Elsa terdiam sejenak, menatap Mikayla yang mulai menggigil di atas ranjang. Nafas Mikayla mulai tersengal, wajahnya pucat dan penuh keringat dingin.
"S-suster..." bisiknya, mencoba berteriak, namun suara yang keluar hanya lirih dan parau. Tubuhnya bergetar menahan rasa sakit yang semakin menyesakkan.
Elsa melangkah mundur satu langkah, tapi bukan karena khawatir, melainkan untuk menjaga jarak agar gaun pengantinnya tak terkena cipratan darah. Ia menyilangkan tangan di depan dada, menatap Mikayla dengan tatapan kosong.
"Oh, jadi kamu benar-benar sekarat?" suaranya datar, hampir terdengar bosan. Ia mendongak sedikit, lalu menatap Mikayla dengan senyum tipis. "Apa hari ini hari kematianmu, Kak Mikayla?"
Mikayla terbatuk keras, darah menyembur ke sisi bantalnya. Tubuhnya melengkung menahan sakit, pandangannya mulai kabur.
"G-Gio..." lirihnya, menyebut satu-satunya nama yang terlintas dalam kesadarannya yang mulai menghilang.
Elsa menunduk sedikit, wajahnya mendekat ke Mikayla. Senyumnya menyeringai, seperti iblis yang puas menyaksikan korban terakhirnya.
"Selamat tinggal, Kak Mikayla. Semoga kau bahagia... di kehidupan berikutnya," bisiknya manis. "Biarkan aku menggantikan mu sekarang. Menjadi putri satu-satunya."
Air mata jatuh dari sudut mata Mikayla. Napasnya semakin pendek, namun mulutnya masih mampu bergetar mengeluarkan kalimat penuh makna.
"Kau... akan... dapat... balasan nya, Elsa..." gumamnya, nyaris tak terdengar.
Elsa justru tertawa kecil. Ringan, namun Mengerikan.
"Balasan?" ia mengedikkan bahu. "Aku tidak peduli. Toh kau akan mati sebentar lagi. Dan lucunya, semua orang mengira penyakitmu karena stres dan kerja keras."
Ia berjalan anggun keluar ruangan, tanpa menoleh lagi. Pintu menutup pelan di belakangnya.
Mikayla menatapnya lemah, napasnya tercekat. Dahinya berkerut.
"Kenapa? Kau kaget? Biar ku beritahu, karna kamu akan mati sebentar lagi,"
Elsa mendekat lagi, berbisik tepat di telinga Mikayla, penuh racun.
"Itu karena racun yang selama ini ku tabur dalam makanan dan minumanmu. Racun langka, tak terdeteksi oleh tes laboratorium. Aku membelinya di pasar gelap. Hanya untukmu."
Mikayla menatap Elsa dengan mata melebar, tubuhnya menegang. Tak percaya.
"Dah, aku pergi. Mau menikah dengan Kevin, tunanganmu dan sebentar lagi akan menjadi milikku. Hahaha."
Elsa melangkah pergi dengan anggun, menyibakkan gaun pengantinnya. Ia tidak menoleh lagi.
Pintu kamar sudah tertutup. Elsa telah pergi. TApi ucapannya masih menggema di kepala Mikayla seperti mantra kutukan.
Napas Mikayla semakin berat. Dada naik turun dengan susah payah. Rasa nyeri menusuk perutnya tak tertahankan. Tangan kanannya bergetar hebat saat mencoba meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping ranjang.
"Tolong..." bisiknya lirih. Mata basah, jemarinya dingin.
Dalam kesadarannya yang semakin menipis, ia masih punya secercah harapan. Harapan bahwa keluarganya, walau satu saja, ingat dan peduli. Bahwa ia bukan benar-benar sendirian. Tidak seperti apa yang dikatakan Elsa tadi.
Dengan gemetar, ia membuka kontak "Papa". Ikon foto pria paruh baya dengan senyum lebar terpampang di layar. Jemarinya menekan tombol hijau. Suara nada sambung terdengar. Satu kali... dua kali...
"Angkat, Pa... tolong!"
Tetap tak diangkat.
Air mata mengalir tanpa suara. Ia menatap layar yang kembali gelap, lalu mencoba lagi. Masih tidak dijawab. Ia tidak tahu bahwa ayahnya sedang tertawa bersama para tamu, bersulang untuk pernikahan Elsa.
Dengan lemas, Mikayla berganti ke kontak berikutnya: "Mama".
Nada sambung kembali terdengar.
"Ma... tolong, Ma..." suara Mikayla bergetar.
Lagi-lagi tak diangkat. Mungkin sang mama sedang sibuk membenarkan veil pengantin Elsa. Atau tertawa di meja bundar bersama keluarga Kevin.
Mikayla menggigit bibirnya, mencoba menahan isak. Tapi tubuhnya terlalu lemah. Air mata terus membanjiri pipinya yang pucat. Perutnya terasa seperti diremas dari dalam.
Namun ia belum menyerah. Ia membuka kontak Ryan, Kakak Pertama. Kakak sulungnya yang dulu sering menggendongnya saat kecil. Yang dulu selalu berkata, 'Kakak akan jaga kamu. Meskipun kamu sudah menikah'.
Dengan gemetar, ia menekan panggilan.
"Halo?" suara Ryan terdengar dari seberang.
"K-Kak... ini aku, Mikayla..."
"Mikayla? Kamu ganggu banget sih!" suaranya langsung naik satu oktaf. "Kamu tahu nggak aku lagi di pesta? Banyak tamu penting, dan kamu malah nelepon-nelepon!"
"Aku… aku di rumah sakit, Kak… aku... kesakitan..." suara Mikayla nyaris tercekat.
"Oh come on, Mik! Serius? Drama kamu nggak ada habisnya ya? Kamu pasti cuma cari perhatian karena Kevin nikah sama Elsa. Gedein hati dikit lah!"
"K-Kak, aku muntah darah, aku benar-benar kesakitan, kak." bisiknya, napasnya terputus-putus.
"Udah ah! Jangan bawa-bawa penyakit buat ngerecokin hari bahagia orang lain. Cukup ya! Jangan bikin malu keluarga!"
Klik.
Panggilan terputus.
Mikayla menatap layar kosong, matanya terbuka tapi tak melihat. Tangannya bergetar. Tubuhnya semakin menggigil, namun ia masih berusaha.
"Satu lagi… satu lagi..." gumamnya.
Ia membuka kontak Nathan - Kakak Kedua. Kakaknya yang lebih pendiam tapi selalu terlihat tenang. Hatinya berdoa... mungkin Nathan akan percaya.
Tombol hijau ditekan. Suara sambungan terdengar.
"Halo?" suara Nathan terdengar di seberang.
"Kak...Kak Nathan... ini aku... Mikayla..."
"Mik? Kamu kenapa?"
"Aku... aku di rumah sakit... perutku sakit... Bisakah kakak kesini?" suaranya lemah sekali.
Diam sejenak. Tapi bukan diam prihatin.
"Astaga Mikayla, kamu serius? Hari ini pernikahan Elsa dan kamu masih aja bikin ulah? Apa kamu pikir aku bakal percaya kamu? Kamu cuma mau ganggu acara ini kan?"
"Tidak, aku… sumpah… aku... sakit beneran..." isaknya tertahan. "Aku sendiri, Kak... tolong..."
"Udah cukup! Kamu nggak malu? Gedean dikit hatinya! Elsa lebih butuh perhatian hari ini. Dia hari ini menjadi pengantin, bukan kamu! Kalau kamu mau nangis, simpen buat diri sendiri!"
"Kak... aku... mohon..."
Klik.
Panggilan kembali terputus. Mikayla menatap ponsel yang tergelincir dari tangannya dan jatuh ke lantai. Tangisnya pecah, kali ini tak bisa dibendung. Isaknya lirih, tercekik, seperti suara bayi yang dibiarkan menangis sendirian dalam gelap.
“Kenapa…” bisiknya. “Kenapa kalian semua ninggalin aku…?”
Tubuhnya melunglai di atas ranjang. Monitor detak jantung mulai berbunyi tak stabil. Infusnya bergerak cepat, sementara wajah Mikayla memucat hebat. Darah kembali mengalir dari sudut bibirnya. Ia berjuang untuk tetap sadar.
Sementara itu, ponsel Mikayla di lantai menyala singkat. Satu notifikasi masuk dari grup keluarga,
"Selamat atas pernikahan Elsa dan Kevin! Sungguh pesta yang luar biasa!"
Tanpa satu pun menyebut nama Mikayla.
Suara mesin monitor semakin cepat. Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan keras. Dokter Gio berlari masuk, diikuti dua perawat.
"Mikayla!" serunya panik saat melihat darah di bantal dan tubuh Mikayla yang menggigil hebat.
"Gio..." bisik Mikayla lemah, setitik harapan yang tersisa di matanya.
Tubuh Mikayla makin lemah. Matanya sudah setengah tertutup, napasnya tak beraturan, dan suara monitor detak jantung mulai terdengar kacau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Nor Azlin
sungguh tidak dimengertikan yah anak yang mereka lahirkan jadi di bencikan begitu juga dengan saudaranya yang lain malah lebih memilih orang lain menjadi keluarga mereka ...sangat bodoh ni keluarga apa bagus nya si Elsa itu dari saudara kandung kalian begitu juga papa mama nya apa si bagus nya si Elsa itu padahal kamu itu telah melahirkan nya kedunia ini fadar bodoh ...sungguh malang si Mikyla nya terlahir dari keluatga yang tidak pernah menyayangi nya ...kalau ada kesempatan ksmu lebih baik menjauhkan diri dari kelusrga mu itu biar mereka tau rasa tu...lanjutkan thor
2025-07-10
1
pineeuid_
Bener. kamu terlalu baik di kehidupan ini. udah digituin tapi masih nyimpen harapan. wajar sih sbnrnya. tapi lebih baik nyerah deh. soalnya kesannya jadi nyakitin diri sendiri, sampe sekarat dan mati pula. smoga nanti kamu gak lagi berharap, biarin aja mreka, entah nyesel atau gak. bukan kejam, cuma biar gak sakit aja
2025-07-20
1
septiana
sungguh awal cerita yg mendebarkan... benar2 semua keluarga Mikhayla...ga ada yang berprikemanusiaan.😡
2025-07-12
0