Rahasia Arthea

Air mata Arthea turun membasahi pipi gembulnya, setelah tahu mengapa dirinya hisa kembali ke usia lima tahun. Sungguh, Arthea merasakan jantungnya seolah di tusuuk oleh banyak jarum. Perasaannya hancur, kenyataan yang dirinya terima sungguh tidak pernah dia pikirkan sebelumnya.

"Thea kila, Ayah cuman benci Thea hiks ... tapi telnyata, ayah juga nda cuka Thea belnapas hiks ...."

Puas menangis, Arthea mengusap air matanya. Raut wajahnya berubah, dia kembali mengambil buku kosong dan juga pena. Anak itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.

Matanya menatap lembaran kosong di hadapannya dan membatin, "Enggak bisa, aku harus menghindari tragedi itu. Yah, harus! Caranya, aku harus bisa keluar dari sini. Tapi sebelum itu ...."

Arthea menggambar sesuatu, dia sampai mengeluarkan lidahnya karena sangking seriusnya. Hingga beberapa saat, gambaran Arthea telah jadi. Gadis kecil itu tersenyum lebar dan mengangkat tinggi hasil karyanya.

"Kenapa Thea halus mendelita lia dicini. Ndaa, anak gembul dan ceimut ini nda boleh mendelita lagi." Gumam Arthea sebelum menatap kembali gambarnya.

"Peltama-tamaaaa, Thea halus kumpulin uang! Yah, uang! Di lual cana pacti halus banyak punya uang. Nda mau jadi olang kele di lual cana, jadi gelandangan nda mau lah! Halus kabul cejahtelaaa! Ini lencana peltama, teluuuus lencana kedua ...."

Arthea kembali mengambar sesuatu, dan tak lama dia kembali mengangkatnya tinggi. "Lencana kedua, halus cali ayah adopci! Yah, haluuus, bial hidup cejahtela cehat cempulna, halus cali ayah adopci!" Pekiknya senang, dia bangga melihat hasil rencananya.

"Karena uang pasti akan habis, aku harus mencari uang abadi dengan cara mencari ayah adopsi. Di luar sana, pasti banyak pria kaya raya, aku harus mencarinya." Arthea membatin dengan sangat yakin.

"Tapi ... dimana Thea dapat uang? Kamal Ayah? Apa halus macuk ke kandang monstel?"

Tok!

Tok!

Tok!

Arthea terkejut mendengar jendela kamarnya yang di ketuk. Takut rahasianya terbongkar, Arthea gegas membenahi buku-bukunya dan menyembunyikannya di bawah ranjang. Lalu, dia berjalan mendekati jendela. Ingin lihat, siapa yang berani mengetuk jendela kamarnya.

"Cia ...." Arthea mematung sejenak melihat kehadiran seorang anak laki-laki yang berusia dua tahun di atasnya. Anak itu dengan santainya mendorong Arthea dan menaiki jendela.

"Lama sekali, kamu ngapain sih?!" Omelnya.

Arthea masih mematung, matanya menatap nanar pada anak laki-laki itu. Dirinya sangat mengenalnya. anak berumur tujuh tahun itu adalah kakak ketiganya, Elfian Edbert. Di kehidupan sebelumnya, Elfian paling terlihat sangat membencinya. Memandangnya saja tidak mau. Tapi di kehidupan saat ini, kenapa anak itu justru datang menemuinya? Apa di kehidupan sebelumnya, saat dirinya berusia lima tahun Elfian juga bersikap baik padanya?

"Nih, aku bawakan permen kesukaanmu. Katanya kemarin kamu sakit, Ayah tidak mengizinkanku menemuimu." Ucapnya sembari menyodorkan permen lolipop di hadapan Arthea.

Melihat hal itu Arthea mematung sebentar, dia memandang ke arah permen yang di pegang oleh Elfian. Dia memang menyukai permen sejak kecil, tapi dia tidak pernah tahu jika kakak ketiganya juga pernah memberikannya permen.

"Ck, biasanya kamu cerewet. Kenapa hari ini mendadak jadi patung? Ambil lah! Takut ada penjaga yang melihatku disini dan ayah akan marah!"

Bukannya mengambilnya Arthea justru menangis, hal itu tentu membuat Elfian panik di buatnya. "Hei, kamu kenapa? Thea, kamu kenapa? Aku minta maaf, aku tidak bermaksud membentakmu!" Serunya panik

"Kakak ketiga nda benci Thea telnyata hiks ...,"

Arthea menghentikan tangisnya, dia lekas menghapus air matanya dan mengambil cepat permen yang masih ada di tangan sang kakak. Perbuatannya, menjadi tanda tanya di benak Elfian. Apalagi sikap Arthea yang sangat aneh menurutnya.

"Thea nda papa, telima kacih." Ucap Arthea dengan tersenyum manis.

Melihat senyuman manis menggemaskan Arthea, Elfian tampak tersipu malu. Dia menunduk dan mengusap belakang lehernya dengan gugup. Kegemasan Arthea, membuatnya ingin sekali mencubit pipi gadis kecil itu. Sayangnya, dia takut Arthea menangis.

"Aku akan kembali besok, kamu mau apa? Biar aku bawakan." Tanya Elfian bersiap akan kembali meloncat keluar jendela.

Arthea menggeleng, "Kakak kecini, Thea cudah cenang kali."

"Apa Ayah sudah memberimu makanan enak?" Tanya Elfian dengan kening yang mengerut dalam.

"Thea nda ta ...." Keduanya menoleh kaget saat melihat pintu yang terbuka. Untunglah, yang membukanya adalah Lena. Tapi setelah melihat wanita itu, Elfian gegas pergi dari sana.

"Nona!" Lena gegas menutup jendela dan menguncinya, dia menatap pada Arthea yang tangannya masih memegang permen.

"Jika Tuan tahu, dia akan marah! Jangan bukakan jendela untuk siapapun!" Tegur Lena.

Arthea mengangkat pandangannya, dia menatap dalam wanita yang baru saja memarahinya. Banyak pertanyaan yang ingin Arthea tanyakan tentang kehidupannya. Kenapa, semua orang tidak boleh menemuinya termasuk kakaknya sendiri?

"Nona, dengar Bibi enggak?!"

"Thea nda boleh ketemu kakak? Dia kakak Thea, kenapa nda boleh? Kenapa Ayah malah? Thea cuman beltemu kakak Thea, anak olaaang! Bukan anak cetan."

Lena terkesiap, untuk pertama kalinya Arthea tidak takut dengan ancaman yang ia gunakan. Biasanya, gadis kecil itu takut setelah mendengar ayahnya akan marah. Tapi sekarang, Arthea justru membalikkan pertanyaan padanya.

"Nona, apa Nona mengantuk?" Tanya Lena bingung.

"Thea nda ngantuk! Thea mau pelgi dali cini, dali cemua olang! Telutama dali monstel tua jelek itu!" Pekik Arthea dan beranjak menaiki ranjangnya, meninggalkan Lena yang mematung akan sikap Arthea yang sangat berubah.

.

.

.

Terlihat, seorang pria tampan tengah sibuk menandatangani setumpuk dokumen di mejanya. Namun, ia harus menunda pekerjaannya lantaran mendengarkan laporan yang pengasuh putrinya sampaikan. Sejenak, dia tampak terdiam dengan tangannya yang masih memegang sebuah pena.

"Arthea aneh sejak bangun pagi ini?"

"Ya Tuan, Nona Arthea mengancam akan pergi dari kediaman Edbert terutama pergi dari Monster tua jelek."

Mendengar kata Monster tua jelek, Kendrick mengangkat pandangannya dan menatap pada pengasuh putrinya itu. "Monster tua jelek? Siapa Monster tua jelek yang anak itu maksud? Dia bertemu siapa sebelumnya?"

"Tidak ada Tuan. Nona marah dan tiba-tiba mengatakan itu setelah saya menegurnya untuk tidak bertemu dengan Tuan muda ketiga." Terang Lena.

Kendrick tampak mematahkan pena yang ada di tangannya, dia berdecak kesal mendegar putranya mengindahkan larangannya. Lena tahu, tuannya akan marah. Tapi, jika dia tidak melaporkannya, Kendrick akan tahu sendiri dan memberikan dirinya teguran seperti waktu lalu.

"Urusan Tuan muda ketiga biar menjadi urusanku. Untukmu, pastikan Arthea tidak keluar dari paviliun dan bertemu orang lain. Jika dia bosan, kamu alihkan perhatiannya dengan mainan yang ada. Dia masih anak berumur 5 tahun, tidak sulit untuk mengalihkan pikirannya." Titah Kendrick

"Baik Tuan. Saya pamit kembali ke paviliun, permisi."

Kendrick mengangguk, dia menyandarkan tubuhnya dengan helaan nafas berat. Rasanya, kepalanya sakit mendengarnya berbagai aduan yang pengasuh anaknya lakukan. Terlebih, tentang Arthea, anak terakhirnya.

"Sepertinya anda terlalu keras pada Nona Arthea Tuan. Menurutku, anak seusianya pasti menginginkan hal baru. Dia akan setres jika terlalu lama berada di paviliun." Tegur Fabian sebagai asisten Kendrick .

"Diamlah, aku tidak butuh pendapatmu!" Sentak Kendrick kesal. Dia memijat pelipisnya pelan karena kepalanya yang terasa pusing. Memejamkan sejenak, berharap hal itu dapat berlaku meredakan pusingnya. Namun, dirinya kembali membuka mata saat melihat putra ketiganya berdiri di hadapannya dengan bodyguard di belakangnya.

"Pengasuh itu mengadu lagi?" Tebaknya dengan tepat.

"Ayah sudah memintamu untuk tidak mendekati Paviliun hijau itu bukan?"

"Kenapa aku tidak boleh mendekati adikku sendiri?" Tanya Elfian penuh penekanan dan tatapan tajam.

"Belum saatnya kamu mengerti, kembalilah!" Kendrick melempar pena yang baru saja dia patahkan ke dalam tong sampah yang sudah berisikan tumpukan pena dengan nasib serupa.

"Aku akan terus menemui adikku!"

"Ayah akan mengirimnya ke desa terpencil jika kamu masih melawan, Elfian!"

Ancaman Kendrick membuat raut wajah Elfian berubah pias. Dirinya tak bisa lagi melawan, kedua tangannya terkepal dengan kuat. Dengan marah, dia menghentakkan kakinya dan pergi begitu saja dari ruangan sang ayah.

"Banyak hal, yang belum waktunya kamu mengerti. Ayah sedang mengusahakan agar dia bisa bertahan." Lirih Kendrick .

_________

Pada korban apa kalian? Pasti korban perasaan kaaaan🤣🤣 sama, othornya juga🫠

Terpopuler

Comments

🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀

🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀

nah kakaknya thea sayang thea, mendadak pusing kepalaku🤦‍♀️🤣🤣

2025-06-06

14

Rosy

Rosy

bertahan dari apaan nih..kenapa aku jadi curiga sama pengasuhnya Thea ya..dia sangat mencurigakan 🤔

2025-06-06

9

jumirah slavina

jumirah slavina

apakah nanti yang adopsi Ikan Sarden...

2025-06-07

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!