Sewa Kos

Mata Sandi melebar, begitu mendengar harga satu kamar kos yang sore itu dia datangi bersama Mak Jum.

"Segitu udah murah banget loh, Mbak! Apalagi udah full furnished. Mbak tinggal bawa diri dan koper aja. Tapi belum termasuk token listrik, ya Mbak!" ujar Mak Jum.

"Bangunan ini juga baru tahun lalu, jadi masih bagus dan bersih." Tambah Bang Ucup, penjaga kos. "Andai ini kosan boleh campur, mungkin penghuni sebelumnya bakal tetap tinggal di sini setelah menikah." Sambungnya.

"Sebentar, Bang! Saya balas pesan dulu." Sandi berdalih, agar bisa menjauh dari office girl kantor barunya dan penjaga kos. Dia hendak mengecek saldo rekening yang tersisa di M-banking pada gawai-nya.

Pindah secara mendadak dan belum menerima gaji bulanan dari pabrik, karena memang baru Jumat depan. Gaji bulanannya turun. Saldonya hanya tersisa satu juta lebih sedikit.

Lalu tangannya tanpa sengaja memegang kalung emas yang melingkar pada lehernya. Tapi masalahnya, sore begini di mana toko emas yang masih buka?

Sandi buta arah. Baru tadi pagi, dia menjejakkan kaki di Jakarta. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Langit sudah semakin gelap, dan terdengar suara gemuruh di atas sana. Pertanda akan segera turun hujan.

Tiba-tiba terlintas di kepalanya, nama rekan kerjanya beberapa tahun lalu. Orang sama yang dia gantikan di kantor pusat. Siapa lagi kalau bukan Mia Andani, tapi masalahnya. Mia baru saja melahirkan Jumat lalu. Masa dia harus merepotkan mantan rekan kerjanya itu. Tapi tidak ada pilihan baginya, tak mungkin juga Sandi meminta bantuan keluarganya di Malang. Dia sendiri sengaja mengajukan diri menggantikan Mia, demi menghindari mereka. Bahkan keberangkatannya saja, keluarganya tidak mengetahui.

"Mbak ..."

Sandi menoleh, mendapati Bang Ucup memanggilnya. "Sebentar, bang!" tanpa pikir panjang, dia menghubungi Mia. Masa bodoh andai dirinya dicap tak tau malu. Yang penting malam ini, Sandi tak tidur di jalanan.

Basa-basi ala kadarnya, Sandi sampaikan. Hingga dirinya menyampaikan maksud dan tujuannya, menghubungi istri dari sekertaris CEO perusahaan.

"Oke, kamu kirim aja nomor rekeningnya. Sekarang aku transfer, ya!!!"

Sandi menembuskan napas lega, saking leganya. Tanpa diminta, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Mbak Mia. Aku janji, Jumat malam aku balikin."

"Santai aja lagi! Kayak sama siapa, pokoknya kalau butuh bantuan. Jangan sungkan!"

"Sekali lagi terima kasih, Mbak!" sambil menempelkan ponsel pada telinganya, dia berkali-kali menunduk. Seolah orang yang bersangkutan berada di depannya.

Satu Menit berlalu, rekeningnya bertambah sesuai dengan nominal harga sewa kosan yang dia datangi.

Setelahnya, Sandi berbalik dan menghampiri dua orang yang tengah berbincang-bincang. "Bang, uang sewanya harus saya transfer kemana?" Tanyanya.

Bang Ucup menyebutkan beberapa digit rekening, yang khusus untuk pembayaran biaya sewa kosan.

"Kamarnya ada di lantai tiga, Mbak! Mari saya antar."

Sandi memang belum melihat terlebih dahulu kamar kos, yang nantinya akan dia tinggali kedepannya. Sandi percaya saja dengan perkataan Mak Jum.

Bang Ucup membuka pagar dan meminta Sandi serta Mak Jum untuk mengikutinya. Sembari menjelaskan peraturan apa saja, yang harus ditaati para penghuni Kos. Juga fasilitas bersama yang boleh digunakan para penghuni.

Tidak diperbolehkan membawa laki-laki ke dalam kamar. Tamu hanya boleh duduk-duduk di ruangan yang sudah disediakan di lantai satu. Lalu tidak boleh membuat gaduh dan mengganggu penghuni lain. Sementara fasilitas bersama, diantaranya dapur bersama yang ada di tiap lantai. Juga tempat mencuci pakaian berada di lantai tiga beserta tempat menjemur pakaian.

Selain Kamar, di lantai tiga. Terdapat beberapa pintu kamar kos dan juga dapur bersama.

Tiba di kamar kos. Sandi jadi paham, mengapa bisa harga sewanya semahal itu.

Karena sudah ada ranjang beserta kasurnya, meja belajar, lemari pakaian ukuran sedang dan kamar mandi dengan shower air hangat juga kloset duduk. Jangan lupakan pendingin ruangan dan free jaringan internet.

Bang Ucup undur diri terlebih dahulu, lelaki paruh baya itu hendak menerima telepon. Meninggalkan Mak Jum dan dirinya.

"Semoga Mbak Sandi betah di sini."

Sandi hanya menanggapi dengan ringisan. Dia ingat biaya sewanya sepertiga gajinya sebagai staf keuangan di pabrik. Tapi tak ada pilihan lain, ini lebih baik. Dari pada malam ini di tidur di pinggir jalan. Sandi tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya.

"Kalau Mbak Sandi tidak keberatan, untuk sementara ini. Mbak bisa ikut saya berangkat kerja, tapi ya gitu. Saya berangkat dari rumah jam tujuh kurang. Atau kalau mau naik ojol juga bisa, paling biayanya tidak sampai lima belas ribu. Kalau lagi promo bisa sepuluh sampai dua belas ribu aja." Terang perempuan bertubuh gempal yang tengah duduk di kursi.

Astaga, ini yang belum dia pikirkan. Ongkos menuju dan pulang kantor. Saat masih di pabrik, Sandi bisa berjalan kaki menuju mes atau naik motornya sendiri. Tapi masalahnya, motornya saja ada di rumah orang tuanya dan tak mungkin dia mengambilnya.

Kenapa dirinya tak memikirkan hal seperti ini, ketika mengajukan diri untuk pindah?

"Oh ya, mbak! Saya pulang dulu, udah magrib." Mak Jum bangkit dari kursi. "Kalau butuh bantuan, Mbak Sandi bisa hubungi saya. Gang rumah saya sekitar lima puluh meter dari sini."

Sandi merogoh tas ranselnya, guna mengambil dompet. Setidaknya dia ingin mengganti uang bensin, tapi ketika Sandi menyodorkan uang berwarna hijau dan cokelat. Mak Jum menolaknya secara halus.

Sepeninggal Office girl itu, Sandi berbaring di kasur yang belum dibalut sprei. Kata Bang Ucup akan diantarkan nanti, berikut bantal dan guling baru.

Dia menatap pendingin ruangan berwarna putih, yang letaknya menempel di dinding atas ranjang. "Ada uang, ada kualitas. Waktu di mes, kipas angin aja aku beli sendiri." Monolognya. "Semoga aja aku nggak masuk angin."

Sedang bermonolog, pintu kamar diketuk. Terdengar suara salam. Itu pasti Bang Ucup. Sandi bangkit dan melangkah ke arah pintu.

Lelaki yang sudah memakai baju Koko dan sarung serta kopiah itu, memberikan bantal dan guling serta sprei baru untuknya. Sandi mengucapkan terima kasih dan bertanya tentang rekomendasi kuliner makan malam di sekitar kos.

"Kalau mau mi rebus atau goreng, di depan kos ada jual. Tapi kalau mau makan di warung nasi, di seberang jalan juga enak."

"Terima kasih, Bang!" katanya sambil menutup pintu begitu penjaga kos meminta izin undur diri.

Mungkin nanti setelah dirinya menata baju-bajunya di lemari, dan mandi. Dia baru keluar untuk mencari makan malam.

***

Selesai Mandi, Sandi beranjak keluar dari Kamar. Tepat saat membuka pintu, dia berpapasan dengan penghuni kamar sebelah.

Sebagai orang Jawa yang menjunjung tinggi kesopanan dan keramahan, Sandi menyapa dan tersenyum. Namun setelahnya, dia justru tersenyum kecut karena tetangga kamarnya mengabaikannya. Sandi hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Apa yang pernah dia baca di sebuah artikel, mengatakan bahwa sebagian penduduk ibu kota hidup masing-masing dan tidak terlalu berbaur dengan orang sekitar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!