Melawan Takdir Penulis
"Ting..."
Suara pintu minimarket terbuka. Angin dingin ikut masuk bersamaan dengan langkah seseorang yang berwajah pucat, matanya tajam, dan ekspresinya sulit dibaca. Tatapannya membuat bulu kuduk berdiri.
Cha Yuri, yang sedang merapikan barang di dekat kasir, hanya melirik sekilas sebelum buru-buru memalingkan wajah. Pelanggan itu berjalan pelan, menyusuri lorong minimarket sambil mengambil beberapa barang. Gerakannya teratur tapi terasa... janggal, seperti tidak benar-benar mencari barang.
"Totalnya empat puluh enam ribu, Tuan," ucap Cha Yuri datar, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyaman.
Pelanggan itu menyerahkan uang pecahan lima puluh ribu. Cha Yuri memberikan kembalian, tapi pria tersebut hanya menatap uang itu tanpa berusaha mengambilnya. Tanpa mengucap sepatah kata pun, ia memutar badan dan keluar dari minimarket.
"Tuan, tunggu...!" seru Cha Yuri, meninggalkan meja kasir dan melangkah cepat ke luar. Udara di luar minimarket lebih dingin dari biasanya, membuatnya menggosok lengannya. Ia menoleh ke kiri dan kanan, matanya mencari sosok itu. Tapi jalanan kosong. Sunyi.
(Aneh... kemana orang itu pergi? Padahal baru saja di depan mataku...) pikirnya, sedikit merinding.
Ia kembali ke dalam, menyimpan uang kembalian itu di laci kasir. Siapa tahu pria tadi kembali untuk mengambilnya.
---
Waktu berlalu. Jam kerjanya selesai. Meski baru pukul empat sore, langit sudah gelap pekat. Awan mendung menggantung berat seperti siap menumpahkan hujan kapan saja. Angin bertiup membawa aroma tanah basah.
Cha Yuri berjalan cepat di trotoar. Sesekali ia menoleh ke belakang, merasa seperti diikuti. Namun, setiap menoleh, hanya ada jalan kosong dan lampu-lampu jalan yang redup.
Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Sosok pria pelanggan minimarket itu berdiri di depan, seolah menunggunya.
"Tunggu... ini untukmu," ucapnya pelan namun jelas, sambil mengulurkan sebuah cermin kuno berbingkai kayu berukir bunga-bunga. Permukaannya berkilau samar, seperti memantulkan cahaya yang tidak berasal dari sekitar.
"U-untuk... apa ini, Tuan?" tanya Cha Yuri terbata-bata, matanya tidak lepas dari cermin itu.
Pria itu hanya tersenyum tipis. Sebelum ia menjawab, tubuhnya memudar, lalu lenyap begitu saja—seperti asap tertiup angin.
"Ah! Kemana dia pergi?!" serunya, panik. Ia menoleh ke kiri, ke kanan, bahkan ke belakang, tapi tak ada siapa pun. Jalanan semakin terasa sunyi.
Dengan napas yang mulai berat, Cha Yuri memeluk cermin itu erat dan mempercepat langkah menuju rumah.
---
Sesampainya di rumah, keheningan menyambutnya. Lampu-lampu masih mati. Ia menyalakannya satu per satu, mengusir gelap yang menempel di sudut-sudut ruangan.
"Haa... apa Ibu dan Ayah lembur lagi? Mereka terlalu sibuk sampai lupa kalau punya anak satu-satunya," keluhnya, sambil menghela napas panjang. Ia membuka lemari es, mengambil minuman kaleng yang dinginnya menusuk telapak tangan.
Di kamar, ia meletakkan minuman di meja lalu meraih ponsel. Ia mengetik pesan untuk sahabatnya.
Cha Yuri: "Hei Funny, lagi apa?"
Funny: "Aku lagi di lounge."
Cha Yuri: "Hidupmu enak sekali. Aku mau cerita sesuatu..."
Funny: "Ada apa? Ceritain, jangan bikin penasaran."
Cha Yuri: "Aku ketemu orang aneh. Dia pelanggan minimarket tempat aku kerja, terus pas aku pulang, dia cegat aku dan kasih cermin kuno."
Funny: "Apa ini tren baru buat nyatain cinta? Mungkin dia tertarik sama kamu."
Cha Yuri: "Bukan! Dia menakutkan. Dan dia udah dua kali menghilang tanpa jejak. Aku takut."
Funny: "Hah?! Serius? Wah, mungkin dia bisa sihir."
Cha Yuri: "Udahlah... nggak guna cerita ke kamu."
Funny hanya membalas dengan stiker jutek.
---
Cha Yuri menatap cermin kuno itu di meja. Ukirannya begitu detail, seolah dibuat dengan tangan yang sangat terampil.
"Cermin yang cantik... tapi, apa tujuannya memberikannya padaku?" gumamnya.
Saat ia menatap permukaannya, Cha Yuri mengernyit. Pantulan di cermin itu semakin lama semakin terang—bukan pantulan dirinya, melainkan cahaya putih yang berputar seperti pusaran air.
"Apa-apaan ini?!" suaranya bergetar.
Cahaya itu tiba-tiba memanjang seperti tangan, menarik tubuhnya masuk. Cha Yuri menjerit, namun suaranya teredam, lenyap bersama tubuhnya ke dalam cermin.
---
Ia membuka mata. Tubuhnya terasa berat, seperti baru saja jatuh dari ketinggian. Sekelilingnya dipenuhi orang-orang berpakaian kuno—kimono, hanbok, dan jubah-jubah panjang. Aroma dupa bercampur bunga tercium di udara.
Mata-mata asing menatapnya, beberapa penuh rasa ingin tahu, beberapa... waspada.
Cha Yuri menggenggam cermin itu di dadanya. Hatinya berdegup kencang.
(Di mana ini... dan kenapa semua orang melihatku seperti itu?)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Proposal
Bagus Kaka🌟💫, jangan lupa mampir karyaku juga yaa🥰🙂↔️
2025-06-16
1
Murni Dewita
👣
2025-06-22
1