Tamu tak di undang

Rumah Joi terasa sunyi dan sepi, seperti biasanya. Rumah kecil di pinggiran kota itu disewanya secara diam-diam, jauh dari keluarganya yang tak pernah memahaminya. Joi melarikan diri dari rumah, mencari ketenangan yang tak pernah ia temukan di tengah hiruk pikuk keluarganya.

Ia masuk ke dalam rumah, melemparkan tas ranselnya sembarangan di lantai, lalu menuju ke dapur untuk mengambil segelas air. Aroma kopi masih tercium samar di udara, sisa dari kopi dingin yang ia minum di sekolah tadi.

Saat ia sedang mengisi gelas, ia merasakan kehadiran seseorang—atau sesuatu—di belakangnya. Ia menoleh, tetapi tidak ada siapa-siapa. Ia mengabaikannya. Ia sudah terbiasa dengan perasaan aneh di rumah sepinya ini. Hantu-hantu sering berkeliaran, sesekali menampakkan wujudnya, sesekali hanya berupa bisikan-bisikan yang menggelitik telinga. Joi sudah kebal.

Ia meneguk air dingin, lalu berjalan menuju kamarnya. Saat ia melewati ruang tamu, ia melihatnya: seorang lelaki tua berpakaian compang-camping, duduk di sofa usang, menatap kosong ke arah televisi yang sudah mati. Wajahnya pucat, matanya cekung, dan aroma anyir tanah yang menyengat memenuhi ruangan.

Joi menghela napas. Ia mengambil botol air mineral kosong di dekat meja, lalu berjalan mendekati lelaki tua itu. Tanpa basa-basi, ia memukulkan botol itu ke meja dengan keras. Suara benturan yang nyaring membuat lelaki tua itu tersentak kaget. Ia menjerit ngeri, lalu menghilang dalam sekejap. Joi kembali ke kamarnya, tanpa ekspresi.

Ia merebahkan tubuhnya di kasur, memejamkan mata. Ia mencoba untuk tidur, tapi pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian di ruang tamu tadi. Ia merasa sedikit jengkel. Kehadiran hantu itu mengganggu ketenangannya. Ia benci diganggu.

Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki pelan. Suara itu berasal dari dalam kamarnya. Joi membuka matanya, menatap ke sekeliling kamarnya. Ruangan itu gelap, hanya cahaya bulan yang menerobos celah-celah tirai yang menerangi sebagian ruangan. Di sana, berdiri Anya, tampak bingung dan sedikit ketakutan.

"Kau… kau masih di sini?" tanya Joi, suaranya datar, tanpa ekspresi.

"Tunggu, sejak kapan kau di sini!"

Anya tampak terkejut. "Aku… aku tidak tahu bagaimana aku sampai di sini," katanya, suaranya gemetar. "Aku… aku mengikuti kamu. Aku mencoba untuk pulang, tapi aku tidak bisa. Dan… dan aku bisa melihat hantu! Banyak sekali! Ini aneh sekali! Aku… aku bukan hantu, kan?" Anya terlihat panik, mencoba menyangkal kenyataan yang bahkan dirinya sendiri belum mengerti. Ia berjalan mendekati Joi, berusaha untuk menyentuh Joi, tapi tangannya hanya menembus tubuh Joi. Anya tersentak, matanya melebar karena terkejut. "Aku… aku bisa menembus benda padat? Ini… ini mimpi buruk!" Anya benar-benar tidak menyadari bahwa dirinya sudah meninggal. Ketidaktahuan ini akan menjadi sumber konflik dan sekaligus ikatan antara dirinya dan Joi.

dalam pikiran gue mungkin dia nggak ada hantu bodoh dan pasti karena ke bohodohan nya itu dia tidak sadar bahwa kita meninggal atau bisa saja korban tabrak lari dan ruhnya terpisah terpental jauh hingga dia tidak sadar bahwasanya dia sudah mati biasanya itu yang terjadi.

melihat hanya yang kebingungan Dia sedikit merasa kasihan dia terus memandangnya yang mondar-mandir.

"Bisa kau berhenti melakukan itu." ucap Joi pelan dan lembut.

Anya berhenti sejenak lalu kembali mondar mandir.

begitu terus sampai Joi pusing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!