Bab 4 : Hanya Pendapat

...•••Selamat Membaca•••...

Leo sedikit kaget dengan kondisi Maula yang baru keluar dari rumah Rayden. Percikan darah mengenai wajah dan bajunya yang cukup jelas.

“Apa yang terjadi?” tanya Leo sambil mengusap wajah putrinya.

“Aku menembaknya, bukan dibagian vital, dia masih hidup. Dia tidak mau menandatangani surat perceraian itu, Pa.” Leo menghela napas dan memberikan tissue basah pada Maula.

Maula membersihkan tangan dan wajahnya, walau hatinya begitu sakit dan perih dengan apa yang telah dia lakukan pada Rayden.

“Biarkan saja, proses ini akan tetap berjalan.”

“Tanpa tanda tangan dia, ini akan cukup rumit. Butuh waktu enam bulan bahkan satu tahun hingga keputusan cerai dijatuhkan, Pa.”

“Tidak masalah, kamu fokus pada studi-mu dan proses ini akan terus berjalan tanpa hambatan. Papa akan mengurus sisanya dan pengacara kita cukup handal.” Maula menarik napan dan dia, menatap ke jendela dan termenung.

Pikirannya dipenuhi dengan rasa bersalah pada Rayden, pria yang tidak pernah menyakitinya sama sekali kini harus tersakiti berkali-kali karena dirinya.

Tak ada obrolan atau pembicaraan antara Leo dan Maula saat ini, Leo mengerti kalau putrinya sedih.

Sesampainya di rumah, Maula memilih untuk langsung ke dalam kamar. Tidur sambil mengenang kisahnya bersama dengan Rayden.

“Maafkan aku,” lirihnya pelan.

Sesampainya di rumah, Marlo sudah duduk santai di ruang tamu. Marlo memeluk Leo yang baru saja sampai dan tak lupa memeluk kakaknya itu.

“You oke?” tanya Marlo ketika melihat senyum Maula yang dipaksakan.

“Oke. Kenapa kau datang tidak mengabari aku?”

“Untuk apa? Aku tidak suka drama pelukan di bandara.” Mereka semua tertawa.

“Aku ke kamar dulu ya, lelah, nanti malam kita bisa bicara.” Maula meninggalkan ruang keluarga tersebut.

Maureen menanyakan apa yang terjadi dan Leo menjelaskan. Marlo cukup prihatin dengan kondisi Maula saat ini, jelas dia bisa melihat luka di mata kakaknya.

Marlo berjalan ke kamar Maula, tanpa mengetuk lebih dulu, dia memilih untuk langsung masuk. Ternyata Maula di dalam kamar mandi, membersihkan diri.

“Masih lama ya?” teriak Marlo dari depan kamar mandi.

“Ada apa?”

“Aku ingin bicara.”

“Bentar, aku mandi dulu.”

Marlo keluar dari kamar itu dan ke kamarnya sendiri, menunggu kakaknya selesai mandi.

Sekitar dua puluh menit, Marlo kembali lagi dan Maula sedang duduk bersandar di sofa memainkan ponsel.

Marlo menutup pintu dan mengambil ponsel Maula.

“Bisa kita bicara berdua tanpa halangan?” Maula memperbaiki duduknya dan mengangguk.

“Kau pasti akan menanyakan hal mengenai Rayden kan?” tebak Maula.

“Jelas. Aku sudah tahu semuanya dan memang langkah Rayden menikahimu secara diam-diam begitu keterlaluan. Sekarang tidak perlu disesali, kita tahu bagaimana papa dan mama. Mereka itu lembut sebenarnya dalam menyikapi masalah, berikan waktu untuk mereka bisa menerima Rayden dan ada baiknya kau jaga jarak dulu dengannya.” Maula menghela napas dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

“Aku mencintai dia, Marlo. Cintaku untuk dia dan untuk orang tua kita jelas berbeda, tidak mungkin aku akan menentukan pilihan di antara mereka. Aku tertekan dan dilema berat.” Marlo merangkul Maula dan memeluk kakaknya itu, walaupun usia mereka terpaut 1 tahun 9 bulan, tapi Marlo jauh lebih dewasa terlihat daripada Maula yang sedikit manja.

“Menangislah, nanti kita sambung obrolan ini lagi.” Maula membalas pelukan adiknya hingga dia tertidur dengan tenang.

Marlo menggendong Maula ke atas tempat tidur dan pergi. Kali ini mungkin dia akan menemui Leo dan Maureen.

“Kak Marlo, ayo main.” Thalia mengajak Marlo ketika melihat pemuda itu turun.

“Nanti ya, sore nanti kita main sepuasnya. Sekarang aku ingin bicara dengan Mama Papa. Kamu bisa main sama Kak Sofia dulu.” Thalia bersedia dan meninggalkan Marlo bersama kedua orang tuanya.

“Bagaimana? Apa dia bisa mengerti?” Marlo menatap Maureen.

“Mengerti apa Ma? Mengerti dengan situasi ini? Ya jelas tidak lah. Tidak ada yang bisa mengerti dengan Maula, tidak satu pun dari kita termasuk Mama dan Papa.” Maureen dan Leo mengerutkan dahinya.

“Kenapa bicara begitu?”

“Aku paham kalau kalian marah, tapi ini semua bukan sepenuhnya salah Rayden dan Maula. Mereka memilih nekat karena mereka tahu hubungan ini bahaya.” Marlo menarik napas lalu menghembuskannya dengan kasar.

“Pa, Ma. Sebenarnya yang menjadi benang merah dalam masalah ini hanya satu. Isabella. Bukannya Papa sendiri sudah menyelidiki Bianca dan orang suruhannya, terbukti bahwa Rayden ingin dihancurkan oleh Isabella. Di sini, Rayden maupun Maula adalah korban dari kelicikan nenek tua itu.” Leo mendecih kesal.

“Aku hanya ingin anak-anakku aman.”

“Aku mengerti Pa. Coba pikirkan lagi, Rayden sudah berusaha mati-matian melindungi Maula, dia berjuang menjadi ketua mafia untuk menaikkan derajatnya agar tidak ditekan oleh Isabella lagi. Tapi sayangnya, Isabella jauh lebih licik dari yang dibayangkan, dia masuk dalam celah mana pun sampai Rayden bahkan Papa pun tidak bisa melindungi Maula. Rayden sedang menyelidiki Bianca dan Isabella meminta orangnya untuk mengalihkan perhatian Rayden, wajar jika Rayden tidak bisa menolong Maula kala itu. Bahkan anak buah Papa juga tidak bisa kan? Berarti kalian ini seri, tidak ada yang bisa melindungi Maula.” Marlo bicara dengan napas yang memburu, dia ikut geram dengan semua keadaan ini.

“Dunia Rayden memang penuh bahaya, tapi jika dia bersama dengan Maula dalam satu atap dan didukung dengan restu kalian. Mungkin semua ini akan baik-baik saja, aku yakin kalau Rayden adalah pria yang tepat untuk Maula. Bahkan masa lalu Papa juga membuat kami dalam bahaya kan Pa?” Leo tersentak mendengar ucapan putranya itu.

“Begini saja, menurutku, ada baiknya Papa dan Rayden berdamai dan kalian berdua bersatu untuk melawan kelicikan Isabella. Rayden ingin juga hidupnya aman, tapi dia tetap terikat hutang budi pada Isabella. Rayden juga korban Pa, dia akan kuat jika ada Maula. Kita lebih baik bersatu melawan Isabella daripada pecah begini, bagaimana pun juga, yang sedang dianiaya oleh Isabella adalah menantumu.” Maureen dan Leo mengangkat pandangannya, Marlo begitu tegas dalam menyampaikan pendapatnya sampai Leo tidak memiliki celah untuk menentang.

“Perceraian mereka akan membuat Isabella senang, yang akan bahagia dengan perceraian ini siapa? Isabella kan? Anakmu akan hancur Pa, hancur fisik mungkin bisa sembuh tapi kalau hati? Bahkan tak seorang pun mampu mengatur yang namanya hati. Siapa lagi yang hancur? Menantumu, pria yang memberikan segalanya untuk putrimu bahkan hidupnya. Pikirkan lagi Pa, dia saat ini sedang kuliah, butuh pikiran tenang dan semangat. Bukan kehancuran seperti ini.” Maureen menghapus air matanya, apa yang dikatakan oleh Marlo memang benar, toh waktu Maula sakit, dia melihat sendiri bagaimana Rayden diam-diam mencuri kesempatan untuk merawat Maula.

Leo juga terdiam, hatinya kembali diaduk dengan pendapat Marlo.

“Yang Rayden butuhkan sebenarnya bukanlah kekuasaan Pa, Ma. Tapi perlindungan dan pelita dalam hidupnya. Bukankah Papa pernah hidup dalam kegelapan dan akhirnya Mama hadir menyalakan cahaya. Terbayang tidak? Bagaimana perasaan Papa ketika Mama tidak ada di saat kegelapan itu menyelimuti papa? Itu yang dirasakan Rayden saat ini Pa, dia butuh pelitanya. Biarkan mereka bersama, kita bisa melindungi Maula bersama. Aku bukan menghakimi, ini hanya pendapatku saja.”

...•••Bersambung•••...

Terpopuler

Comments

Veer Kuy

Veer Kuy

Begini baru bijak, Marlo ini bisa liat dari berbagai sudut pandang, bukan cuma dri kedua org tuanya saja tapi juga sudut pandang Maula, Rayden, Leo dan Bahkan dia sendiri. Semoga pertikaian ini selesai dan kalian jadi saling melindungi, pasti Rayden akan sangat bahagia.

2025-05-29

0

Mediterina

Mediterina

Marlo ini gak memihak, dia menjadi penengah dan bisa memberikan sudut pandang dia sendiri. Hebat kamu Marlo, semoga aja bapak kamu luluh ya dan bisa terima Rayden lagi

2025-05-29

0

Anita Lare

Anita Lare

Cara Marlo ini nenangis sama kyak Leo nenangin Maureen dan Rayden nenangin Maula. Pasti dia kalau punya pasangan bklan bucin abis/Heart//Heart/

2025-05-29

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Bersabarlah!
2 Bab 2 : Aku Janji
3 Bab 3 : Peluru Untuk Yang Dicintai
4 Bab 4 : Hanya Pendapat
5 Bab 5 : Rasa Yang Membakar
6 Bab 6 : Bayangan Yang Tak Pernah Pergi
7 Bab 7 : Memanipulasi Keadaan
8 Bab 8 : Sangkar Bawah Tanah
9 Bab 9 : Penyelidikan
10 Bab 10 : Terkurung
11 Bab 11 : Perubahan Dunia Rayden
12 Bab 12 : Rasa Yang Tak Terucap
13 Bab 13 : Simfoni di Las Vegas
14 Bab 14 : Midnight In Blue
15 Bab 15 : Perdebatan Kecil di Meja Makan
16 Senorita Perdida (Visual Tokoh)
17 Bab 16 : Ravello, Italy
18 Bab 17 : Informasi Itu
19 Bab 18 : Makan Malam
20 Bab 19 : Hal Besar Apa?
21 Bab 20 : Memanipulasi Kehidupan
22 Bab 21 : Jalan Mulai Terbuka
23 Bab 22 : Taktik Perlahan
24 Bab 23 : Pelarian Isabella
25 Bab 24 : Tikus Kematian
26 Bab 25 : Karena Kesalahan Itu
27 Bab 26 : Nyawa atau Nyawa?
28 Bab 27 : Operasi
29 Bab 28 : Menunggu Sadar
30 Bab 29 : Sesalan
31 Bab 30 : Kembali
32 Bab 31 : Perkumpulan Keluarga
33 Bab 32 : Nafas yang Kembali
34 Bab 33 : Ratunya Rayden
35 Bab 34 : Tamu Tak Diundang
36 Bab 35 : Bara yang Teredam
37 Bab 36 : Sosis Pagi
38 Bab 37 : Dunia Mereka
39 Bab 38 : Wanita Keras
40 Bab 39 : Nightwear
41 Bab 40 : Pengganggu
42 Bab 41 : Candaan Malam
43 Bab 42 : Omongan Pasien
44 Bab 43 : Percakapan Tak Biasa
45 Bab 44 : Halaman Buku Itu
46 Bab 45 : Kepala Tak Aman
47 Bab 46 : Cacat Permanen
48 Bab 47 : Salamanca
49 Bab 48 : Pemandangan Hangat
50 Bab 49 : Menghilang
51 Bab 50 : Engkau Di Mana, Piccola?
Episodes

Updated 51 Episodes

1
Bab 1 : Bersabarlah!
2
Bab 2 : Aku Janji
3
Bab 3 : Peluru Untuk Yang Dicintai
4
Bab 4 : Hanya Pendapat
5
Bab 5 : Rasa Yang Membakar
6
Bab 6 : Bayangan Yang Tak Pernah Pergi
7
Bab 7 : Memanipulasi Keadaan
8
Bab 8 : Sangkar Bawah Tanah
9
Bab 9 : Penyelidikan
10
Bab 10 : Terkurung
11
Bab 11 : Perubahan Dunia Rayden
12
Bab 12 : Rasa Yang Tak Terucap
13
Bab 13 : Simfoni di Las Vegas
14
Bab 14 : Midnight In Blue
15
Bab 15 : Perdebatan Kecil di Meja Makan
16
Senorita Perdida (Visual Tokoh)
17
Bab 16 : Ravello, Italy
18
Bab 17 : Informasi Itu
19
Bab 18 : Makan Malam
20
Bab 19 : Hal Besar Apa?
21
Bab 20 : Memanipulasi Kehidupan
22
Bab 21 : Jalan Mulai Terbuka
23
Bab 22 : Taktik Perlahan
24
Bab 23 : Pelarian Isabella
25
Bab 24 : Tikus Kematian
26
Bab 25 : Karena Kesalahan Itu
27
Bab 26 : Nyawa atau Nyawa?
28
Bab 27 : Operasi
29
Bab 28 : Menunggu Sadar
30
Bab 29 : Sesalan
31
Bab 30 : Kembali
32
Bab 31 : Perkumpulan Keluarga
33
Bab 32 : Nafas yang Kembali
34
Bab 33 : Ratunya Rayden
35
Bab 34 : Tamu Tak Diundang
36
Bab 35 : Bara yang Teredam
37
Bab 36 : Sosis Pagi
38
Bab 37 : Dunia Mereka
39
Bab 38 : Wanita Keras
40
Bab 39 : Nightwear
41
Bab 40 : Pengganggu
42
Bab 41 : Candaan Malam
43
Bab 42 : Omongan Pasien
44
Bab 43 : Percakapan Tak Biasa
45
Bab 44 : Halaman Buku Itu
46
Bab 45 : Kepala Tak Aman
47
Bab 46 : Cacat Permanen
48
Bab 47 : Salamanca
49
Bab 48 : Pemandangan Hangat
50
Bab 49 : Menghilang
51
Bab 50 : Engkau Di Mana, Piccola?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!