa dia sudah gila?"

"Sssttt. Tenangkan dirimu Ay," Mian membawa Aya kedalam pelukannya. Hatinya terluka saat melihat cairan bening itu jatuh dari sudut mata Aya. Baginya Aya sudah seperti adiknya sendiri.

" Dimana pria brengsek itu. Hiks. Dimana dia?" Aya terus berontak, air matanya masih jatuh membasahi pipinya.

Zain ikut terpukul. Apa dia mampu? Apa Mian juga mampu? Mampu untuk memberitahu Aya bahwa Azka sudah tiada. Pria itu sudah menghembuskan napas terakhirnya sebulan yang lalu.

" Dengarkan kakak, tenangkan dirimu, Ay!" Zian mengusap surai hitam milik Aya lalu ikut duduk bergabung dengan Mian dan Aya.

Mata Mian dan Zain saling beradu, seolah-olah tengah berkomunikasi mengenai tentang memberitahu kebenaran tentang kakaknya Azka yang sudah tiada. Awalnya mereka ingin memberitahu Aya, namun Azka berpesan untuk tidak memberitahu tentang kematiannya pada adiknya itu. Dengan alasan karena adiknya tengah sibuk kuliah dan tidak ingin membuatnya sedih.

Namun pada akhirnya mereka tak lagi mampu untuk menutupi kebenaran itu. Terlalu menyiksa bagi mereka untuk terus menutupinya. Wajah lucu dan mengemaskan Aya, adik dari sahabat mereka Azka terlalu polos untuk di bodohi.

Azka dan Aya adik kakak yang tinggal terpisah. Aya hidup di NewYork karena sedang menempuh pendidikannya. Sedangkan Azka ditanah Air mengurus pekerjaannya dengan Zain dan Mian.

Hari itu tiba. Hari yang merenggut sosok kakak dari adiknya. Sebelum menutup mata, Azka meminta pada mereka untuk tidak memberitahukan kabar dirinya jika sudah tiada nanti. Dan satu lagi Azka menginginkan Aya menikah dengan laki-laki yang sudah mereka anggap seperti keluarga sendiri. Seorang CEO muda yang umurnya tidak jauh berbeda dengan sang kakak.

" Ay, Azka sudah tidak ada. Dia sudah tenang bersama orang tua kalian."

JLEB

Rongga dada Aya menyempit secara tiba-tiba. Nafasnya tercekat dengan paru-paru yang kembang kempis. Kepalanya menggeleng pelan, bendungan itu kembali tumpah membuat jalur di pipinya " B-bohong. Hiks. Kalian b-bohongin Aya kan?"

" Hiks. Dimana kak Azka, dimana dia?" Aya menangkup wajahnya dengan kedua tangan, tangisannya terdengar samar karena bekapan dari tangannya " Kalian Bohong. Hiks. Kak Azka masih hidup dia pasti baik-baik aja!"

" Kak, kak Azka!" Panggil Raya histeris " Kamu dimana kak, tolong cepat keluar. Hiks!" Mian kembali merangkuh tubuh rapuh itu. Melihat Aya menangis seperti itu membuatnya merasa bersalah pada Azka sahabatnya.

"  Aya akan menikah dengan pria pilihan kakak. Tapi tolong. Hiks. Tolong tunjukkan diri kakak. Hiks."

" KA AZKA!!" Aya meraung berusaha melepaskan kungkungan dari Mian. Namun tenaganya tak sebanding dengan pria itu sehingga dia hanya bisa pasrah dalam pelukannya.

" Aya harap ini cuma mimpi buruk. Aya ingin bangun dari mimpi ini. Hiks. Tolong, siapapun bangunkan Aya dari mimpi buruk ini. Hiks." Zain mengambil alih tangan Aya lalu menggenggamnya erat. Sorot matanya tersirat akan sebuah kecemasan dan penyesalan.

" Maafin kami Ay, kami menutupi semuanya darimu," ucapnya penuh penyesalan.

" Kalian memang tidak punya hati. Hiks" Aya menarik tangannya kasar sorot matanya berubah menjadi benci. Dia menghapus air matanya kasar lalu menatap bergantian pada kedua pria itu " Aku sudah menganggap kalian seperti kakak ku sendiri. Hiks. Tapi apa yang kalian lakukan huh? Apa kalian bahagia melihatku menderita seperti ini? Hiks. Bahkan kalian tidak memberikan ku kesempatan untuk melihat kak Azka untuk yang terakhir kalinya. Hiks. Kalian jahat. Aku benci kalian!"

