Piring-piring yang diletakkan pelayan di meja makan digeser sedikit olehnya, memastikan semuanya rapi sambil menunggu seluruh anggota keluarganya berkumpul.
“Pagi, Bunda!” sapa Zahra dan Azizah, yang pertama kali tiba di ruang makan. Kedua gadis itu menghampiri bunda mereka yang tengah memperhatikan hidangan di meja makan.
“Bunda, hari ini Bang Azam jadi pulang ke Indonesia, kan?” tanya Azizah sambil menarik kursi dan duduk.
“Iya, jam sebelas nanti pesawatnya mendarat,” jawab Ayang.
“Yei! Pasti Abang makin keren sekarang, ya kan Azizah? Ugh, jadi kangen banget Zahra sama Abang,” timpal Zahra sambil mengambil sepotong roti.
“Hari ini kalian ada kelas nggak? Kalau tidak ada, kita jemput Abang kalian sama-sama ke bandara. Tadi malam Bunda juga sudah bilang pada kakak kalian,” ujar Ayang.
“Kalau Zahra sih ada, Bun. Tapi nggak penting. Pokoknya Zahra mau ikut jemput Abang ke bandara.”
“Azizah juga nggak ada kelas, Bun. Siang nanti Azizah pasti ikut jemput Abang.”
“Assalamu’alaikum, Bunda?”
Tiba-tiba seorang gadis mengenakan dress selutut berjalan mendekati Ayang dan langsung mencium kedua pipinya. Sejak kecil, gadis itu memang dekat dengan Ayang.
“Ngapain sih nenek lampir ini datang ke sini?” desis Zahra pelan, hanya cukup didengar dirinya sendiri. Ia memutar bola mata malas, lalu menarik satu kursi dan duduk di sebelah saudara kembarnya.
“Wah, cantiknya calon menantu Bunda,” puji Ayang sambil mengusap rambut gadis itu lembut.
Pipi Airin memerah. Ia menunduk memandang lantai, lalu melirik Azizah dan Zahra yang sedang menyantap sarapan, tampak tak menyukai kehadirannya.
Bodoh amat kalian suka atau nggak sama aku, yang penting Bunda suka!
“Ya sudah, Airin duduk dulu, ya. Bunda mau ke kamar sebentar, mau lihat Papa kalian.”
Baru saja Ayang hendak melangkah, dari arah pintu masuk terdengar suara langkah yang semakin mendekat. Tak lama, kedua putrinya muncul sambil merangkul lengan Daniel.
Hingga kini, Azkia dan Azura memang masih dekat dengan Daniel. Bahkan, mereka lebih sering menceritakan masalah pribadi mereka pada papanya itu dibanding pada Ayang. Termasuk urusan asmara mereka.
Daniel adalah tipe pria yang tegas. Ia selalu mewanti-wanti keempat putrinya, jika punya teman dekat laki-laki, maka harus memperkenalkan padanya terlebih dulu. Banyak pemuda yang telah melambaikan. bendera putih ketika berjumpa dengan Daniel, karna takut.
“Kok lama banget turunnya? Pada ngapain di atas tadi?” tanya Ayang dengan mata sedikit menyipit memandangi suami dan kedua putrinya yang tampak akrab.
“Ada deh! Ingat ya, Pa. Jangan cerita ke Bunda!” Azkia, mewanti-wanti, lalu tertawa kecil.
Tentu saja hal itu membuat Ayang semakin curiga. Pupilmya menyempit menatap Azkia dan Azura.
Sudah pintar mereka menyembunyikan sesuatu dariku?
Azkia dan Azura mendekat. “Udah, Bunda nggak usah penasaran gitu. Tadi Kakak cuma nanya soal kerjaan kantor sama Papa,” ucap Azkia, seolah tahu apa yang sedang bermain di kepala bundanya. Apalagi kalau bukan cemburu.
Kadang-kadang, Ayang memang cemburu pada kedekatan putrinya dengan Daniel. Azkia yang usil bahkan kerap sengaja membuatnya kesal.
Kemudian kedua belah pipi wanita 45 tahun yang masih cantik itu di cium Azkia. Begitu Azura melakukan hal yang sama.
Daniel, yang masih berdiri tak jauh dari mereka, geleng-geleng kepala sebelum berjalan ke arah meja makan.
Ayang menarik kursi untuk suaminya. “Hubby, hari ini nggak sibuk, kan? Aku hanya mau mengingatkan, jam sebelas nanti kita semua harus jemput Azam di bandara.” Ayang mencoba mengingatkan, karena tahu betapa padatnya jadwal suaminya sejak terjun ke dunia politik.
Awalnya, Daniel sama sekali tidak tertarik dengan politik. Tapi karna diajukan oleh masyarakat yang pernah menerima bantuan darinya—baik tempat tinggal, pangan, maupun kesehatan.
Daniel memang lebih dermawan setelah tragedi yang menimpa keluarganya beberapa tahun lalu. Saat itu, ia hampir kehilangan salah satu putrinya yang disandera Alexander dan Bambang. Andai saja Bastian tidak menolong, mungkin nyawa putrinya—bahkan istrinya—ikut melayang waktu itu.
Semua pekerjaan kotor yang pernah di lakukannya dulu telah ia tinggalkan.
.
.
.
Pukul sepuluh pagi, Ayang sudah sibuk sendiri. Entah sudah berapa kali ia bolak-balik ke dapur, memastikan pelayan tidak lupa menyiapkan makanan kesukaan putranya, paha ayam goreng.
Ponsel yang tergantung di leher diambil, lalu mencari nama kontak "Hubby" dan langsung menekan tombol panggil.
“Halo, Hubby di mana? Ini sudah mau jam sepuluh, lho.”
“Iya, kamu berangkat saja dulu. Setengah jam lagi aku selesai rapat dan langsung ke bandara,” jawab Daniel di seberang sana.
“Baiklah.” Sambungan telepon pun diputus Ayang, lalu ia keluar dan meminta sopir menyiapkan dua mobil untuk menjemput putra kesayangannya.
Lima tahun lalu, setelah Azam mengalami sebuah insiden, keesokan harinya Ayang langsung menerbangkannya ke Australia Ia tak ingin nama baik keluarga tercoreng karena ulah putranya yang mengemudi ugal-ugalan. Selama lima tahun itu, putranya tinggal di rumah Bastian—saudara seayah Ayang—yang menetap di Australia dan hari ini adalah kepulangannya.
“Zahra, Azizah! Kenapa belum siap-siap juga?” tanya Ayang melihat kedua putrinya sedang melakukan live streaming di salah satu platform media sosial.
Keduanya memang aktif di media sosial dengan lebih 2 juta pengikut, hingga mereka kerap mendapatkan tawaran dari berbagai brand untuk mempromosikan produk.
Zahra membawa ponselnya sebelum menghampiri Ayang, lalu merangkul bahu kanan bundanya, sementara Azizah merangkul bahu kiri dan menempelkan pipi ke pipi bundanya.
“Hai, gaes! Inilah Bunda kami. Bunda, say hi dulu dong,” kata Zahra.
Ayang terpaksa menyeringai, memamerkan deretan giginya karena kamera sudah diarahkan ke wajahnya.
Wah, Bundanya masih cantik, ya!
Seperti kakak-adik!
Umur Bundanya berapa, Kak?
Banyak komentar tampil di layar saat Ayang muncul dalam siaran langsung akun ZaZi-Twins, gabungan dari nama Azizah dan Zahra.
“Sudah, sudah. Kalian mau ikut jemput Abang atau tidak?” Ayang menepiskan tangan kedua putrinya yang masih merangkulnya.
“Iya, iya. Ya sudah ya, gaes. Nanti kita sambung lagi. Sekarang kami mau jemput my brother dulu. Selamat beraktivitas. Bye-bye, muach…” ujar Azizah dan Zahra serempak, lalu menghentikan siaran langsungnya.
“Ayo, Bun,” ajak Zahra setelah memasukkan iPhone ke dalam tas branded-nya.
“Tunggu Airin dulu. Tadi dia bilang mau ikut ke bandara. Lagian, kakak kalian juga sedang dalam perjalanan pulang.”
Zahra memutar bola mata malas mendengar nama Airin disebut bundanya.
“Sudahlah, Bun. Tinggalin saja dia. Azizah dan Zahra malas kalau harus pergi bareng dia,” sungut Azizah. Zahra mengangguk setuju.
Ayang menatap Azizah dengan kening berkerut. “Kalian ini kenapa sih? Seperti tidak suka saja sama Airin. Ingat, dia itu calon kakak ipar kalian.”
Zahra mencebik bibir, malas mendengar bundanya yang selalu membela Airin.
Semoga saja Abang Azam nggak jadi menikah dengan perempuan ulat bulu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Rafly Rafly
emang Airin Napa ya... apa kelakuannya berubah karena di pungut jadi keluarga sultan...
2025-05-28
1
kalea rizuky
anak salah di bela waras kah aneh
2025-06-03
1