...Saya tahu jika rasa cinta dan suka itu sudah tercipta sedari dulu. Bahkan jodoh saya pun sudah dituliskan dalam kitab Lauhul Mahfudz. Akan tetapi ijinkanlah saya bertemu dengannya sesuai petunjukMu. Pijarkanlah lentera dalam dirinya agar aku tahu bahwa dia jelitaku....
...****************...
Seperti biasa, Akhtar selalu menadahkan tangannya membaca do'a makan. Meskipun hanya sarapan roti saja tetapi roti itu juga makanan persembahan dari Allah yang patut disyukuri.
"Makannya pelan-pelan dong, Nak. Memangnya sudah ada pasien hingga membuat kamu seperti ini? Makan buru-buru begitu." Yulian menggeleng saja melihat tingkah Akhtar.
"Hari pertama itu harus profesional dong, Bi. Biar dianggap tidak teledor, nanti kalau dicap jelek Abi juga yang malu." Akhtar beranjak dari duduknya setelah rotinya habis.
Dan setelah itu ia langsung berpamitan pada Abi, Bundanya dan Cahaya. Sedangkan Arjuna belum pulang dari semalam. Lelaki itu masih sibuk di rumah sakit sebagai dokter OBGYN.
"Pakai motor atau mobil ya?"
Setelah menimang-nimang cukup lama akhirnya Akhtar segera memilih kendaraan yang pas untuknya agar lebih cepat sampai di rumah sakit. Hari pertama bekerja ia harus menjadi dokter yang profesional.
...****************...
"Siapa itu? Mungkinkah dokter baru yang katanya super keren itu?"
"Mungkin saja iya. Kalian tahu kan, tidak ada dokter yang memakai motor kecuali... dokter baru itu."
"Kita buktikan seperti apa dokter yang sudah dinilai plus oleh dokter senior dan juga pemilik rumah sakit ini. Mungkin benar atau hanya... bayangan saja."
Obrolan telah bergulir begitu saja setelah mereka para perawat tak sengaja melihat motor sport terparkir di halaman depan rumah sakit. Bahkan beberapa perawat itu rela menunda apa yang akan mereka kerjakan dan memilih untuk menunggu pemilik motor sport itu membuka helm full facenya.
"Wihhh! Ternyata memang bening. Sesuai kenyataan, bukan fiksi seperti yang ada di novel romance," ungkap salah satu perawat.
“Bikin kaum hawa meleleh ini namanya,” imbuh perawat yang lain.
Akhtar turun dari motor sportnya setelah membuka helm full facenya. Karena ingin tampil sempurna, ia menyisir rambutnya dengan jari. Rambut yang dipotong dengan gaya comma hair membuat penampilan Akhtar semakin berkelas. Dengan langkah gontai Akhtar menelusuri lorong rumah sakit dan menuju ke ruang direktur. Di sanalah Akhtar akan mulai memperkenalkan diri.
Tuk... Tuk... Tuk...
Suara sepatu pantofel yang dikenakan Akhtar membuat Akhtar menjadi pusat perhatian di pagi itu. Tidak hanya perawat, dokter perempuan, pengunjung rumah sakit atau bahkan pasien lanjut usia sekalipun.
'Memang kalau ganteng dari lahir itu ya begini nih. Bikin semua orang ngences.'
Akhtar mulai narsis saat ia merasa dirinya yang menjadi pusat perhatian di rumah sakit itu. Akan tetapi, ia mengingat suatu hal yang membuat dirinya merasa... tak sempurna. Bisa dibilang hidupnya ngenes dalam cinta.
‘Tapi... Ada yang kurang. Jodohku belum terlihat ada hilalnya. Ya Allah... Kenapa ngenes sekali kisah cintaku.'
‘Ya Allah... Saya tahu jika rasa cinta dan suka itu sudah tercipta sedari dulu. Bahkan jodoh saya pun sudah dituliskan dalam kitab Lauhul Mahfudz. Akan tetapi ijinkanlah saya bertemu dengannya sesuai petunjukMu. Pijarkanlah lentera dalam dirinya agar aku tahu bahwa dia jelitaku.'
Akhtar menghela napas berat, sesaat dadanya terasa sesak. Namun, ia terus melangkahkan kaki menelusuri lorong rumah sakit mengingat tujuan utamanya datang.
Akhtar sudah berkeliling rumah sakit sekitar dua puluh menit, tapi ia masih belum menemukan ruangan direktur, hingga ia pun memutuskan berhenti.
"Dimana sih ruangannya itu? Masa iya aku tanya Bang Juna," ujar Akhtar sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari ruangan yang ia cari. "Nggak etis kalau Akhtar harus bertanya. Mending jalan saja dulu, pasti nanti ketemu. Bismillah."
Tidak ada kata menyerah di awal titik perjuangan meraih kesuksesan bagi seorang Akhtar. Hingga Akhtar kembali berjalan gontai, ia kembali mencari ruangan yang ditujunya. Dan setelah lima belas menit kembali berjalan, akhirnya ruangan itu ketemu juga.
“Nah ini dia ruangannya. Tidak salah memang jika aku harus muter-muter. Ternyata ruangannya berada disini. Di lantai dua paling ujung.” Akhtar menatap tabel nama yang menempel di pintu.
Akhtar menarik napas panjang sambil terpejam sebelum mengetuk pintu. Setelah dirasa ia tidak gugup, ketukan pelan ia lakukan. Tidak lama kemudian terdengar suara dari dalam yang meminta untuk masuk. Setelah akhtar masuk lelaki itu meminta Akhtar duduk di depannya.