" AYA!" Pekik Zain dan Mian. Keduanya terlihat waspada saat Aya memecahkan vase bunga lalu mengarahkan pecahan itu pada lengannya sendiri.

" Jangan bodoh Ay. Azka akan sedih jika melihatmu seperti ini." Ucap Mian berusaha membujuk.

" Tapi aku lebih terluka saat ini. Hiks. Dia meninggalkanku sendiri, di dunia yang kejam ini. Untuk apa aku tetap disini huh? Lebih baik aku menyusulnya."

" TIDAK!" Cegah keduanya " Kamu masih memiliki kita Ay, kamu adalah adik kami!" Hati Aya mulai goyah, dia kembali menangis mengingat kenangan bersama mereka. Zain dan Mian kedua pria yang selalu ikut Azka saat mengunjunginya. Mereka menyayanginya dengan tulus sama halnya dengan kasih sayang yang diberikan oleh Azka padanya.

Aya terperosok. Jatuh diatas lantai, kedua tangannya kembali menangkup wajahnya tak kuat menghadapi kenyataan yang sangat menyakitkan untuknya.

Kepalanya mendongak saat seseorang mencengkram dagunya. Aya membuka matanya dan melihat seorang pria asing tepat berada di depannya " Jangan mengulur waktu. Cepat bersiap siap karena aku tak suka dengan kata menunggu!"

" Siapa kamu?"

" Calon suamimu!" Ucapnya datar namun terdengar mengintimidasi.

" Aku tidak mau menikah denganmu!"

" Ck. Akupun. Tapi ini permintaan terakhir kakak mu. Maka dari itu cepat bersiap dan jangan memperlakukanku dengan penampilan buruk mu ini!"

Sungguh. Apa ini serius? Kakaknya menginginkan Aya menikah dengan pria seperti ini? " Lepaskan aku. Maka kau akan bebas dari permintaan kakakku!" Pria itu semakin kuat mencengkram pipi Aya, membuat Mian dan Zain memisahkan keduanya.

" Jika bukan karena kakak mu dan janjiku padanya, aku pun tak sudi menikah dengan gadis cengeng sepertimu. Jika kau berusaha kabur," Pria itu melirik tajam pada Aya lalu tersenyum sinis padanya " Sampai ujung dunia pun aku akan mengejar mu Kanaya!" Mian segera menghadang tubuh Aya saat gadis itu ingin menerjang pria yang mengaku calon suaminya. Setelah pria itu benar benar pergi, Aya kembali menangis menumpahkan rasa sesaknya melalui air mata.

" Aya tidak mau menikah dengannya. Hiks. Tolong lakukan sesuatu," pintanya Putus asa.

" Maaf kami tidak bisa berbuat apa apa!" Tangisan Aya semakin menjadi. Entah seberapa banyak stok air mata yang dimilikinya, cairan bening itu terus keluar dari sudut matanya. Sungguh miris. Kenapa harus dia? Dia tidak pernah membayangkan jika kisah sepahit ini akan menerjang hidupnya.

2_Status Baru

Menangis? Untuk apa? Air matanya tidak akan membalikkan keadaan. Percuma dia membuang air matanya dan tenaganya hanya untuk menangisi pernikahan yang tak diinginkannya ini. Air matanya sangatlah berharga dibandingkan dengan apapun bagi Aya.

Dalam hitungan jam kini statusnya sudah berubah. Yang awalnya gadis akan segera menjadi seorang wanita. Yang tadinya bebas mengepakkan sayapnya kini mulai terkurung didalam sangkar emas.

Mengesah panjang, itulah yang Aya lakukan. Didalam benaknya tidak pernah melintas keinginan untuk menikah di usia muda. Ayolah, umurnya baru 22 tahun dan perjalanannya masih panjang. Tapi karena wasiat sialan kakaknya itu kini dia terkurung di dalam sebuah mansion milik pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya.

Kakak. Aya tidak ingin menangisi kepergian kakaknya saat ini. Hatinya masih dongkol dengan ulah kedua sahabat kakaknya yang menyeretnya kedalam situasi seperti ini.

Bastrad. Umpatan dan makian itu terus saja terlontar dari mulut manisnya. Matanya yang bulat namun kecil terlihat tajam dan menghunus. Raya bukan tipikal perempuan yang lemah lembut atau penakut dan penurut. Dia terlihat lebih ceria, manis, ketus, bermulut pedas dan lebih dominan pada pembangkang.

