Bab 3 Makan Malam

Malam harinya...

Rumah besar keluarga Firman dipenuhi aroma masakan yang menguar dari dapur. Pelayan sibuk mondar-mandir merapikan meja makan panjang yang sudah dihias rapi dengan taplak putih bersih, peralatan makan lengkap, dan lilin kecil di tengah meja.

Lampu gantung kristal menyala terang menyorot suasana seperti acara jamuan resmi. Semua tampak sempurna di mata orang luar.

Tapi tidak di mata Naya.

Dari balik tirai lantai dua, Naya mengintip ke arah halaman depan. Jantungnya berdegup tidak karuan. Ia mengenakan dress polos warna navy pemberian Papanya, rambutnya disisir rapi oleh Mbak Santi, pembantu rumah yang paling dia percaya.

Mobil hitam berhenti di depan pagar.

Seorang pria paruh baya turun, diikuti oleh seorang wanita dengan kebaya elegan, lalu... seorang pria muda berseragam batik formal, wajahnya tegap dan sangat familiar.

Pak Alvan.

Dosen killer itu.

Naya tertegun.

“Gila… ini mimpi buruk dalam bentuk paling nyata.”

Tak lama, suara langkah kaki menggema. Pintu utama terbuka.

Pak Firman menyambut mereka dengan senyum penuh kehormatan. “Selamat datang, Pak Hermawan, Bu Rina... silakan masuk.”

Naya hanya bisa menatap dari tangga atas. Napasnya tercekat. Ia melihat Mama Mita menyambut tamu dengan senyum palsu yang lebih manis dari gula aren, lalu menoleh ke atas sambil melambaikan tangan.

“Naya, Sayang, turun yuk. Calonmu sudah datang.”

Calon suami?

Naya ingin kabur ke atap.

Dengan langkah pelan dan enggan, ia menuruni tangga. Sepanjang jalan turun dari tangga matanya dan mata Pak Alvan bertemu. Lelaki itu berdiri tenang seperti biasa, ekspresinya nyaris tak berubah tapi kali ini sedikit berbeda. dia seperti terkejut melihat naya.

Mereka berdua tak berkata apa-apa. Hanya saling menatap. Sejenak waktu terasa melambat.

Pak Firman memperkenalkan dengan bangga.

“dante ini bukan hanya dosen di kampus kamu, Nay. Dia juga anak sahabat Papa yang sudah Papa percaya sejak dulu.”

Ibu Mita menyambung, “Dan kalian... cocok. Sangat cocok.”

Naya tersenyum. Palsu. Sangat palsu.

Ia menjabat tangan tamu satu per satu, termasuk Pak Alvan. Tangannya dingin, dan Kaku.

Dan dalam hati, ia menjerit

“Kenapa harus dia, Tuhan?”

Ruang makan keluarga Firman malam itu tampak megah dan rapi. Meja makan besar sudah dihias dengan lilin aroma vanilla, taplak mahal dari luar negeri, dan hidangan berjejer yang nyaris tak tersentuh.

Pak Alvan dan kedua orang tuanya duduk dengan tenang, menjaga sikap. Naya duduk di seberang, diam-diam menggenggam sendok seperti hendak mengayunkannya ke langit-langit.

Percakapan berlangsung canggung. Yang bicara hanya orang tua.

Sampai akhirnya, di tengah-tengah pujian manis dari Ibu Mita tentang betapa “serasinya” Naya dan Alvan, api kecil dalam dada Naya meledak juga.

Ibu Mita, dengan nada santai namun menyindir, berkata pelan, “Naya ini memang suka keras kepala, tapi nanti kalau sudah ada suami yang menuntun, pasti bisa lebih... terarah.”

Ia menyisipkan tawa kecil seolah-olah kata-katanya itu lelucon manis. Padahal, semua orang tahu siapa yang sedang disindir.

“Iya, kan, Naya?” tambahnya sambil melirik ke arah putri tirinya yang duduk di ujung meja, sendok masih dalam genggaman erat.

Naya hanya menatap balik. Wajahnya tenang, tapi matanya... dingin.

Ia tidak membalas langsung. Hanya menyandarkan tubuh ke kursi, lalu berkata pelan, namun terdengar jelas:

“Daripada mengatur masa depan orang lain, lebih baik urus cara bersikap di depan meja makan.”

Hening. Bahkan denting sendok pun berhenti.

Pak Firman mengangkat alis, tidak percaya dengan kalimat itu. Tapi Ibu Mita masih bisa menjaga senyum manisnya. Bibirnya mengatup sedikit, menahan reaksi.

“Oh... mama cuma khawatir, Sayang,” katanya tetap lembut. “Kamu kan masih muda. Perlu banyak bimbingan, apalagi kalau nanti jadi istri dosen.”

Naya menyeringai. Senyum sinis yang sudah lama ditahannya akhirnya keluar juga.

“Dan saya rasa jadi istri dosen bukan berarti harus dibentuk sesuai selera orang lain yang bahkan bukan bagian dari hidup saya.”

Pak Firman menatap Naya tajam. “Naya, jaga ucapanmu!”

“Sudah Papa bilang dari awal, jangan mempermalukan keluarga!”

Naya meletakkan sendoknya dengan pelan. “Naya tidak mempermalukan siapa-siapa, Pa. naya hanya membela diri dari yang terlalu sering menilai tanpa melihat siapa diri naya sebenarnya.”

Semua mata menoleh padanya,Termasuk Alvan.

Untuk pertama kalinya malam itu, pria itu bicara.

Suara baritonnya tenang tapi tegas.

“Bolehkah saya bicara?”

Pak Firman menoleh. “Ya tentu saja boleh.”

Dante menatap Naya, lalu berkata, “Sebenarnya saya juga baru tahu soal perjodohan ini dua hari lalu. Saya sempat berpikir, ini ide konyol. Menikah tanpa cinta... hanya karena koneksi orang tua.”

Ia menoleh ke orang tuanya. “Tapi sekarang saya paham. Yang lebih konyol adalah memaksa seseorang menerima sesuatu yang bahkan tidak pernah ia setujui.”

Naya sedikit terkejut. Tapi tak menampakkannya.

Alvan kembali bicara, kali ini tenang tapi dalam.

“Saya tidak keberatan membatalkan semua ini... kalau memang kamu tidak menginginkannya, Naya.”

Semua mata tertuju pada pria itu, termasuk kedua orang tuanya.

Pak Hermawan ayah Alvan meletakkan garpu perlahan dan menatap Pak Firman dengan anggukan tenang.

“Fir, kami tahu kamu sangat berharap hal ini berjalan sesuai rencana. Tapi kami juga tidak ingin anak kami menikah dalam tekanan. Kalau Naya belum siap, lebih baik jangan dipaksakan.”

Ibu Rina, ibu Alvan, ikut bicara sambil menatap Naya dengan tatapan yang lebih lembut daripada siapa pun malam itu.

“Anak perempuan seharusnya menikah dengan bahagia, bukan karena takut mengecewakan orang tuanya.”

Pak Firman menegang. Ia menatap satu per satu tamunya dengan rahang mengeras, sebelum akhirnya mencoba tersenyum senyum yang dipaksakan setengah mati.

“Oh... baiklah. Kalau memang itu pendapat kalian... tidak apa-apa.”

Tapi nadanya jelas kecewa,sangat kecewa.

dante menoleh ke Naya sebentar. Hanya sekejap. Tidak bicara apa-apa.

Beberapa menit kemudian, acara makan malam berakhir tanpa kata perpisahan yang hangat. Tak ada tawa. Tak ada rencana lanjutan. Hanya ucapan sopan penuh formalitas, dan langkah kaki tamu yang terdengar pelan menjauh dari pintu utama.

Saat mobil keluarga Alvan menyalakan mesin dan bergerak pergi, badai sesungguhnya baru dimulai.

Di ruang tengah, Pak Firman berdiri membelakangi jendela, wajahnya merah padam.

Naya baru saja hendak berjalan ke arah tangga saat suara ayahnya menggelegar:

“Berhenti di situ!”

Langkah Naya terhenti.

“Papa malu! Kamu mempermalukan keluarga ini di depan tamu spesial papa! Apa kamu pikir bisa seenaknya bicara begitu?!”

Naya menoleh, berani, tapi wajahnya sudah sedikit pucat. “Aku hanya membela diriku, Pa. Aku nggak minta dijodohkan, dan aku bukan barang lelang.”

“Kurang ajar!”

Pak Firman melangkah cepat ke arahnya. Tangannya terangkat, mata penuh amarah.

Plak!

Bukan pukulan. Tapi suara telapak tangan yang ditahan keras oleh seseorang.

Ibu Mita berdiri di antara mereka.

“Mas! Jangan!” serunya, menahan tangan suaminya. “Jangan kasar sama Naya!”

Pak Firman terkejut. Tapi amarahnya belum surut.

“anak ini kurang ajar! Dia mempermalukan kita semua!”

“Mas... dia anak perempuan, dia belum tahu apa-apa,” suara Ibu Mita dibuat sesedih mungkin, seolah melindungi. Tapi di balik punggungnya, matanya sekilas melirik ke Naya tatapan dingin, menang.

Naya menggigit bibirnya. Ia tahu itu bukan tindakan untuk melindungi nya Itu manipulasi.

Seolah berkata, “Kau selamat malam ini... tapi bukan karena keberuntungan mu.”

Pak Firman menghela napas kasar. Tangannya mengepal. Lalu melangkah menjauh sambil menggerutu, “Kamu bikin malu, Naya... kamu sudah keterlaluan.”

Naya berdiri di tangga, tubuhnya gemetar. Tapi bukan karena takut. Melainkan karena marah.

“Aku nggak akan jadi boneka, Pa. Sekali pun.”

Dan malam itu, meski rumah keluarga Firman tetap berdiri kokoh… hati Naya runtuh sedikit demi sedikit. Tapi dari reruntuhan itu, tekadnya mulai tumbuh. Ia akan melawan.

Pelan. Tapi pasti.

___

🍒🍒🍒

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!