 
            Sistem Bisnis Kecantikan Dunia Lain
Ruang operasi itu terang benderang, dinding putih mengilap memantulkan cahaya lampu LED yang nyaris tidak berbayang. Aroma antiseptik menyelimuti udara, tajam dan steril, seperti pertanda bahwa kesempurnaan harus lahir tanpa cela.
Dr. Carissa Neyara, dengan gerakan anggun nan presisi, merapatkan sarung tangan latex di kedua tangannya. Tidak ada ragu dalam gerakannya, hanya ketenangan mutlak seorang profesional yang telah mengukir ribuan wajah, menyentuh kulit demi kulit, dan menantang waktu dengan jarum serta pisau bedah sebagai senjatanya.
Di balik pintu kaca kedap suara, barisan pasien duduk menanti giliran mereka. Wajah-wajah gelisah, penuh harap, dan haus akan perubahan. Bagi mereka, Carissa bukan sekadar dokter. Dia adalah “dewi yang bisa menyentuh wajahmu dan menciptakan kembali takdirmu.”
“Filler bawah mata dan lifting halus di garis leher. Harusnya selesai dalam dua jam,” tutur Carissa ringan kepada asistennya, senyum profesional menghiasi bibirnya. Bagi Carissa, ini hanyalah prosedur harian, rutin, sederhana, nyaris otomatis.
Carissa adalah legenda di dunia estetika modern. Muda, memukau, brilian, dan mendirikan klinik termewah di Asia sebelum usianya menyentuh tiga puluh tahun. Orang-orang memanggilnya Dewi Transformasi, karena sentuhannya tidak pernah gagal menyulap wajah menjadi versi terbaik yang mungkin.
Namun, hari itu … ada sesuatu yang berbeda. Nyaris tak terlihat. Nyaris tak terdengar. Tetapi, Carissa merasakannya. Sebuah getaran aneh di udara, seolah-olah ruangan steril ini menahan napasnya sendiri.
Saat ia mulai menyuntikkan serum ke bawah kulit pasien, tangan yang biasanya setenang batu terasa disambut resistensi asing. Alat suntiknya yang telah digunakannya ribuan kali, bergetar halus. Lalu ... sebuah denyutan.
Jarum mikro berdenyut sendiri, seperti hidup.
Sebelum dia sempat bertanya, kilatan biru menyala dari ujung alat, lalu—
BRZT!
Satu letupan kecil, nyaris tidak terdengar, tetapi cukup untuk membuat semua sensor di ruangan berkedip. Rasa panas tiba-tiba meledak di dada Carissa. Seperti dibakar dari dalam.
Tubuhnya limbung, tangan melepas alat. Dunia berputar.
“Dokter Carissa?!”
“Panggil tim darurat!”
Teriakan, langkah tergesa, alarm medis berbunyi. Akan tetapi, suara-suara itu terasa semakin jauh. Semuanya memburam. Darah. Wajah panik. Dinding putih. Lantai yang mendadak terasa dingin.
Carissa terjatuh. Napasnya tercekat.
Kemudian … gelap.
***
Langit mendung menggantung rendah, menyimpan murka yang belum tumpah sepenuhnya. Rintik hujan turun tanpa ampun, menghantam tanah dan rerumputan bak ingin menghapus jejak dunia yang baru saja berubah. Di tengah hamparan lembab itu, terbaringlah sesosok tubuh perempuan. Diam, rapuh, dan hampir menyatu dengan kelamnya bumi.
Rambut panjangnya terurai tak beraturan, menyatu antara helai putih dan merah. Hujan terus membasahi wajah pucatnya, tetapi tidak sanggup menghapus luka menganga di dahinya, luka yang menjadi tanda bahwa dia telah melewati batas antara dua dunia. Gaun yang dikenakannya robek di banyak sisi, sobekannya liar, seperti bekas pertempuran atau pelarian.
Kemudian dari dalam kehampaan, suara asing mengalun dalam pikirannya, jernih dan bergema, seperti pantulan suara dari logam halus.
[Selamat datang di Kekaisaran Caelverin.]
[Proses penyatuan jiwa selesai.]
Kelopak matanya berkedut. Irama napasnya memburu, tersengal, seakan-akan paru-parunya baru saja ingat bagaimana cara bernapas. Dengan tubuh gemetar, gadis itu terlonjak bangkit dari tanah basah, matanya membelalak dalam kepanikan.
“A-Apa …? Ini di mana …?” Suara serak bercampur kebingungan. Kepalanya menoleh ke sekeliling, tetapi hanya disambut hutan berkabut dan langit kelabu. Tidak ada gedung rumah sakit. Tidak ada peralatan medis. Tidak ada suara manusia. Hanya alam liar yang terasa asing.
Tangannya meraba dahi, menyentuh darah yang nyaris berhenti mengalir, dan menyadari ini bukan mimpi.
Tubuhnya terasa berbeda. Dunia ini terasa salah.
Namun, yang paling membuatnya gentar bukanlah luka di kepalanya, melainkan fakta bahwa ia masih hidup dalam tubuh yang bukan miliknya. Dan yang berada dalam tubuh tersebut adalah Carissa.
"Siapa ... siapa sebenarnya pemilik tubuh ini?" Bola mata Carissa membulat sempurna penuh kegelisahan. Dengan jemari gemetar, dia menyentuh pipinya, lalu menyusuri garis wajah yang terasa asing di bawah sentuhan. Jemarinya merambat ke rambut, lalu berpindah ke lengan dan punggung tangan. Semuanya terasa kasar, penuh bekas luka yang tak dia kenali.
Kulit yang dulunya halus kini berubah menjadi ladang luka, penuh guratan, cekungan, serta bekas luka yang baru mengeras. Meski tanpa cermin, dia bisa merasakan ketidakseimbangan pada tulang pipi dan rahangnya. Ada bekas sayatan dalam. Ada jaringan parut tua. Ada bercak hitam memenuhi sekitar sisi muka kanan. Ada jerawat yang menyakitkan bahkan hanya disentuh angin.
Dia tahu. Wajah ini bukan miliknya. Dan bukan pula wajah yang dikenang oleh dunia.
“Tidak …,” gumam Carissa tertahan, penuh ketegangan yang meledak dalam dada. “Sungguh … aku hidup kembali di dalam tubuh orang lain? Seperti ini?” Suaranya pecah, setengah marah, setengah tidak percaya.
Carissa mengepalkan tangan. Napasnya memburu.
"Ini konyol! Ini ... tidak adil! Aku tidak bisa menerima ini!" Carissa berteriak dengan suara gemetar.
Hujan tiada henti membasahi tubuhnya, tetapi tidak cukup untuk mendinginkan gejolak dalam hatinya. Yang dulu dokter cantik, elegan, sempurna, kini terperangkap dalam tubuh yang porak-poranda, seperti sisa perang yang belum selesai.
“Aku akan mengutuk siapa saja yang berani membuatku menempati tubuh buruk rupa ini!”
Tring!
Sebuah bunyi nyaring, ringan, dan tajam, menggema di udara kosong seperti denting kristal pecah. Mendadak, di hadapan Carissa, sebuah layar holografis muncul begitu saja dari kehampaan, melayang, berpendar lembut dalam cahaya kebiruan.
Tulisan-tulisan berwarna emas perlahan terukir di permukaannya, seakan-akan ditulis oleh tangan tak kasat mata. Kalimat demi kalimat muncul dengan irama sistematis, diiringi bunyi denting mekanis yang terasa asing di dunia tanpa teknologi ini.
Carissa terperangah. Matanya membelalak.
“A-Apa ini …?” Tubuh Carissa mundur satu langkah, dia merasa layar itu bisa menyentuh atau bahkan menelannya hidup-hidup.
[Sistem Arcane Aesthetic]
[Pemilik Sistem: Dr. Carissa Neyara]
[Status: Penyatuan Jiwa Selesai]
[Tubuh Saat Ini: Mirelsha Caelverin — tuan putri yang terbuang, tubuh dalam kondisi rusak parah.]
[Lokasi: Kekaisaran Caelverin – Kawasan terasing, Timur Berkabut.]
Carissa terpaku. Pandangannya kosong, otaknya enggan bekerja sama dengan kenyataan yang menelanjanginya begitu cepat dan kejam. Dunianya runtuh dalam sekejap, dan kini, layar mengambang di udara berbicara padanya layaknya ini semua adalah bagian dari ... program?
Jantung Carissa masih berdebar tak karuan, dan untuk sesaat, dia merasa kehilangan pegangan pada kewarasan. Bagaimana mungkin seseorang bisa menerima semua ini dengan akal sehat utuh? Mati saat prosedur medis, kemudian bangun dalam tubuh asing, di tengah hujan, disambut oleh sistem holografik yang tidak masuk akal?
Tangan Carissa mengepal erat, kukunya hampir menusuk telapak tangan.
“Tenang, Carissa. Kau tidak bisa panik sekarang,” gumam Carissa, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada dunia. Ia menarik napas panjang, membiarkan udara lembab dan aroma tanah memenuhi paru-parunya.
"Ini ... mirip sesuatu yang pernah aku lihat.” Carissa lanjut bergumam, mencoba memusatkan pikiran. "Sistem, layar mengambang, misi … seperti game, kan? Ya ... seperti game."
Logikanya masih mencari pegangan, meski sangat tipis. Namun, justru itu yang dia butuhkan. Sedikit logika, untuk menjaga agar dirinya tidak tenggelam dalam kegilaan.
Sebelum dia bisa merangkai lebih banyak pikiran, suara baru menggema, lebih dalam, lebih menekan, seperti berasal dari benaknya sendiri.
[Proses pemindahan ingatan akan dimulai ....]
[Persiapan sinkronisasi: Pengetahuan medis → Sistem arcane aesthetic]
[Pemrosesan dimulai dalam 3... 2 ... 1 ....]
Tubuh Carissa menegang. Sepasang netranya terbelalak ketika cahaya biru dari layar menembus dahinya. Dalam sekejap, jutaan fragmen data, gambar wajah, nama senyawa kimia, prosedur medis, hingga teknik kontur wajah berputar seperti tornado di dalam benaknya. Dia terengah. Panas. Dingin. Pusing.
Kenangan hidup lamanya tidak lenyap, mereka sedang ditransformasikan bersama ingatan pemilik asli tubuh ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Mommy Ayu
baru Nemu nih Thor..... coba ikut dulu... semoga ceritanya seru ya...
semangat
2025-09-29
  0
Murni Dewita
👣
2025-09-16
  0