Berbeda halnya saat bersama kakaknya Azka, gadis itu akan bersikap manis dan manja pada satu satunya keluarga yang dia miliki di dunia ini. Ya ya ya. Aya dan Azka adalah adik kakak yang hidup tanpa kedua orang tua. Mereka sudah menjadi yatim piatu diusia mereka yang baru 5 tahun dan 13 tahun.

Meskipun mereka tidak memiliki siapa-siapa lagi, Azka mengurus Aya dengan baik, bahkan dia pun mampu untuk mencukupi semua kebutuhan adiknya itu. Aya segalanya untuk Azka. Walaupun tidak ada kasih sayang dari orang tua, Azka selalu menyayangi Aya segenap jiwa dan raganya sehingga gadis itu hidup dan tumbuh dengan cinta dan kasih sayang.

Aya sangat lelah karena berjam jam menangis, lalu menerima tamu di acara resepsi pernikahannya itu. Kini matanya mulai terasa berat dan meminta untuk di istirahatkan. Satu persatu Aya membuka riasan yang terpasang di kepalanya, tangannya bergerak meraba setiap benda yang menancap dan menusuk kulit kepalanya.

Pintu terbuka dari luar memperlihatkan sosok pria jangkung dengan bahu yang kokoh. Aya sempat melihatnya dari pantulan cermin namun dia bersikap biasa saja dan mengabaikannya.

Kyaaaa

Aya terkejut saat melihat pantulan suaminya itu sudah berada tepat dibelakangnya. Tubuhnya nyaris terjungkal karena terkejut jika saja suaminya itu tidak menahan bahunya " Apa kau keturunan iblis?" Tanya Aya  dongkol " Kenapa kau tiba-tiba muncul di belakangku?"

" Berjam jam di dalam kamar. Ku kira kau sudah membersihkan diri. Tapi ternyata kerjaan mu hanya melamun. Apa tidak ada kegiatan lain huh?" Aya bangun dari duduknya lalu memutar tumitnya untuk berhadapan dengan suaminya itu.

" Jangan pernah menjawab pertanyaanku dengan dengan pertanyaan lagi!" Tukas Raya " Kalau tidak,"

" Kalau tidak apa huem?" Potong suaminya cepat. Mata Aya kicep saat pria itu mendekatkan wajahnya dengan kepala yang sedikit menunduk karena postur tubuhnya yang lebih tinggi dari Aya. Begitupun dengan Aya, dia harus mengangkat kepalanya saat berhadapan dengan suaminya itu.

" Aisss. Jangan dekat-dekat denganku!" Aya mendorong dada bidang itu, kepalanya menunduk dengan napas yang tiba-tiba semakin cepat " Untuk apa kau kemari?"

" Ini kamarku jadi aku berhak masuk dan datang kapan saja ke kamar ini," Jawabnya cepat.

Aya memutar bola matanya jengah lalu melipat tangannya di depan dada " Lalu dimana kamarku?" Tanya Aya.

" Kamarmu?" Aya mengangguk " Tentu saja disini!"

"What? Kamu bohongkan? Sudah jangan bercanda, tunjukkan kamarku dimana?"

" Apa aku terlihat sedang bercanda?" Pria itu menarik bahu Aya sehingga tubuh mungilnya terbentur oleh dada bidangnya. Matanya menajam dengan hitungan detik, membuat Aya tidak bisa berkutik di bawah kungkungannya " Mandilah, semua orang sedang menunggu kita!" Sedikit dorongan saat melepaskan bahu Aya membuat gadis itu terhuyung dan mundur beberapa langkah dari posisinya. 

Aya tak lagi menjawab. Dia belum bisa melawan pria itu karena belum mengenal dengan baik pria seperti apa yang menjadi suaminya ini. Aya kembali membuka sisa riasan dikepala, sampai pada akhirnya Aya sedikit kewalahan saat ingin membuka resleting kebayanya.

" Ehemm!" Aya berusaha menetralkan kegugupannya. Kakinya melangkah pelan mendekati suaminya yang tengah duduk di sofa dengan buku ditangannya. Aya berdiri tepat di depannya lalu menusuk nusuk bahu suaminya dengan jari telunjuknya.

Aya hanya bisa menautkan antar jemarinya saat suaminya itu menoleh kearahnya " Kenapa?" Semakin gugup. Ternyata tatapan suaminya itu sangat tajam dan menghunus " Em... anu. Itu... apa,"

" Kenapa?" Tanyanya lagi dengan menutup buku yang sedang dibacanya. Shit. Sejak kapan nyali seorang Aya menjadi ciut seperti ini? Rasanya ini bukan dirinya.

" S...susah buka res...letingnya." Cicitnya malu-malu kucing. Kepala Aya langsung menunduk sengaja membiarkan rambutnya tergerai dan menutupi wajahnya yang terasa panas.

" Ngomong bukain resleting aja lama. Coba sini," Aya menurut saat suaminya menyuruhnya untuk membelakanginya. Rambutnya yang tergerai disibakkan kesamping kirinya guna mempermudah saat membuka resleting kebaya itu.

Halus dan putih. Lembut dan wangi. Dengan jarak sedekat ini suaminya bisa menghirup aroma tubuh milik Aya yang sudah resmi menjadi istrinya. Dengan perlahan resleting itu mulai terbuka memperlihatkan punggung mulus milik Aya. Namun apa yang terjadi selanjutnya? Aya bergegas berlari menuju kamar mandi karena merasakan hawa panas saat tangan besar milik suaminya itu tak sengaja menyentuh punggungnya.

Brakkk

Napas Aya tersenggal setelah sampai di kamar mandi. Dia memaki kebaya yang dipakainya saat ini. Begitupun dengan suaminya, dia masih mematung dengan mata yang menatap ke kamar mandi entah terpesona atau terkesima. Tapi seulas bulan sabit terukir diwajahnya saat melihat istri kecilnya berlari dengan lincah saat menggunakan kebaya.

Gadis itu. Tidak. Wanita itu menuruni anak tangga dengan piyama birunya. Setelah berdebat kembali dengan suaminya setelah keluar dari kamar mandi, akhirnya Aya bisa keluar dari kamar itu. Melangkah pelan dengan mata yang menyapu setiap sudut mansion milik suaminya, Aya dibuat takjub dengan bangunan itu.

" Aya," tatapannya beralih pada suatu ruangan yang Aya yakini ruang makan. Disana sudah ada Mian dan Zain tengah duduk bersama.

" Kenapa lama sekali?" Mian mendapatkan satu geplakan pada kepalanya. Ingin membalas tapi Zain sudah kembali menggeplak kepalanya.

" Kalian disini?"

" Setiap hari juga kita disini Ay," Jawab Zain yang dibalas anggukan oleh Aya.

" Dimana Ramon?"

" Ramon?" Tanya Aya dengan kening yang berkerut " Siapa dia?" Zain dan Mian saling melirik lalu menepuk kening masing-masing.

" Dia suami kamu Kanaya. Ramon. Caramondy!" Ucap Mian menjelaskan.

" Ramon?" Ulangi Aya.

" Gimana ceritanya seorang istri tidak tahu nama suaminya sendiri? Astaga Aya, kamu itu kelewatan banget tau nggak."

" Asal aja kalo ngomong," Aya menimpuk Zain dengan bungkus Tissu " Lagian siapa yang nyuruh nikah dadakan huh? Udah gitu pas keluar kamar udah sah aja. Terus sekarang nyalahin Aya, gitu?"

" Ya.. maaf. Nggak maksud kesitu juga sih. Tapi masa iya kamu nggak tahu nama suami kamu."

" Udah. Udah tau. Caramondy. Namanya Caramondy. Puas huh!" Ucapnya nyolot.

Saat mereka merasa terintimidasi oleh ucapan Aya, Ramon pun akhirnya ikut bergabung dengan mereka. Dia mengambil duduk di kursi utama dengan Aya yang duduk di sebelah kirinya.

" Haii Ara suamiku!" Sapa Aya pada Ramon dengan nada mengejek. Damit. Aya tidak tahu jika Ramon membenci pada orang yang memanggilnya dengan pelesetan pelesetan dari namanya. Bersiap siaplah Kanaya sepertinya kau akan menghadapi singa yang tengah kelaparan.

3_Kehilangan Sosok Kakak

" Bisa diem nggak?" Aya menghentikan pergerakkan tangannya yang sedang menarik selimut yang menutupi tubuh mereka. Wanita itu menolehkan kepalanya, menghadap Ramon yang juga tengah menoleh kearahnya.

" Selimutnya bagi-bagi dong. Akunya nggak kebagian!" Ramon mengesah lalu memiringkan tubuhnya menghadap Aya " Nggak kebagian gimana? Itu selimut kamu doang yang pake, Matanya berfungsi nggak? Liat nih," Jelas Ramon sambil menunjuk bagian tubuhnya yang hanya tertutup sebagian saja " Masih mau ngomong nggak kebagian?"

Aya hanya bisa mengedipkan mata. Membalikkan tubuh membelakangi Ramon lalu menyelimuti tubuhnya sendiri " Dasar Aneh!"

" Iiih jangan ditarik tarik," Aya mempertahankan selimutnya saat Ramon ingin juga memakai selimut itu juga. Sampai pada akhirnya mereka berdebat dan adu mulut.

" Kamu ngambil selimut lagi aja, ini punya aku." Tegas Aya mempertahankan.

" Dari awal selimut ini milik saya." Ucap Ramon tak mau kalah.

" Nggak. Pokonya ini punya aku," dengan sekuat tenaga Aya mempertahankannya. Keduanya saling menarik tidak mau saling mengalah satu sama lain.

" Kamu saja yang ngambil selimut lagi, ini saya yang pake."

" Nggak. Kamu aja yang ngambil Aku udah nyaman sama selimut ini." Tangannya masih mempertahankan selimut itu, dimana keduanya saling tarik menarik " Lepasin nggak? Kamu kan pria jadi mengalah saja!"

" Tapi saya bukan tipe pria seperti itu!" Dengan sekali tarikan Aya ikut tertarik saat Ramon menarik selimut itu dengan menggunakan sedikit tenaganya. Aya memicingkan matanya, meniup poninya lalu menarik kuat selimut itu.

BRUUUKK

" Awww!" Raya meringis kesakitan saat tubuhnya jatuh dari atas ranjang.  Sensasi nyeri dan ngilu terasa jelas dibagian pinggangnya yang menghantam keras marmer dingin. Ramon pun terkejut, tidak menyangka jika Aya akan jatuh saat dia melepaskan selimut itu tanpa ada niatan untuk kembali memperebutkannya.

" Hiks. Huaaaa. Kak Azka!" Ramon segera melompat dari kasurnya lalu menghampiri Aya yang sudah kejer menangis. Apakah dia terluka parah?

" Hei, kamu tidak apa apa?" Bukannya menjawab tangisan Aya semakin menjadi. Ramon tidak tahu harus berbuat apa karena ini baru pertama kalinya dia menghadapi seorang wanita yang menangis.

" Kak Azka. Hiks. Kak Azka!" Aya terus menangis, menggosok kedua matanya dengan tangannya  persis seperti anak kecil yang sedang menangis.

" Kanaya," demi apa Ramon benar-benar sangat bingung saat ini. Apa perlu dia membujuk wanita itu dengan alibi membelikan ice cream? Atau pergi untuk jalan jalan dihari weekend? Ah sepertinya Ramon lupa kalau istrinya itu bukan lagi anak kecil. Lalu apa yang harus Ramon lakukan?

Tangannya terulur mengangkat tubuh Aya lalu menggendongnya persis seperti menggendong anak kecil. Tubuh Aya yang kecil dan mungil sangat pas saat berada di gendongannya. Aya tidak menolak, wanita itupun mengalungkan tangannya pada leher Ramon, menjatuhkan kepalanya di bahunya dengan mulut yang masih merengek dan terisak pelan.

" Sssttt. Jangan nangis lagi, saya bingung harus ngapain," Ramon memilih duduk di ranjang namun tetap membiarkan Aya berada di gendongannya " Kanaya,"

Ramon mencoba untuk menangkup wajah wanita itu, matanya memerah dengan hidung yang sudah berair. Tanpa rasa jijik Ramon mengelap ingus itu dengan tangannya sendiri, ibu jarinya pun tidak tinggal diam dia gunakan untuk menghapus air mata Aya " Sakit?" Aya mengangguk, isak tangisnya masih saja terdengar.

" Maaf ya, Saya tidak sengaja." Tangisan Aya semakin menjadi saat Ramon mengatakan kalimat itu dengan tulus dan penuh penyesalan.

" Yaudah kita kerumah sakit ya?"

Aya menggelengkan kepalanya lalu menatap wajah Ramon " Disini," tunjuk nya pada dada bagian kirinya " Rasanya sesak. Hiks. Sakit banget. Hiks. Aya nggak kuat,"

" Kamu punya penyakit jantung?" Panik Ramon dengan mata yang membulat. Pria itu mengaduh saat Aya menghantamkan tangannya memukul dadanya " Hiks. Kak Azka. Kak Azka!" Ramon menahan tangan Aya lalu kembali menjatuhkan kepala Aya diatas bahunya. Dia mulai berdiri dengan Aya yang berada di gendongannya. Tangannya bergerak pelan, mengusap surai hitam milik Aya berharap wanita itu segera tenang.

" Aya kangen kak Azka. Hiks. Kak Azka jahat," racaunya dibalik bahu Ramon.

Pria itu mengesah pelan, baru paham maksud dari perkataan istrinya itu " Dia ninggalin Aya sendiri. Hiks. Kak Azka nggak sayang Aya lagi. Hiks.  Ka Azka nggak perduli sama Aya!"

" Sssttt. Kamu nggak boleh ngomong gitu. Azka itu kakak yang baik buat kamu. Dia juga sayang sama kamu!"

" Tapi kenapa kak Azka ninggalin Aya sendiri? Hiks."

" Kata siapa sendiri? Ada Zain dan Mian yang jagain kamu dan ada saya juga yang sudah menjadi suami kamu. Kamu tidak sendiri disini." Ucap Ramon menjelaskan.

" Tapi. Hiks. Kak Azka nggak ada disini, Hiks."

" Dia tetap ada disini, jiwanya akan selalu hidup di hati kita. Dan diatas sana dia selalu mengawasi kita!" Mendengar penjelasan dari suaminya tangisan Aya berubah sedikit lebih pelan namun terdengar memilukan dan menyayat hati. Ramon memakluminya, istrinya tengah berduka.

" Kenapa. Hiks. Kak Azka pergi begitu cepat? Hiks. Kenapa kak Azka tidak memberikan Aya kesempatan melihatnya untuk yang terakhir kali? Hiks. Kenapa.... hiks. Kenapa kak Azka memutuskan pria untuk masa depan Aya secara sepihak? Hiks. Aya... Aya kesal sama kak Azka. Hiks. Tapi Aya merindukan dia. Hiks!" Sebesar apapun amarah dan kekesalannya itu tetap saja Azka adalah kakaknya. Pahlawan untuknya dan malaikat penjaganya. Dan kini pria itu telah pergi tanpa sepatah kata atau pun kalimat perpisahan. Dan ini seperti mimpi buruk untuk Aya.

" Besok kita jenguk Azka, kamu mau kan?"

" Hemmm!" Jawab Aya dengan menganggukkan kepala " Yaudah kamu tidur ya, udah malem." Ramon masih menggendong Aya berjalan kesana kemari seperti sedang mengasuh anak kecil. Tangannya tak berhenti bergerak, menepuk pelan punggung Aya.

Hampir satu jam dia menggendong Aya dan bahunya mulai merasakan sakit karena harus menopang bayi besarnya itu. Dengan pelan dan hati-hati, Ramon menidurkan Aya yang sudah tertidur pulas di gendongannya. Dia menarik selimut sebatas dada Aya lalu berjongkok tepat di hadapan Aya.

" Kamu benar. Bisa bisanya kakakmu menikahkan mu dengan saya. Selain kamu cerewet ternyata kamu juga rapuh dan cengeng!" Mata Ramon terus menatap wajah tenang itu sampai akhirnya tangannya bergerak untuk menghapus sisa air mata yang menggenang disana.

Ramon menatap lekat Aya yang tengah tertidur, lalu menyibakkan rambut Aya yang menghalangi pandangannya " Bukan kamu yang tidak pantas untuk saya. Tapi saya yang tidak pantas untuk kamu."

" Azka, jika saja kamu masih disini aku akan mengutuk mu!" Ucapnya meluapkan kekesalan. Bagaimana bisa Azka menjerumuskan Aya pada lingkaran hitam yang tengah Ramon kendalikan? Apakah pria itu sakit? Azka tau betul Ramon itu seperti apa dan betapa kelamnya kehidupan di dunia yang dia geluti. Tapi kenapa dia meminta Ramon yang menikahi adiknya dibandingkan Mian dan Zain yang menurutnya lebih pantas dan lebih baik darinya.

Ramon tidak menjamin jika Aya akan selalu baik baik saja meskipun dalam genggamannya. Meskipun dia bisa melakukan yang terbaik untuk adik temannya itu.  Terlalu banyak kepala  yang menginginkan kematiannya sehingga Aya akan menjadi ancaman untuknya. 

" Selamat datang di nerakaku. Ku harap kamu tidak menyesali keputusannya karena sudah  menikahkan mu dengan iblis sepertiku, Kanaya!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!