Tempat Asing

Cha Yuri terkejut.

"(Uhuk... uhuk... ini... ini... di mana?)" gumamnya terbata-bata sambil terbatuk-batuk.

Matanya menyapu sekeliling, melihat orang-orang mengerumuninya.

"Nona, syukurlah Anda selamat. Aku takut Anda tidak akan membuka mata lagi," ucap seorang pelayan wanita dengan nada sedih.

"Putriku... syukurlah kau selamat. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu," kata seorang pria paruh baya, matanya berkaca-kaca.

Cha Yuri menatap mereka bingung.

"Tunggu?! Nona? Putriku?! Ah... kepalaku... pusing sekali," gumamnya pelan sebelum kehilangan kesadaran lagi.

"Nona... bangun... nona..." Pelayan wanita itu menggoyangkan tubuh Cha Yuri dengan cemas.

Cha Yuri pun dipindahkan ke kamarnya dari halaman taman. Seorang tabib memeriksa denyut nadinya.

"Keadaannya sudah stabil. Aku akan meresepkan obat untuk memulihkan stamina-nya," ucap tabib itu, yang usianya tidak jauh berbeda dari Cha Yuri.

Pelan-pelan Cha Yuri membuka mata. Ia melirik sekeliling, menyadari dirinya masih berada di tempat asing.

"(Uhuk... uhuk...) Dimana aku...?" tanyanya sambil berusaha bangkit perlahan.

"Ini kamarmu, Liangyi. Tabib sudah memeriksamu, dan kau baru saja melewati masa kritis. Istirahatlah lebih dulu, jangan banyak bergerak. Pelayanmu akan mengurus semua keperluanmu," ucap pria paruh baya itu tegas.

Setelah itu, ia dan tabib meninggalkan ruangan. Pelayan wanita itu tetap berdiri di dalam, menunggu perintah.

Cha Yuri mengerutkan kening. "Liangyi...? Siapa? Ah... kepalaku sakit lagi..." Ia memegang kepalanya dengan kedua tangan. Potongan-potongan ingatan asing berkelebat di benaknya.

"Siapa dia...? Kenapa aku merasa seperti terhubung dengannya?" gumamnya pelan sambil melirik ke arah sebuah cermin di sudut ruangan.

Cha Yuri bangkit, berjalan menuju cermin itu. Begitu melihat pantulannya, ia terbelalak dan terjatuh terduduk, tangannya memegang bingkai kaca.

"Nona! Anda baik-baik saja?" tanya pelayan itu cemas.

Cha Yuri bangkit perlahan, masih menatap cermin itu.

"Si... siapa itu?!" serunya sambil menunjuk pantulan di dalam cermin.

"Maafkan saya, nona. Saya... saya pantas dihukum. Tapi hanya ada bayangan nona di cermin itu," jawab pelayan itu sambil berlutut, menundukkan kepala.

"Apa?! Tidak mungkin! Ini pasti mimpi!" seru Cha Yuri. Ia menampar pipinya cukup keras.

"Aw! Sakit sekali..." keluhnya sambil mengusap pipinya.

"Jadi ini... bukan mimpi..." suaranya bergetar, lalu ia mulai terisak.

"Nona... kenapa menangis? Apakah tubuh Anda sakit?" tanya pelayan itu penuh perhatian.

Tiba-tiba Cha Yuri terdiam. Ia menatap pelayan itu, ingatannya mulai menyatu—pelayan ini adalah Xiao Jie, orang kepercayaan Liangyi yang sudah dianggap seperti saudara sendiri.

"Aku tidak apa-apa... Xiao Jie, siapkan air. Aku ingin mandi," ucapnya tenang.

"Baik, nona." Xiao Jie segera menyiapkan air mandi, lalu berjaga di luar.

Di dalam bak mandi, Cha Yuri merendam tubuhnya sambil bergumam, "Jadi sekarang aku adalah Liangyi... anak dari saudagar terkaya nomor satu di kota Qingtian." Ia menarik napas panjang. "Baiklah... mari kita mulai hidup di tempat asing ini dengan tenang."

 

Selesai membersihkan diri, Cha Yuri kembali ke kamar.

"Xiao Jie, waktu terakhir aku terbangun di taman... apa yang sebenarnya terjadi padaku?" tanyanya penasaran.

"Apakah nona tidak ingat?" tanya Xiao Jie ragu.

"Kalau aku ingat, untuk apa aku bertanya? Aku mengingat kenangan lain, tapi tidak peristiwa itu," jawab Cha Yuri tegas.

Xiao Jie menelan ludah, lalu berkata pelan, "Sebelum nona tidak sadarkan diri, nona bertengkar dengan Nona Lingyun di pinggir kolam. Saya tidak tahu apa yang dibicarakan, karena posisiku cukup jauh. Tapi nona terlihat marah. Setelah itu, ketika hendak pergi, nona terjatuh ke kolam. Saya berlari menghampiri, tapi tidak mampu menolong. Jadi saya memanggil orang lain..."

"Siapa yang kau panggil?" potong Cha Yuri cepat.

"Tuan muda Xuanjun. Kebetulan dia sedang berada di sekitar kediaman. Kalau bukan dia, mungkin... saya tidak akan bertemu nona lagi..." ucap Xiao Jie, mulai menangis sambil menyeka matanya.

Cha Yuri menghampirinya, menepuk pundaknya pelan. "Tenanglah, aku baik-baik saja. Aku masih di sini bersamamu."

"Nona... maafkan aku. Aku tidak akan mengulangi kesalahan ini," ucap Xiao Jie, memegang tangan Cha Yuri.

"Xiao Jie, mulai sekarang kau tidak perlu bersujud atau menunduk padaku. Aku menganggapmu seperti saudaraku sendiri. Setidaknya, lakukan itu kalau hanya ada kita berdua," ujar Cha Yuri sambil menggenggam tangan pelayannya.

Xiao Jie menatapnya, matanya berbinar. "Nona..."

"Baiklah, sudah larut. Aku ingin beristirahat. Kau juga pergilah tidur," kata Cha Yuri sambil berjalan menuju ranjang.

"Baik, nona." Xiao Jie keluar kamar.

Dengan mata yang lelah, Cha Yuri berbaring. Begitu memejamkan mata, ia pun langsung terlelap.

Terpopuler

Comments

Murni Dewita

Murni Dewita

nyimak

2025-06-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!