Keesokan harinya Sasa membawa ibunya ke rumah sakit, dengan di bantu tetangganya yang bernama Mang Sarno. Kebetulan Mang Sarno adalah tetangga yang terbilang paling dekat dari rumahnya, ia mempunya mobil box untuk mengangkut sayur warga situ yang ingin di jual ke pasar.
Mang Sarno ini tidak kaya tapi juga tidak terlalu miskin, beliau orangnya ramah dan suka menolong tetangga nya yang membutuhkan bantuan. Karena dari kampung ke kota jaraknya terlalu jauh, terkadang mereka yang mempunyai keperluan mendesak ikut menumpang di mobil box nya Mang Sarno.
Seperti yang di lakukan Sasa, terpaksa ia membawa ibunya menggunakan mobil box nya Mang Sarno. Karena takut uangnya tidak cukup untuk bayar rumah sakitnya, untungnya mereka mempunyai tetangga seperti Mang Sarno ini.
"Mang pagi ini mau ngantar sayur ke kota gak?" tanya Sasa kepada pria paruh baya itu
"Iya Sa, memangnya kenapa?" Mang Sarno balik bertanya
"Sekali lagi maaf Mang, apakah saya dan ibu saya boleh ikut?" tanya nya dengan ragu-ragu
"Memangnya kamu sama Ibu kamu mau kemana Sa?" tanya Mang Sarno lagi
"Ibu sedang sakit Mang, sudah seminggu. Sudah di beri obat warung tapi ngga ada perubahan, rencananya saya mau bawa ibu berobat ke Dokter." sahut Sasa dengan muka sendu
"Ooh jadi Ibu Yuni sedang sakit ya, pantesan aja gak pernah nanyain sayur. Yaudah ayok sekarang Mamang mau berangkat." ucap Mang Sarno yang ikut prihatin, dengan tetangganya itu.
Mang Sarno bukan tidak tahu seperti apa, perangai Pak Seno yang tidak pernah perduli sama keluarganya. Terkadang Mang Sarno malah berpikir, kok Ibu Yuni bisa sabar banget menghadapi Pak Seno yang temperamen itu.
Sasa pun segera berlari kerumahnya untuk mengambil tas dan juga memapah Ibunya, untungnya Ibu Yuni masih bisa berjalan meskipun harus di papah.
"Mari saya bantu Neng." ucap Mang Sarno yang langsung membuka pintu mobil, karena ngga mungkin juga kan mereka duduk di belakang.
Di tempat lain Pak Seno sedang bersenang-senang di sebuah cafe, dari semalam pria tua itu tidak pulang kerumahnya. Dia nginap di sebuah kamar yang ada di cafe tersebut, rupanya pria yang tidak tau diri itu sedang memuaskan nafsunya dengan wanita penghibur.
"Sungguh indah sekali hidup ini memang, kalau kita punya banyak uang." ucapnya dengan bibir tersenyum, setelah nafsunya terpuaskan dan bertempur semalaman dengan wanita yang disewanya.
"Masa bodo dengan Yuni, kenapa gak mati saja perempuan tua itu." ucapnya lagi
Setelah beberapa menit akhirnya Sasa sampai juga di kota, Mang Sarno hanya mengantarkan mereka di tepi jalan saja. Karena kebetulan rumah sakitnya berada di pinggir jalan, Sasa turun dari mobil lalu memapah Ibunya menuju kerumah sakit. Sedangkan Mang Sarno, langsung melanjutkan tujuannya kearah pasar.
"Bun, kalau di tanya Dokter nanti Bunda bilang ya apa yang sakit." ucap Sasa kepada sang Bunda, disitu Ibunya hanya mengangguk saja.
Setelah mendaftar antrian, Sasa dan Ibunya duduk di ruang tunggu di depan sebuah ruangan. Dengan tulisan Dokter Umum, disana juga sudah banyak orang yang sedang menunggu giliran mereka di panggil.
Setelah menunggu kira-kira setengah jam, akhirnya nama Ibu Yuni pun di panggil.
"Ibu Yuni." panggil seorang perawat dari ruang Dokter itu, Sasa segera membantu Ibunya untuk berdiri. Kemudian mereka masuk kedalam, seorang Dokter laki-laki berwajah tampan sedang duduk di belakang meja.
"Assalamualaikum, selamat siang Dok." sapa Sasa basa basi
"Walaikumsalam, siang juga silahkan bantu Ibunya untuk berbaring." jawab Dokter Irwan sambil tersenyum
Tanpa menjawab, Sasa langsung membantu Bu Yuni untuk naik ke atas ranjang yang tersedia.
"Sudah berapa hari sakitnya Bu? dan apa yang Ibu rasakan." tanya Dokter Irwan lagi, dan Ibu Yuni menjawab semua pertanyaan Dokter Irwan dengan suara yang cukup pelan.
Setelah di periksa memakai stetoskop dan lain sebagainya, Ibu Yuni di perkirakan terkena tipes. Dokter Irwan menyarankan ke Sasa, agar Ibunya melakukan rawat inap supaya cepat sembuh.
Namun Sasa bingung darimana dia mendapat uang, untuk biaya rumah sakitnya nanti. Akhirnya Sasa memilih pulang saja dulu, nanti sampai di rumah dia akan membicarakan nya dengan Bapaknya.
Dengan terpaksa Dokter Irwan mengijinkan Bu Yuni berobat jalan saja, sebenarnya Sasa sedih melihat kondisi Ibunya yang semakin lemah. Tapi lagi-lagi dia tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak berani melangkahi Bapaknya.
Sesampainya di rumah Sasa membaringkan Bu yuni ke atas tempat tidur, Bapaknya pun sudah berada di rumah.
"Bagaimana sudah berobatnya?" tanya Bapaknya dengan suara datar
"Sudah Pak, sebenarnya tadi Dokternya menyuruh Bunda untuk rawat inap. Tapi Sasa tidak berani kalau belum dapat izin dari Bapak." sahut Sasa
"Alah ngapain sih di rawat-rawatan, paling Ibumu cuma kecapean doang. Suruh istirahat aja dan di minum obatnya." setelah berbicara seperti itu, Pak Seno pergi lagi entahlah mau kemana lagi.
Ternyata Pak Seno pergi kerumah selingkuhan nya, di desa sebelah dia menjalin hubungan dengan seorang janda yang baru saja bercerai.
"Bun, maaf ya Sasa ngga bisa berbuat apa-apa. Bunda istirahat ya." ucap Sasa setelah tadi dia memberinya obat, yang dari Dokter tadi.
Air matanya lolos gitu aja tanpa permisi, seperti hujan deras yang baru saja turun. Hatinya perih melihat kondisi Ibunya, padahal dulu Ibunya itu seorang perempuan yang cantik, montok dan berisi.
Tapi setelah sakit-sakitan berat badannya langsung menurun, matanya juga cekung ada guratan-guratan kesedihan disana.
"Sa, jika ada laki-laki yang memiliki harta memintamu untuk menjadi istrinya. Jangan pernah kamu tolak, setidaknya kalau kamu tidak memiliki cinta. Tapi punya harta maka kamu bisa membahagiakan dirimu dan anak-anakmu." pesan sang Ibu, sebelum akhirnya terlelap dalam tidurnya.
Sasa hanya mengangguk meskipun ia tahu, Ibunya tidak melihatnya setitik air mata menggenang di pelupuk matanya.
*******
Tok
Tok
Tok
Waktu baru menunjukkan pukul 6 pagi, tapi di luar terdengar suara orang menggedor gedor pintu rumahnya. Tadi pagi setelah menunaikan ibadah sholat subuh, Sasa kembali tidur dan sekarang ia di kejutkan dengan suara gedoran di pintu.
"Siapa sih pagi-pagi buta begini bertamu." ucapnya sambil menguap, ia melirik kearah jam dinding yang ada di atas violet.
Tak berapa lama Sasa pun membuka pintu, untuk melihat siapa gerangan yang datang. Setelah pintu di buka nampak beberapa laki-laki dewasa, berbadan kekar sedang berdiri di depan pintu.
"Maaf anda-anda ini nyari siapa ya?" tanya Sasa sambil menautkan alisnya, pertanda ia merasa bingung.
"Hemm Bapak kamu ada? kami datang ingin bertemu dengan Pak Seno, kamu anaknya." jawab laki-laki itu
"Ooh Bapak saya ada masih tidur." ucap Sasa
"Cepat bangunkan." pinta para lelaki itu, lalu mereka masuk gitu aja tanpa di suruh oleh empunya rumah.
Melihat itu Sasa hanya geleng-geleng kepala saja.
Tok
Tok
Tok
"Pak, ada yang nyariin Bapak." ucap Sasa, setelah ia mengetuk pintu kamar Bapaknya.
Plaaakkk
Sasa yang masih berdiri di depan pintu, langsung terlonjak kaget setelah tangan Bapaknya mendarat sempurna di kepalanya. Orang-orang yang tadi mencarinya pun, tersenyum miring dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
"Sudah berapa kali harus aku bilang, jangan pernah bangunkan aku dasar anak to**l!!" bentak Pak Seno dengan suara yang menggelegar, memenuhi seisi rumah itu.
"Kenapa kamu marah-marah sama anakmu, kami yang menyuruh nya untuk membangunkanmu." ucap salah satu pria, yang masih duduk santai di kursi ruang tamu.
"Kalian siapa?" tanya Seno
"Pertanyaan yang bagus, kami suruhannya Pak Yudi. Kamu lupa kalau kamu punya hutang sama beliau? sudah waktunya harus bayar!" ucap pria itu tegas
"I-iya nanti saya pasti bayar." sahut Seno ketakutan
BRRRRAAAKKKK
Pria berbadan gede itu menggebrak meja, hingga mengeluarkan suara yang cukup keras.
"Bos saya sudah memberimu masa tenggang, kalau kamu tidak bisa bayar maka silahkan kosongkan rumah ini!!" bentak nya
Ibu Yuni yang memang kesehatannya belum pulih, seketika terkejut dengar suara bentakan itu. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, detak jantungnya semakin cepat.
"Saaaa..." suaranya sangat lirih, tapi masih bisa di dengar oleh Sasa. Gadis yang sedari tadi bersembunyi di dapur, karena takut segera berlari ke kamar Ibunya.
"Bundaaaaaaa....." teriakan nya sangat keras seolah mengguncang alam fana ini, Sasa merengkuh tubuh Ibunya yang sudah terkulai lemah.
"Ada apa?" tanya Seno yang ikut berlari ke kamar, di ikuti para laki-laki tadi mereka semua tercengang.
Melihat situasi yang sudah tidak kondusif, pria-pria itu pun berlalu keluar begitu saja. Sambil memanggil warga yang mereka temui di luar, agar membantu keluarga Sasa yang sedang terkena musibah.
"Innalillahiwainnailaihirojiun....berita duka cita, telah berpulang ke rahmat Allah. Ibu Yuni istrinya Pak Seno." tak berapa lama terdengar suara di toa mushola, dan masjid kabar berita duka cita itu.
Entah siapa yang mengabari marbot masjid, sontak saja saat itu para tetangga berduyun-duyun. Mengucapkan bela sungkawa di kediaman rumah Sasa, mereka saling bergotong royong hendak memakamkan jenazah nya Ibu Yuni.
"Bunda, kenapa bunda pergi secepat ini. Sasa belum membalas jasa Bunda, bun jangan tinggalin Sasa... hiks." terdengar suara isak tangis, gadis remaja di dalam kamarnya yang sempit itu.
Padahal baru beberapa hari yang lalu, Sasa kelulusan dengan nilai yang bagus. Meskipun ia sendiri tidak tahu ijasah itu mau diapakan, tapi tetap Sasa bahagia tapi sekarang Ibunya malah pergi.
*Oke gimana guys ceritanya, komen ya*
[ ncess ]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments