Sudah beberapa bulan sejak terselesaikannya masalah pencemaran nama baiknya, dan Ralfa masih bingung mengapa tiba-tiba buku hariannya bercahaya dan menghilang. Saat ini, Ralfa baru saja selesai mengikuti UAS dan sekarang sedang menjalani minggu terakhir di kelas 10 sebelum liburan semester. Dia merasa lega karena ujian telah berlalu, tetapi pikirannya masih dipenuhi dengan pertanyaan tentang buku harian misteriusnya.
Pagi itu, Ralfa sedang berbincang-bincang dengan salah satu temannya, Dika, sebelum kelas dimulai. Mereka membahas rencana liburan yang akan datang ketika ketua kelas, Rina, mendekati mereka dengan ekspresi serius. "Hey Ralfa, apa kamu tidak ingin menemui dia?" tanyanya sambil melihat ke arah pintu masuk kelas.
Ralfa mengikuti arah pandang Rina dan melihat Adelia yang sedang mengintip ke dalam kelas. Ralfa merasa sedikit canggung. "Tidak, mungkin dia ada perlu dengan seseorang di kelas kita?" jawabnya, berusaha terdengar santai.
Rina menggelengkan kepala. "Dan seseorang itu adalah kamu. Mungkin dia ingin meminta maaf dan berterima kasih tentang kejadian itu," ujarnya, menatap Ralfa dengan penuh harapan.
Ralfa mengernyitkan dahi. "Dia tidak perlu melakukan itu. Itu bukan kesalahannya," jawabnya dengan nada cuek, berusaha menutupi rasa tidak nyaman yang mulai muncul.
"Walaupun begitu, temuilah dia," Rina mendesak, matanya penuh dorongan.
Ralfa menghela napas. "Oke," jawabnya, tetapi saat dia menoleh ke arah pintu depan kelas, Adelia sudah tidak ada di sana. "Besok saja aku akan mengajaknya bicara," pikirnya, merasa sedikit menyesal.
Saat makan siang, Ralfa duduk di meja kantin bersama beberapa temannya. Mereka berbincang-bincang tentang rencana liburan dan kegiatan sekolah. Ralfa bertanya kepada Danny, salah satu temannya yang menjadi anggota OSIS, "Dan, harus banget kita ikut karyawisata karnaval waktu hari terakhir sekolah?"
"Ya, wajib banget kata ketua OSIS. Yang gak ikut katanya bakal ada sanksi," jawab Danny, terlihat sedikit kesal.
"Ya ampun, mereka terlalu memaksa. Memang apasih serunya karnaval, apalagi karnavalnya nanti diadakan malam hari?" keluh salah satu temannya, amir, dengan nada mengeluh.
Tiba-tiba, suara tegas terdengar dari belakang Ralfa. "Tentu saja untuk mempererat hubungan antar siswa sekolah kita," kata ketua OSIS, Kak Putri, yang muncul tiba-tiba.
Ralfa dan teman-temannya terkejut dan menoleh. Kak Putri, anak kelas 11 yang selalu menjadi top ranking, berdiri di belakang Ralfa dengan tatapan tajam dan kedua tangan terlipat di dada. Dia adalah cewek dengan paras cantik, hidung mancung, dan tinggi sekitar 160 cm, memiliki wibawa seorang pemimpin yang disegani banyak orang.
Melihat wajahnya, Ralfa merasakan getaran aneh di dalam dirinya. "Dia...," pikirnya, "dia adalah hakim yang memutuskan tuntutan kepada keluargaku di kehidupan sebelumnya." Kenangan itu kembali menghantuinya, dan dia merasa seolah-olah waktu berputar kembali ke masa lalu yang kelam.
Kak Putri menatap mereka dengan serius. "Karnaval ini penting untuk kita semua. Jangan sampai ada yang merasa terasing. Kita harus bersatu sebagai satu sekolah," ujarnya, suaranya tegas dan penuh wibawa.
Ralfa merasa tidak nyaman. "Seharusnya aku tidak berurusan dengannya," pikirnya, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan ketidaknyamanan di wajahnya. Dia tahu bahwa berurusan dengan Kak Putri bisa membawa masalah baru, dan dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.
"Yang tidak ingin menikmati karnaval bisa membuka kios untuk berjualan entah itu makan atau minuman. Bukankah itu tadi sudah dijelaskan oleh Danny?" Kak Putri melanjutkan, menatap tajam ke arah mereka.
Kami semua serempak mengangguk. Kak Putri menoleh pada Danny dan bertanya, "Jadi, apa kamu sudah menemukan orang yang bisa menghubungi atau memberitahu nomor telepon pihak taman hiburan yang berada di dekat perumahan Hutan Hujan yang belum lama ini bangkrut?" Dengan Nada mengancam
Dengan nada gugup, Danny menjawab, "Kebetulan orang yang bisa memberitahu nomor telepon pihak taman hiburan itu ada di sini," sambil menunjuk Ralfa. Ralfa bergumam dengan wajah tegang, "Eh..., apa yang dilakukan anak ini? Padahal aku tidak ingin berurusan dengannya."
"Benarkah begitu?" tanya Kak Putri, menatap Ralfa dengan tajam.
"Iya, kebetulan pemilik perumahan sekaligus taman hiburan itu adalah kenalan keluargaku," jawab Ralfa, berusaha terdengar meyakinkan.
Lalu Danny berbisik ke telingaku, "Tenang, kami ada budgetnya untuk menyewa taman hiburan itu." Ralfa bergumam dalam hati, "Bukan itu masalahnya."
Sepulang sekolah, Ralfa menelepon ayahnya dan bertanya apakah dia punya nomor telepon pemilik perumahan Hutan Hujan sekaligus pemilik taman hiburan yang belum lama ini bangkrut. Ayahnya bilang ada dan memberinya nomor teleponnya. Setelah mendapat nomor teleponnya, Ralfa mengirim nomornya pada Danny untuk negosiasi harga sewa.
Akhirnya, hari karnaval pun tiba. Acaranya dimulai jam 19.00 dan berakhir jam 22.00, menurut pemberitahuan yang disampaikan saat di kelas. Sesampainya di sana, Ralfa membeli tiket dan mencari seseorang. Tiba-tiba, Kak Putri menghampirinya dan berkata, "Ralfa, ikut aku sekarang, ada orang yang harus kamu temui," sambil menarik tangannya.
"Siapa orangnya?" tanya Ralfa, merasa penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Matsuri :v
Gak akan bosan baca cerita ini berkali-kali, bagus banget 👌
2025-06-20
0