"Izin! Pak. Selamat pagi. Saya ... Akhtar Farzan Atmajaya selaku dokter kardiologi yang baru di rumah sakit Royal Infirmary." Terdengar sedikit kaku, tapi bisa dimaklumi Akhtar masih pertama kali.
Senyum dari lelaki paruh abad itu mengembang mendengar Akhtar yang memperkenalkan diri. Seakan lelaki yang menjabat sebagai direktur rumah sakit itu sudah tahu bagaimana Akhtar dan latar belakang Akhtar. Sehingga lelaki itu tidak mempermasalahkan apapun.
“Apakah Anda sudah siap untuk bekerja di rumah sakit saya, Dokter Akhtar?” tanya Pak Harris yang diakhiri dengan senyuman.
"InsyaAllah saya siap, Pak. Saya akan berusaha menjadi dokter yang bisa diandalkan di rumah sakit. Saya akan berusaha menjadi dokter terbaik di rumah sakit ini." Dengan senyuman yang mengembang, Akhtar siap menjalani karirnya sebagai dokter kardiologi.
"Kalau begitu saya akan memperkenalkan Anda dengan suster Talia. Karena suster Talia yang akan menjadi asisten Anda nanti."
"Baik, Pak." Akhtar mengangguk pelan.
Pak Harris memegang gagang telepon lalu menekan tombol panggil. Melalui panggilan itu Pak Harris meminta perawat bernama Talia untuk menemuinya di ruangan itu. Tidak lama kemudian, suster Talia masuk setelah mengetuk pintu pelan.
"Suster Talia, perkenalkan ini Dokter Akhtar. Dokter Akhtar, ini suster Talia."
"Akhtar..." Akhtar menangkupkan tangannya di tas dada dan menyebutkan namanya tanpa diawali embel-embel dokter. Tak lupa senyum pun telah terukir di bibir Akhtar untuk menyambut suster Talia sebagai asistennya.
"Saya suster Talia. Senang bertemu dengan Anda, Dokter Akhtar." Suster Talia membalas Akhtar dengan ramah.
"Dan selama Dokter Akhtar bekerja di sini kamu akan menjadi asistennya. Tolong kerjasama kalian ya," ucap Pak Harris.
"Baiklah, Pak Harris." Suster Talia mengangguk sambil tersenyum.
"Baik, Pak." Akhtar melakukan hal seperti yang dilakukan suster Talia.
"Kalau begitu kalian bisa melanjutkan perkenalan kalian sambil bekerja. Selamat bekerja untuk kalian!" Pak Harris yang diangguki Akhtar dan juga suster ucap Talia.
...****************...
Suster Talia menunjukkan di ruangan Akhtar. Akhtar masuk ke ruangan itu dan mengedarkan berbagai. Ruangan yang cukup besar, terdapat sofa yang disediakan di sisi kanan ruangan itu. Ada plat nama yang terbuat dari logam sebagai tanda pengenal yang beratas namakan dirinya sebagai dokter kardiologi.
“Desain ruangan yang cukup menarik,” ungkap Akhtar.
Akhtar meletakkan tugas kerjanya di kursi, lalu ia menyambar snelli yang bertengger di kursi kerjanya tadi. Snelli berwarna putih itu ia pakai, dibagian dada kiri sudah tertulis nama Akhtar dengan gelar dokter kardiologi.
"Semangat Akhtar. Hari pertama dan pasien pertama. Bismillah..."
Akhtar mulai membuka daftar pasien yang ingin berkonsultasi dan juga melakukan jadwal operasi.
"Pasien pertama dengan nama... Bella. Bermasalah dengan jantung lemah. Pagi ini mau konsultasi dalam penanganan pertama," gumam Akhtar sambil mengamati data pasiennya.
Akhtar manggut-manggut setelah beberapa data pasiennya mampu ia mengerti dengan permasalahan setiap pasien.
Akhtar tidak mau hanya duduk seraya membaca data pasien-pasien nya itu. Akhtar beranjak dari duduknya, lalu ia sambar stetoskop yang ada di atas meja kerjanya.
“Suster Talia, apa kita bisa langsung bekerja sekarang? Jadwal pertama kita melakukan visite pada pasien dari Dokter Charly. Iya, kan?” tanya Akhtar jika saja ia salah dalam melakukan perkejaan pertamanya.
“Iya, Dok. Perkejaan pertama kita memang melakukan visite, setelah itu ada pasien bernama Bella ingin konsultasi. Dan saya... siap mengikuti Anda bekerja, Dok.” Suster Talia membenarkan ucapan Akhtar.
“Ok.” Akhtar siap dengan tugasnya. Tak lupa stetoskop sudah melingkar di lehernya.
Akhtar berjalan gontai menuju ruang rawat inap dari beberapa pasiennya. Suster Talia pun ingin menunjukkan sikap profesional sebagai asisten, ia mengekori kemana pun Akhtar pergi.
Langkah kaki yang tadinya diambil cepat kini perlahan melambat. Ada rasa yang membuat Akhtar ragu untuk masuk ke ruang Jasmin.
“Tunggu sebentar, Suster Talia.” Akhtar berdiri membelakangi pintu ruangan itu.
“Ada apa, Dok? Apa ada yang tertinggal?” tanya suster Talia sambil menautkan alisnya.
“Ah, tidak. Hanya saja saya sedikit... Nervous.”
Akhtar merogoh saku snellinya dan mengambil ponselnya itu. Akhtar memeriksa penampilannya melalui pantulan layar kaca ponselnya.
‘Ya Allah... ternyata Dokter Akhtar begini amat ya.’ Suster Talia mengangkat tangannya lalu menutup mulutnya dan menahan tawa.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments