Seminggu berlalu setelah kematian Ibunya Sasa, orang-orang suruhan Pak Yudi datang lagi. Dan menagih hutang yang pernah di pinjam Pak Seno dulu, namun Pak Seno kebingungan bagaimana cara membayar hutangnya yang jumlahnya begitu besar itu.
"Kapan mau bayar hutangnya!" ucap salah satu pria yang sedang duduk di sana
"Beri saya waktu mas, saya belum punya uang istri saya juga baru saja meninggal." ucap Seno
"Mohon maaf Pak, saya ini hanya pesuruh jadi kalau Bapak ingin minta tenggang waktu atau apapun. Silahkan datang kerumah dan ngomong langsung dengan bos kami." ucap nya lalu mereka pun keluar dari rumah Pak Seno
Setelah para laki-laki berotot itu keluar dari rumahnya, Sasa langsung mendekati Bapaknya.
"Emangnya berapa hutangnya yah? Kok mereka bilang banyak banget?" tanya Sasa penasaran
Pak Seno tidak bisa menjawab pertanyaan Sasa, ia gelagapan dan berpikir sejenak mencari jawaban yang tepat untuk mengelabui anaknya ini.
"Ayah ngga banyak kok memang dia nya aja, yang ngasih bunga terlalu tinggi. Sudah kamu jangan pikirin, fokus aja kerja cari uang buat biaya sekolah adikmu, urusan hutang biar jadi urusan Ayah." sahut Pak Seno, setelah berkata demikian ia pun beranjak pergi hendak menuju ke rumahnya Pak Yudi.
Sepeninggal Bapaknya Sasa bingung sendiri, namun ia mencoba tidak memikirkan hal itu. Sasa membereskan rumah dari mulai menyapu, cuci pakaian, sampai memasak menu seadanya untuk makan siang mereka bertiga.
"Kenapa perasaan ku jadi gak enak ya? Apakah Ayah telah berbohong kepadaku?" tanyanya pada diri sendiri
Setelah selesai memasak, Sasa mencuci perabotan kotor bekasnya memasak. Dan menyapu lantai, setelah itu ia bergegas mandi. Karena ia mencium aroma masakan di tubuhnya, pasalnya setelah itu ia harus berangkat bekerja.
Pak Seno sudah sampai di rumahnya Pak Yudi, dengan ragu ia pun memberanikan diri mengetuk pintu rumah besar itu. Pak Yudi yang baru saja kembali dari kota, nampak sedang duduk santai di meja makan sedang menikmati sarapan paginya.
Tok
Tok
Tok
Setelah menunggu beberapa saat pintu terbuka, seperti biasa yang membuka pintu tentu saja para pekerja dirumah itu.
"Silahkan Pak, sudah di tunggu oleh Bapak di meja makan." ucap orang itu
"Baiklah terimakasih." sahut Seno lalu dengan sedikit membungkukkan badannya, ia pun langsung masuk kedalam rumah itu.
"Selamat pagi Pak." ucap Seno, sesampainya di ruang makan yang dimana disitu sudah ada Pak Yudi sedang meminum kopi.
"Hemm gimana? kamu tidak bisa bayar hutang ya?" tanya Pak Yudi dengan nada yang santai, Seno yang awalnya merasa ketakutan mengernyit heran.
"Kok dia ngga marah ya?" pikirnya
"I-iya Pak, istri saya baru saja meninggal. Sehingga saya telah menghabiskan banyak uang, untuk biaya pemakaman dan sebagainya." ucap Seno dengan suara parau
"Hemm, tidak papa saya mengerti dengan kehidupan kamu. Duduklah saya ingin berbicara denganmu, mau makan atau minum kopi?" tanya Pak Yudi tanpa menatap wajah Seno
"Kopi boleh Pak." jawab Seno, dengan malu-malu lalu ia pun ikut duduk.
"Yu tolong buatkan kopi untuk Pak Seno." ucapnya kepada Art nya
"Baik Pak." sahut si orang yang di panggil mbakyu tadi
Tak berapa lama kopi pun terhidang di hadapan Seno.
"Silahkan di minum dulu, aku tahu pasti kamu belum minum kopi pagi ini." ucap Pak Yudi dengan senyum menyeringai
"Iya Pak, Sasa belum sempet beli kopi dan gula." sahut Seno yang langsung menyeruput kopi nya
"Jadi nama anak gadismu Sasa? Nama lengkapnya siapa?" tanya Pak Yudi lagi
"Alisha cahaya." jawab Seno
"Kamu tidak perlu membayar hutangmu, karena percuma rumahmu juga belum bisa menutupi hutangmu itu." ucap Pak Yudi
Ucapan Pak Yudi barusan, tentu saja membuat laki-laki paruh baya itu berbinar bahagia.
"Benarkah Pak? jadi saya tidak perlu membayar hutang?" tanya Pak seno tidak percaya, yang mendapat anggukan dari Pak Yudi.
"Tapi ada imbalannya." ucap Pak Yadi singkat
Senyum yang tadi merekah di wajah Seno, seketika menghilang entah kemana.
"Aku ingin menikahi putrimu, untuk menjadi istri keempat ku. Sebagai imbalannya kamu boleh minta apa saja, tapi kamu jangan biarkan anakmu masuk kerumahmu lagi paham kan!!" ucap Pak Yudi dengan suara yang tegas
"Paham Pak." sahut Seno
"Oke kalau sudah paham, pulanglah besok aku akan datang kerumahmu untuk melamar. Pastikan anakmu mau menikah denganku, kalau tidak maka akan aku pastikan kamu mendekam di penjara." sambung Pak Yudi
Lalu Seno pun keluar dari rumah itu, ia berjalan dengan sangat gontai pikirannya bercabang. Di satu sisi ia seneng anaknya di nikahi orang kaya, persetan tentang jadi istri keempat. Di sisi lain ia khawatir Sasa menolak, maka ia harus mendekam di balik jeruji besi sana.
Sesampainya di rumah Seno masih uring-uringan, sejenak ia mengitari sekeliling rumahnya mencari keberadaan putrinya.
"Sasa!!" panggilnya dengan setengah berteriak
Seno dengan tidak sabar mengulangnya hingga beberapa kali, memanggil nama anak gadisnya.
Hingga beberapa menit kemudian, Sasa keluar dari arah dapur mendekati Bapaknya sambil membawa secangkir teh manis hangat.
"Ada apa Pak, ini diminum dulu teh hangat." ucap Alya, sambil meletakkan secangkir teh itu diatas meja.
"Duduk!" ucap Seno dengan suara tegas
"Baik Pak." sahut Sasa yang hanya menurut saja
"Besok kamu jangan kemana-mana, beli beberapa cemilan beli kopi dan gula." ucap Seno, sambil menyodorkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah.
Melihat uang itu Sasa hanya mengangguk saja, meskipun ia ingin sekali bertanya siapa tamu yang akan datang. Karena Sasa paham betul kalau Bapaknya, menyuruhnya membeli cemilan dan lain-lain itu artinya mereka akan kedatangan tamu.
******
Ditempat lain Pak Yudi yang sedang memandangi pantulan dirinya di depan cermin, sambil senyum-senyum sedang membayangkan ia akan mempersunting Sasa. Gadis belia yang baru lulus SMA, bahkan anaknya lebih tua dari gadis yang akan di pinangnya.
Lalu pria tua itu keluar dari dalam kamarnya, menuju ke ruang tamu. Kemudian duduk di sofa empuk miliknya, kemudian ia memanggil putranya.
"Bibi..." panggilnya dengan suara keras, ia memanggil Art nya. Tak berapa lama seorang perempuan paruh baya, tergopoh-gopoh mendekati tuannya.
"Saya Pak." sahut Bibi dengan suara pelan
"Tolong panggilkan Sandy Bi, suruh menghadap ke saya." ucap Pak Yudi
"Baik Pak." sahut Bibi lalu ia berlalu, naik keatas menuju ke kamar putra majikannya.
Tok
Tok
Tok
Ceklek
Pintu terbuka menampakkan sosok pemuda yang memiliki wajah sangat tampan, tidak memperlihatkan kalau dia tinggal di kampung. Ya dialah Sandy anak satu-satunya, Pak Yudi dari istri pertamanya yang telah tiada. Dan dia lebih suka tinggal di kampungnya Sasa, karena ingin menjaga rumah yang memiliki kenangan bersama ibu tercintanya.
"Ada apa Bi?" tanya Sandy yang seperti baru bangun tidur
"Mas di panggil Bapak, dan sudah ditunggu dibawah." ucap Bibi yang di angguki oleh Sandy
"Iya Bi bentar lagi saya turun." jawab Sandy
Setelah itu Bibi pun pergi meninggalkan kamar Sandy, kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan nya.
"Ada apa Yah?" tanya Sandy, yang langsung duduk didepan Bapaknya.
"Sandy, besok ikut Ayah." ucap Pak Yudi datar
"Kemana?" tanya Sandy mengernyitkan dahinya
"Ke rumah Pak Seno, Ayah ingin melamar anaknya." sahut Pak Yudi lagi, tapi tetap tanpa ekspresi.
"Hah, ngelamar Yah? jadi Ayah mau nikah lagi?" tanya Sandy dengan suara tinggi
"Terpaksa, karena Bapaknya ngga bisa bayar hutangnya ke Ayah. Ya daripada uang Ayah hilang begitu saja, mending di tuker saja sama anak gadisnya." jawab Pak Yudi enteng
"Yah, yang bener aja anak orang masa di tuker dengan hutang." ucap Sandy
"Kamu tenang saja, Ayah tidak akan jatuh cinta sama gadis kecil itu. Ayah tidak akan punya anak darinya, jadi kamu tetap akan menjadi pewaris tunggal." sahut Pak Yudi
Ya kenapa Pak Yudi berkata begitu, karena ketiga istrinya. Tidak satupun yang mempunyai anak, jadi tidak ada pewaris lain selain Sandy.
"Baiklah kalau begitu, tapi gimana kalau kali ini dia bisa mengandung? Apakah Ayah bisa jamin? kalau gadis itu tidak bisa hamil?" tanya Sandy dengan wajah yang serius
"Baiklah kalau kamu takut, besok setelah Ayah memberi lamaran. Ayah pergi ke notaris untuk memindah nama, seluruh aset Ayah atas nama kamu." ucap Pak Yudi lalu beliau pergi keluar rumah, tapi Sandy tidak berniat untuk bertanya.
Sandy masih terus kepikiran apakah benar, Ayahnya tidak akan membagi hartanya? mungkin kedengarannya dia serakah, tapi dia melakukan itu demi mempertahankan harta yang sudah di bangun Almarhumah Ibunya dari nol.
Dan itu semua sudah di tulis di surat wasiat Almarhumah Ibunya, semuanya di wariskan untuk Sandy putra satu-satunya.
"Aku jadi penasaran seperti apa sih gadis yang akan di peristri Ayah." ucap Sandy pelan
[ ncess ]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments