Keesokan paginya, Kang Mardi dan Mbok Narti tercengang menatap berbagai bahan masakan di dapur telah siap untuk diolah. Mengingat bahwasanya Mardi sering kali bangun kesiangan, Mbok Narti membatin pasti semua ini adalah perbuatan Wira.
Mbok Narti tersenyum. Anak itu memang selalu rajin, tetapi ia masih merasa heran sebab rasanya saat ini masih terlalu pagi. Ketika itulah Mbok Narti menyadari Kang Mardi tengah menyantap segelas minuman hangat.
“Heh Mardiiii!” tegur Mbok Narti sambil menjewer kuping pria itu, “Kok enak ya kamu …. hm …? Bantu siapkan sarapan dulu!”
...***...
Sementara itu, sebagaimana biasanya, para murid dan pendekar di perguruan sedang melakukan sesi pertama dari program latihan harian mereka, yaitu latihan fisik.
Tiap-tiap kelompok murid akan melakukan aktivitas sesuai dengan yang diinstruksikan oleh guru pembimbing masing-masing. Di bawah bimbingan Alang Ganendra yang merupakan seorang pendekar tingkat tinggi, para murid senior harus berlari naik dan turun gunung sebagai menu latihan fisik hari itu.
Walaupun merasa cukup lelah karena tak bisa tidur semalaman, Wira tetap mengikuti sesi latihan itu seperti biasanya. Akan tetapi, hari ini, ia tak sekadar ingin menghormati Ketua Raksala. Meski masih meragukan alasan sebenarnya, Wira merasa ia harus lebih giat berlatih agar menjadi lebih kuat lagi.
Setelah sesi latihan fisik, para murid diperbolehkan melakukan sarapan pagi sebelum melanjutkan latihan untuk sesi berikutnya. Kali ini, Nala dan Ratnasari tidak menemukan Wira di ruang makan tempat mereka biasa sarapan bersama.
Sebelum bertemu dengan keduanya, Wira sengaja pergi ke perpustakaan perguruan. Ia ingin mencari buku yang mungkin dapat berguna bagi peningkatan kemampuan bela dirinya.
Buku-buku tentang seni bela diri dibagi menjadi tiga golongan, yaitu seni bela diri tingkat rendah, tingkat menengah, dan tingkat tinggi. Di setiap perguruan mereka yang masih berstatus murid biasanya hanya diperbolehkan mengakses buku seni bela diri tingkat rendah.
Baru setelah memasuki ranah pendekar, mereka dapat meminjam buku seni bela diri tingkat menengah dan tinggi, sesuai dengan kemampuan dan instruksi dari guru pembimbing masing-masing. Peraturan ini dibuat untuk mencegah terjadinya cedera akibat kesalahan dalam pelatihan yang dapat membahayakan nyawa dan masa depan seorang seniman bela diri.
Wira menelusuri rak-rak yang ada di area buku seni bela diri tingkat rendah. Sampai hari ini, ia telah mempelajari dua teknik bela diri tingkat rendah, yaitu teknik alas angin, yang merupakan teknik meringankan tubuh, dan juga jurus tinju bayangan, sebuah teknik pukulan yang menitikberatkan pada kecepatan.
Wira berpikir dua teknik itu dapat saling melengkapi sehingga bisa menutupi kelemahannya dalam aspek kekuatan. Namun, hingga saat ini Wira belum berhasil menguasainya sampai pada tingkat sempurna. Ia pun berprasangka bahwa alasan untuk hal itu adalah sumber daya yang dikonsumsinya selama ini kurang memadai.
Akan tetapi, kini Wira sungguh ingin membuang jauh-jauh prasangka tersebut. Jika ia memang sungguh membutuhkan sumber daya yang lebih baik, ia harus bisa mendapatkannya sendiri. Jika ingin mendapatkannya sendiri, ia harus memiliki cukup uang.
Untuk mendapatkan uang, salah satu caranya adalah dengan menjalankan misi karena perguruan pun menyediakan komisi dan nilai kontribusi bagi anggotanya yang telah menyelesaikan misi.
Kini, Wira mulai berpikir untuk mengambil lebih banyak misi dan agar dapat menyelesaikan misi-misi yang akan diambilnya, ia harus menjadi lebih kuat dari saat ini.
Di sisi lain, Wira pun menyadari kelemahannya terletak pada kemampuan pengolahan tenaga dalam. Sebagaimana murid senior pada umumnya, ia telah memiliki 15 lapisan tenaga dalam, tetapi ia tak dapat mengatur penggunaan tenaga dalam tersebut sehingga kerap kewalahan dalam pertarungan.
Maka, ia berniat mencari sebuah buku yang berisi panduan olah tenaga dalam yang biasanya dilakukan lewat olah pernapasan dan meditasi. Namun, di area buku seni bela diri tingkat rendah ini, sepertinya akan sulit menemukan petunjuk selain teknik pernapasan dasar yang biasanya.
Saat Wira hampir menyerah, tanpa sengaja ia melihat sebuah kitab bersampul cokelat di sudut salah satu rak. Ia mengambil buku tersebut dan mengamatinya. Tak ada judul apa pun baik pada sampul depan maupun belakangnya.
“Ah, di situ rupanya!”
Terkejut mendengar suara itu, Wira seketika siaga karena mengira itu adalah Barda dan kawan-kawannya, tetapi saat mendapati Nala berada di ujung rak, ia menjadi tenang kembali.
“Woo … tenang …,” kata Nala yang terengah-engah karena sepertinya telah mencari Wira ke mana-mana.
“Maaf tadi aku tak sarapan bareng kalian.” Wira berjalan mendekati Nala.
“Tak masalah, tapi sekarang kita harus ke aula utama. Ada pengumuman penting.”
“Hah?”
“Sepertinya …, ini tentang perburuan tahunan.”
“Oh …, baiklah. Ayo.”
Keduanya pun bergegas menuju aula utama. Saat berjalan bersama Nala, Wira baru menyadari kalau ia masih membawa buku usang yang tadi ditemukannya. Ia ingin mengembalikannya, tetapi mengingat pentingnya pertemuan ini, ia pun memutuskan untuk menyimpan buku itu dulu dan akan mengembalikannya nanti.
...***...
Wira dan Nala bergabung dengan Ratnasari yang telah lebih dulu berada di aula utama dalam barisan murid senior. Di depan aula, para guru berdiri berjajar. Dari kiri ke kanan, Wira dapat melihat Alang Ganendra, Sasi Puspita, Harya Tama, Gayatri Puspa, juga para pendekar lain dari perguruan.
Menariknya, tak lama kemudian, terlihat dua orang lagi dalam jajaran tersebut. Mereka adalah Ki Damar, sang wakil ketua perguruan yang juga ayah dari Ratnasari, dan yang membuat Wira terkejut, adalah Ketua Raksala sendiri.
“Ternyata, ketua sudah kembali.” batin Wira. Ada kelegaan dalam hatinya melihat sosok Ketua Raksala tampak sehat dan baik-baik saja.
“Perhatian Semuanya!” Ketua Raksala memulai penyampaiannya, “Seperti yang mungkin kalian semua telah ketahui, dalam waktu satu bulan lagi, Perguruan Rantai Emas akan mengadakan misi bersama, yaitu misi perburuan tahunan. Misi ini akan diikuti seluruh murid senior dan sebagian murid junior yang berpotensi dan telah dinilai siap. Namun, ada sedikit perubahan dalam misi perburuan tahun ini.”
Kasak-kusuk mulai terdengar di antara para murid. Tak sedikit yang mempertanyakan bagaimana perubahan yang dimaksud oleh Ketua Raksala.
Ketua perguruan menjelaskan bahwa perubahan tersebut berhubungan dengan keamanan wilayah sekitar perguruan itu berada. Menurut informasi, akhir-akhir ini, terjadi cukup banyak tindak kejahatan dan semacamnya yang mengganggu keamanan desa-desa dan sejumlah kota di wilayah timur Pulau Daksina.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kembali keamanan pada wilayah tersebut, yang akan menjadi target perburuan tahunan kali ini bukan hanya hewan buas yang keberadaannya mengganggu atau meresahkan warga, melainkan juga siluman dan para bandit atau pelaku kejahatan yang beraksi di wilayah tersebut.
Informasi ini memicu berbagai reaksi dari para murid. Bisik-bisik dan pembicaraan mulai berdengung memenuhi aula utama. Wira, Nala, dan Ratnasari hanya saling bertukar pandang saat mendengar hal itu. Ketiganya memilih untuk menyimak penjelasan Ketua Raksala lebih lanjut.
“Untuk itu,” Ketua Raksala melanjutkan, “Pembagian kelompok dalam misi perburuan ini pun akan ada perubahan. Para pendekar perguruan akan berperan lebih, tidak hanya sebagai pendamping dan pengamat, tetapi juga sebagai pemimpin, pelindung dan penanggung jawab. Di samping itu, Kerajaan Suranaga pun telah mengirimkan pasukan dalam rangka membantu misi tahunan kita ini.
“Segala hal yang terkait dengan target perburuan, area misi, dan pembagian tugas dengan prajurit kerajaan, akan disampaikan setelah pembagian kelompok yang akan diumumkan besok setelah sesi latihan terakhir.
“Selain merupakan kesempatan bagus bagi murid-murid Perguruan Rantai Emas untuk mencari pengalaman, hal ini juga dapat menjadi awal bagi kiprah kalian dalam dunia persilatan. Meski demikian, keselamatan kalian semua tetap menjadi prioritas utama. Untuk itu, kalian harus tetap mematuhi instruksi dari para guru dalam kondisi apa pun.”
Sebagian besar murid yang hadir di aula utama bersorak dan bertepuk tangan usai pengumuman dari Ketua Raksala itu. Hampir semuanya tak sabar ingin menunjukkan kebolehan masing-masing. Sebagian bahkan berpikir untuk memanfaatkan hal ini sebagai kesempatan melambungkan nama perguruan. Barda, Mahendra, dan Sularsa termasuk dalam golongan ini.
Meski demikian, ada pula yang mendadak kehilangan kepercayaan diri karena merasa belum cukup memiliki kemampuan untuk menjalani misi ini, khususnya jika harus menghadapi siluman atau penjahat.
“Woy Wira! Awas kalau kau hanya jadi beban saja, hahaha!” kata-kata Barda itu memancing tawa dari beberapa murid lainnya.
Ratnasari sudah hendak mendatangi Barda untuk memberinya pelajaran, tetapi Wira mencegahnya. Sementara itu, Nala hanya menatap tajam kepada Barda dan murid-murid yang ikut mengolok-olok Wira. Jika tadi Wira tak mencegah Ratnasari, Nala pasti sudah menyusul dan mengikuti apa pun yang akan dilakukan oleh gadis itu.
“Sudah …, abaikan saja mereka.” kata Wira sambil tersenyum tipis pada dua temannya.
Sebenarnya, perubahan pada misi perburuan kali ini memang sempat membuat Wira tidak percaya diri, tetapi memandang Nala dan Ratnasari, niatnya untuk menjadi lebih kuat pun semakin kuat pula. Paling tidak, ia tak ingin menjadi beban bagi kedua temannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments